segala puji
bagi Allah
maha pembuka
lagi maha pemberi
yang menolong
untuk
belajar
agama
seorang yang ia pilih
dari hamba-hambanya
dan saya bersaksi
bahwa
tiada
tuhan
selain
Allah
dengan persaksikan
yang memasukkan kita
ke rumah
kekekalan
الحمد لله الفتاح الجواد المعين على التفقه في الدين من اختاره من العباد وأشهد أن لا إله الله شهادة تدخلنا دار الخلود
segala puji bagi Allah yang maha pembuka lagi maha pemberi yang menolong untuk belajar agama seorang yang ia pilih dari hamba-hambanya dan saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, dengan persaksikan yang memasukkan kita ke rumah kekekalan
dan saya bersaksi
bahwa
junjungan kita
nabi Muhammad
adalah hambanya
dan utusannya
yang memiliki
derajat
yang terpuji
selawat
Allah
dan salamnya
semoga terlimpahkan kepadanya
dan kepada
keluarganya
dan sahabat-sahabatnya
yang mulia-mulia
Selawat
serta salam
yang aku memperoleh
keduanya
di hari
kembali
وأشهد أن سيدنا محمدا عبده ورسوله صاحب المقام المحموم صلى الله وسلم عليه وعلى آله وأصحابه الأمجاد صلاة وسلاما أفوز بهما يوم المعاد
dan saya bersaksi bahwa junjungan kita nabi Muhammad adalah hambanya dan utusannya, yang memiliki derajat yang terpuji, selawat Allah dan salamnya semoga terlimpahkan kepadanya dan keluarganya dan sahabat-sahabatnya yang mulia-mulia Selawat serta salam yang aku memperoleh keduanya di hari kembali
dan setelah itu
ini adalah
penjelasan
yang berfaedah
terhadap
kitab
yang diberi nama
yang enak
dipandang
tentang perkara-perkara penting
agama
menjelaskan
yang dimaksud
dan menyempurnakan
faedah
dan menghasilkan
tujuan
dan menampakkan
faedah
وبعد فهذا شرح مفيد على كتاب المسمى بقرة العين بمهمات الدين يبين المراد ويتمم المفاد ويحصل المقاصد ويبرز الفوائد
dan setelah itu, ini adalah penjelasan yang berfaedah terhadap kitab yang diberi nama Qurratul ain tentang perkara-perkara penting agama menjelaskan yang dimaksud, dan menyempurnakan faedah, dan menghasilkan tujuan, dan menampakkan faedah
dan aku namakan
Fathul Muin
tentang penjelasan
Qurratul
‘ain
tentang perkara-perkara penting
agama
dan saya
meminta
kepada Allah
yang maha pemurah
lagi maha pemberi
agar menyebarkan
manfaat
kitab ini
yang khusus
dan yang umum
dari teman-teman mu
وسميته بفتح المعين بشرح قرة العين بمهمات الدين وأنا أسأل الله الكريم المنان أن يعم الانتفاع به للخاصة والعامة من الإخوان
dan aku namakan Fathul Muin tentang penjelasan Qurratul ‘ain tentang perkara-perkara penting agama dan saya meminta kepada Allah yang maha pemurah lagi maha pemberi agar menyebarkan manfaat kitab ini bagi teman-teman yang khusus dan yang umum
dan menempatkan aku
sebab kitab ini
di surga firdaus
berada
di tempat
yang aman
sesungguhnya dia
paling pemurah
orang yang pemurah
dan paling pengasih
orang yang pengasih
وأن يسكنني به الفردوس في دار الأمان إنه أكرم كريم وأرحم رحيم
dan menempatkan aku sebab kitab ini di surga firdaus di tempat aman sesungguhnya Ia paling pemurah orang yang pemurah, dan paling pengasih orang yang pengasih
dengan menyebut nama
Allah
yang maha pengasih
lagi maha penyayang
بسم الله الرحمن الرحيم
dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang
maksudnya
saya mengarang
Lafaz ism itu
dikeluarkan
dari lafaz sumuw
yaitu
luhur
bukan
dari wasm
yaitu
tanda
أي: أولف: والاسم مشتق من السمو وهو العلو لا من الوسم وهو العلامة والله: علم للذات الواجب الوجود
maksudnya: saya mengarang. Lafaz ism itu dikeluarkan dari lafaz sumuw yaitu luhur. Tidak dari wasm yaitu tanda Allah adalah nama untuk dzat yang wajib adanya.
Allah
adalah nama
untuk dzat
yang wajib
adanya
Allah itu
isim
jenis
untuk setiap
yang disembah
kemudian
dimakrifatkan
dengan Al
dan di buang
hamzahnya
kemudian
di gunakan
untuk
yang disembah
dengan benar
Allah itu
nama
yang agung
menurut
kebanyakan ulama’
Dan selain Allah tidak ada
yang diberi nama
dengan ini
selain Dia
walaupun banyak yang belum mengimani-Nya
والله: علم للذات الواجب الوجود وهو اسم جنس لكل معبود ثم عرف بأل وحذفت الهمزة ثم استعمل في المعبود بحق وهو الاسم الأعظم عند الأكثر ولم يسم به غيره ولو تعنتا
Allah adalah nama untuk dzat yang wajib adanya Allah itu isim jenis untuk setiap yang disembah, lalu dimakrifatkan dengan Al dan di buang hamzahnya, lalu di gunakan untuk yang disembah dengan benarز Allah itu nama yang agung menurut kebanyakan ulama’. Dan selain Allah tidak ada yang diberi nama dengan ini, walaupun mengeyel
Rahman
dan rahim itu
dua sifat
yang di bentuk
untuk makna sangat
dari lafaz rahim
Rahman itu
lebih kuat
dari pada rahim
karena tambahan
bentuk
menunjukkan
pada
bertambahnya
makna
dan karena ucapan orang arab
pengasih
dunia
dan akhirat
dan penyayang
akhirat
والرحمن الرحيم صفتان بنيتا للمبالغة من رحم والرحمن أبلغ من الرحيم لأن زيادة البناء تدل على زيادة المعنى ولقولهم: رحمن الدنيا والآخرة ورحيم الآخرة
Rahman dan rahim itu dua sifat yang di bentuk untuk makna sangat dari lafaz rahim Rahman itu lebih kuat dari pada rahim karena tambahan bentuk menunjukkan tambahnya makna, dan karena ucapan orang arab, pengasih dunia dan akhirat, dan penyayang akhirat
Segala puji
bagi Allah
yang
menunjukkan kita
maksudnya
menunjukkan kita
untuk mengarang
Dan tidak akan
bagi kita
mendapatkan sebuah petunjuk
jika Allah tidak
menunjukkan-Nya
kepada kita
Memuji
yaitu
memberi sifat
dengan bagus
Selawat
yaitu yang
dari Allah
adalah kasih sayang
yang bersamaan
dengan pengagungan
الحمد الله الذي هدانا أي دلنا لهذا التأليف وما كنا لنهتدي لولا أن هدانا الله إليه والحمد هو الوصف بالجميل والصلاة وهي من الله الرحمة المقرونة بالتعظيم
Segala puji bagi Allah yang menunjukkan kita maksudnya menunjukkan kita untuk mengarang. Dan kita tidak akan dapat petunjuk jika Allah tidak menunjukkan kita Memuji yaitu memberi sifat dengan bagus Selawat yaitu yang dari Allah adalah kasih sayang yang bersamaan dengan pengagungan
Dan salam
maksudnya
selamat
dari
setiap
penyakit
dan kekurangan
Bagi
junjungan kita
Muhammad
utusan
untuk seluruh
ciptaan Allah
jin
dan manusia
menurut kesepakatan ulama
begitu juga
malaikat
menurut
ucapan
kelompok
pakar
والسلام أي التسليم من كل آفة ونقض على سيدنا محمد رسول الله لكافة الثقلين الجن والإنس إجماعا وكذا الملائكة على ما قاله جمع محققون ومحمد علم منقول من اسم المفعول المضعف موضوع لمن كثرت خصاله الحميدة سمى به نبينا صلى الله عليه واله وسلم بإلهام من الله لجده
Bagi junjungan kita Muhammad utusan Allah untuk seluruh jin dan manusia menurut kesepakatan ulama, begitu juga malaikat menurut ucapan kelompok pakar. Muhammad adalah nama yang diambil dari isim maful yang di tasydid yang diletakkan bagi orang yang banyak budi pekerti bagus. Nabi kita SAW diberi nama dengan ini dengan ilham dari Allah kepada kakeknya
Muhammad adalah
nama
yang diambil
dari isim
maf'ul
yang di tasydid
yang diletakkan
bagi orang
yang banyak
budi pekerti
yang bagus
diberi nama
dengan ini
Nabi kita (Muhammad)
shallallahu 'alaihi wa alihi wa sallam
dengan ilham
dari Allah
kepada kakeknya
Rasul
adalah manusia
laki-laki
yang diberi
wahyu
kepadanya
berupa syariat
dan diperintah
menyampaikannya
walaupun
tidak
memiliki
baginya
kitab
dan nasakh
seperti Yusya
alaihi as-salamu
ومحمد علم منقول من اسم المفعول المضعف موضوع لمن كثرت خصاله الحميدة سمى به نبينا صلى الله عليه واله وسلم بإلهام من الله لجده والرسول من البشر ذكر حر أوحى إليه بشرع وأمر بتبليغه وإن لم يكن له كتاب ولا نسخ كيوشع عليه السلام
Muhammad adalah nama yang diambil dari isim maful yang di tasydid yang diletakkan bagi orang yang banyak budi pekerti bagus Nabi kita SAW diberi nama dengan ini dengan ilham dari Allah kepada kakeknya Rasul dari manusia adalah orang laki-laki yang diberi wahyu syariat dan diperintah menyampaikannya, walaupun tidak memiliki kitab dan nasakh seperti Yusya As.
maka jika
tidak
diperintah
menyampaikan
maka nabi
dan Rasul itu
lebih utama
dari pada nabi
menurut kesepakatan ulama
Dan sahih
sebuah hadis
bahwa
jumlah
para nabi
kepadanya
shalawat
serta salam
seratus
ribu
dua puluh empat
ribu
dan sesungguhnya
jumlah
para rasul
tiga ratus
lima belas
Dan bagi
keluarganya
yaitu
kerabatnya
yang beriman
dari
bani Hasyim
dan bani Mutholib
Dan dikatakan
mereka adalah
setiap
orang yang beriman
maksudnya
pada
saat
berdoa
dan sejenisnya
Pendapat ini di pilih
karena hadis
yang daif
di dalamnya
dan meyakini
hadis ini
imam Nawawi
dalam
syarah
muslim
فإن لم يؤمر بالتبليغ فنبي والرسول أفضل من النبي إجماعا وصح خبر أن عدد الأنبياء عليهم الصلاة والسلام مائة ألف وأربعة وعشرون ألفا وأن عدد الرسل ثلاثمائة وخمسة عشر وعلى آله أي أقاربه المؤمنين من بني هاشم والمطلب وقيل: هم كل مؤمن أي في مقام الدعاء ونحو واختير لخبر ضعيف فيه وجزم به النووي في شرح مسلم
jika tidak diperintah menyampaikan maka nabi Rasul itu lebih utama dari pada nabi menurut kesepakatan ulama. Dan sahih sebuah hadis bahwa jumlah para nabi adalah 124.000. dan jumlah para rasul adalah 315 Dan bagi keluarganya: yaitu kerabatnya yang beriman dari bani Hasyim dan bani Mutholib Dan dikatakan mereka adalah setiap orang yang beriman, maksudnya di saat berdoa dan sejenisnya Pendapat ini di pilih karena hadis yang daif, dan imam Nawawi meyakini di syarah muslim
Dan sahabatnya
shob adalah
isim
jamak
bagi lafaz shohib
yang bermakna
shohabat
ia adalah
orang yang berkumpul
dalam keadaan beriman
dengan nabi (Muhammad)
shallallahu 'alaihi wa alihi wa sallam
walaupun
buta
dan belum
tamyiz
Yang mendapat izin
serta Ridha
Allah
subhanahu wa ta'ala
sifat
bagi orang
yang telah disebut
Dan setelah itu
maksudnya
setelah
yang dahulu
terdiri dari basmalah
hamdalah
selawat salam
bagi
orang
yang telah di sebut
maka kitab
yang disusun ini
yang ada
dalam hati itu
ringkas
yang sedikit
lafaznya
dan banyak
maknanya
karena diringkas
وصحبه وهو اسم جمع لصاحب بمعنى الصحابي وهو من اجتمع مؤمنات بنبينا صلى الله عليه واله وسلم ولو أعمى وغير مميز الفائزين برضا الله تعالى صفة لمن ذكر وبعد أي بعدما تقدم من البسملة والحمدلة والصلاة والسلام على من ذكر فهذا المؤلف الحاضر ذهنا مختصر قل لفظه وكثر معناه من الاختصار
Dan sahabatnya, shob adalah isim jamak bagi lafaz shohib yang bermakna shohabat. ia adalah orang yang berkumpul dalam keadaan beriman dengan nabi SAW walau buta dan belum tamyiz. Yang mendapat Ridla Allah sifat bagi orang yang telah disebut Dan setelah itu maksudnya setelah yang dahulu terdiri dari basmalah hamdalah selawat salam bagi orang yang telah di sebut kitab yang disusun ini yang ada dalam hati itu ringkas yang sedikit lafaznya dan banyak maknanya karena diringkas
Tentang
ilmu fikih
yaitu
dalam bahasa
adalah paham
dan secara istilah adalah
ilmu tentang
hukum-hukum
syariat
yang dikerjakan
yang diambil
dari dalil-dalil
yang terperinci
Dan sumbernya
dari Quran
hadis
ijmak
dan qiyas
في الفقه هو لغة: الفهم واصطلاحا: العلم بالأحكام الشرعية العملية المكتسب من أدلتها التفصيلية واستمداده من الكتاب والسنة والإجماع والقياس
Tentang ilmu fikih, fikih dalam bahasa adalah paham. Istilah adalah ilmu tentang hukum-hukum syariat yang dikerjakan yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci. Dan sumbernya dari Quran, hadis, ijmak dan qiyas
faedah Fiqih
adalah melaksanakan
perintah Alah
subhanahu wa ta'ala
dan menjauhi
larangannya
Menurut
mazhab
imam
Al mujtahid
Abi Abdillah Muhammad ibnu Idris As Syafii
semoga Allah swt merahmatinya
dan meridhai darinya
Maksudnya
pendapat
terhadap beliau
mengenai hukum-hukum
permasalahan
وفائدته امتثال أوامر الله تعالى واجتناب نواهيه على مذهب الإمام المجتهد أبي عبد الله محمد بن إدريس الشافعي رحمه الله تعالى ورضي عنه أي ما ذهب إليه من الأحكام في المسائل
faedah Fiqih adalah melaksanakan perintah Alah dan menjauhi larangannya Menurut mazhab imam Al mujtahid Abi Abdillah Muhammad ibnu Idris As Syafii Maksudnya adalah hukum-hukum permasalahan pendapat beliau
dan Idris adalah
adalah ayahnya
yaitu
Ibnu Abbas ibni Usman ibni Syafi ibni Saib ibni Ubaid ibni Abd ibni Yazid ibni Hasyim ibni Abdil Mutolib ibni Abd Manaf
dan Syafi'
yaitu
yang
di sandarkan
kepadanya
imam
Ia masuk Islam
beserta
ayahnya
yaitu saib
saat
perang badar
إدريس والده هو ابن عباس بن عثمان بن شافع بن السائب بن عبيد بن عبد بن يزيد بن هاشم بن عبد المطلب بن عبد مناف وشافع وهو الذي ينسب إليه الإمام وأسلم هو وأبوه السائب يوم بدر
Idris adalah ayahnya yaitu Ibnu Abbas ibni Usman ibni Syafi ibni Saib ibni Ubaid ibni Abd ibni Yazid ibni Hasyim ibni Abdil Mutolib ibni Abd Manaf Syafi yaitu yang imam di sandarkan kepadanya Ia masuk Islam beserta ayahnya yaitu saib saat perang badar
dan dilahirkan
Imam kita
semoga Allah meridhoi darinya
tahun
seratus lima puluh
dan wafat
pada hari
Jumat
akhir
Rajab
tahun
dua ratus empat
dan aku menamainya
dengan Qurratul Ain
tentang keterangan
penting
dalam hukum
agama
Saya ambil kitab ini
dan syarah ini
dari kitab-kitab
yang dibuat pegangan
milik guru kita
akhir
ahli tahqih
lentera
agama
Ahmad ibn Hajar Al Haitami
وولد إمامنا رضي الله عنه سنة خمسين ومائة وتوفي يوم الجمعة سلخ رجب سنة أربع ومائتين وسميته بقرة العين ببيان مهمات أحكام الدين انتخبته وهذا الشرح من الكتب المعتمدة لشيخنا خاتمة المحققين شهاب الدين أحمد بن حجر الهيثمي
Imam kita dilahirkan tahun 150, dan wafat hari Jumat akhir Rajab tahun 204 Aku namai Qurratul Ain tenteng keterangan penting dalam hukum agama Saya ambil kitab ini dan syarah ini dari kitab-kitab yang dibuat pegangan milik guru kita akhir ahli tahqih lentera agama Ahmad ibn Hajar Al Haitami
Dan seluruh
mujtahid
seperti
pemuka
agama
Abdurrahman ibni Ziyad Az Zubaidi
semoga Allah meridhainya
Dan dua guru
para guru kita
yaitu Syaikhul Islam
Al mujadid
Zakariya Al Anshori
dan imam amjad
Ahmad Muzajjad
az Zubaidi
Rahimahumallah
dan selain mereka
yang terdiri dari pakar-pakar
ulama akhir
وبقية المجتهدين مثل وجيه الدين عبد الرحمن بن زياد الزبيدي رضي الله عنهما وشيخي مشايخنا: شيخ الإسلام المجدد زكريا الأنصاري الإمام الأمجد أحمد المزجد الزبيدي رحمهما الله تعالى وغيرهم من محققي المتأخرين
Dan seluruh mujtahid seperti pemuka agama Abdurrahman ibni Ziyad Az Zubaidi RA Dan dua guru para guru kita yaitu Syaikhul Islam Al mujadid Zakariya Al Anshori, dan imam amjad Ahmad Muzajjad az Zubaidi Rahimahumallah dan selain mereka, yang terdiri dari pakar-pakar ulama akhir
Seraya berpegangan
pada
pendapat yang diyakini
yaitu
dua guru
mazhab
yaitu Nawawi
dan Rafii
lalu imam Nawawi
lalu pakar-pakar
ulama akhir
semoga Allah meridhai mereka
Seraya mengharap
dari Tuhan kita
yang maha pengasih
agar memberi manfaat
dalam hal ini
kepada orang-orang pintar
orang-orang yang luhur
maksudnya
Dan semoga Allah
dengan kuasa-Nya
menenangkan
pandanganku
besok
maksudnya
di hari
akhir
untuk melihat
kepada
wajah-Nya
yang mulia
pagi
dan sore
amin
معتمدا على ما جزم به شيخا المذهب: النووي والرافعي فالنووي فمحققو المتأخرين رضي الله عنهم راجيا من ربنا الرحمن أن ينتفع به الأذكياء أي العلاء وأن تقر به بسببه عيني غدا أي اليوم الآخر بالنظر إلى وجهه الكريم بكرة وعشيا آمين
Seraya berpegangan pada pendapat yang diyakini dua guru mazhab yaitu Nawawi dan Rafii, lalu imam Nawawi, lalu pakar-pakar ulama akhir Seraya mengharap dari Tuhan kita yang maka pengasih agar memberi manfaat ini kepada orang-orang pintar maksudnya orang-orang yang luhur Dan semoga Allah menenangkan pandanganku besok maksudnya di hari akhir untuk melihat wajah-Nya yang mulia pagi dan sore . amin
bagian
yang menerangkan sholat
Salat
menurut syara' (istilah):
Beberapa ucapan
dan perbuatan
tertentu
yang dimulai
dengan takbir
kemudian diakhiri
dengan salam
maka perbuatan
tersebut
dinamakan “Salat”
karena
salat
menurut bahasa
, adalah
doa
Salat-salat yang merupakan fardu
ain (wajib) itu
ain (wajib) itu
lima kali
dalam
setiap
satu hari
satu malam
, yang sudah diketahui
dari agama
dengan pasti
باب الصلاة هي شرعا: أقوال وأفعال مخصوصة، مفتتحة بالتكبير مختتمة بالتسليم وسميت بذلك لاشتمالها على الصلاة لغة، وهي الدعاء. والمفروضات العينية خمس في كل يوم وليلة، معلومة من الدين بالضرورة،
Salat menurut syarak: Beberapa ucapan dan perbuatan tertentu, yang dimulai dengan takbir dan Ucapan dan perbuatan tersebut dinamakan “Salat”, karena salat menurut bahasa, adalah doa. Salat-salat yang fardu ain itu lima kali dalam satu hari-satu malam, yang sudah diketahui dengan pasti dari agama. Oleh karena itu, kafirlah bagi orang yang menentangnya
Oleh karena itu, kafirlah
bagi orang yang menentangnya
dan belum pernah berkumpul
Salat lima waktu ini
selain
Nabi kita
Muhammad
shallallahu alaihi wa sallam
. Salat fardu yang lima ini diwajibkan
pada malam
Isra
atau setelah kenabian
terhitung sepuluh
tahun
lebih tiga
bulan
atau pada malam
dua puluh tujuh
di bulan Rajab
dan belum diwajibkan
Salat Subuh
pada hari
malam tersebut
karena belum
diketahui
cara-cara mengerjakannya.
sesungguhnya
kamu diwajibkan
Salat Maktubah
yaitu
Salat
lima waktu hanya wajib dikerjakan
oleh
setiap
Muslim
yang mukalaf
yaitu
yang telah balig
berakal sehat
laki-laki
atau
selainnya
, dan yang suci
Maka, salat tidak wajib
atas
orang kafir
asli
anak-anak
orang gila
ayan
terhadapnya
dan orang mabuk
yang tidak ceroboh
Karena mereka tidak terkena
beban agama
dan tidak wajib juga
atas
yang sedang menstruasi (haid)
dan nifas
karena mengerjakannya
tidak sah
bagi mereka
Tetapi
dan tidak wajib mengadhanya
bagi keduanya
tetap diwajibkan
bagi
orang yang murtad
murtad dan mabuk
sebab lalim
فيكفر جاحدها. ولم تجتمع هذه الخمس لغير نبينا محمد (ص)، وفرضت ليلة الاسراء بعد النبوة بعشر سنين وثلاثة أشهر، ليلة سبع وعشرين من رجب، ولم تجب صبح يوم تلك الليلة لعدم العلم بكيفيتها. (إنما تجب المكتوبة) أي الصلوات الخمس (على) كل (مسلم مكلف) أي بالغ عاقل، ذكر أو غيره، (طاهر) فلا تجب على كافر أصلي وصبي ومجنون ومغمى عليه وسكران بلا تعد، لعدم تكليفهم، ولا على حائض ونفساء لعدم صحتها منهما، ولا قضاء عليهما. بل تجب على مرتد ومتعد بسكر (ويقتل) أي (المسلم)
Oleh karena itu, kafirlah bagi orang yang menentangnya. Salat lima waktu ini belum pernah berkumpul pada selain Nabi kita Muhammad saw. Salat fardu yang lima ini diwajibkan pada malam Isra, 27 Rajab, yaitu 10 tahun lebih 3 bulan terhitung sejak Nabi . Muhammad diangkat menjadi seorang Nabi. Salat Subuh pada tanggal 27 Rajab tersebut belum diwajibkan, karena belum diketahui cara-cara mengerjakannya. Salat Maktubah, yaitu lima waktu, hanya wajib dikerjakan oleh setiap Muslim yang mukalaf, yaitu yang telah balig, berakal sehat, laki-laki atau selainnya, dan yang suci. Maka, salat tidak wajib atas orang kafir asli, anak-anak, orang gila, ayan dan mabuk, yang kecnanya tidak karena lalim. Karena mereka tidak terkena beban agama. Tidak wajib juga atas perempuan yang sedang menstruasi (haid) dan nifas, karena sajat tidak sah dikerjakannya dan tidak wajib mengadhanya Tetapi, bagi orang yang murtad dan mabuk sebab lalim, maka salat tetap diwajibkan atas mereka.
dan dibunuh
maksudnya
Orang Muslim
mukalaf
yang suci
ditetapkan had (hukuman)
dengan memenggal
lehernya
ketika ia mengeluarkan waktu shalat
yang telah diwajibkannya
secara sengaja
dari
waktu
yang digunakan menjamak
shalat tersebut
jika
orang tersebut
malas mengerjakan
yang disertai
dengan berkeyakinan
hal itu kewajibannya
jika
tidak bertaubat
setelah
disuruh
apabila berpijak atas
orang yang mengklaim
sunah bertaubat
maka tidak wajib mengganti rugi
bagi orang
yang membunuhnya
sebelum
ia bertaubat
akan tetapi
dia berdosa
dan dibunuh
dengan status kafir
apabila meninggalkan
sebab menentang
kewajibannya
maka tidak dimandikan
dan dishalatkan
terhadapnya
(ويقتل) أي (المسلم) المكلف الطاهر حدا بضرب عنقه (إن أخرجها) أي المكتوبة، عامدا (عن وقت جمع) لها، إن كان كسلا مع اعتقاد وجوبها (إن لم يتب) بعد الاستتابة، وعلى ندب الاستتابة لا يضمن من قتله قبل التوبة لكنه يأثم. ويقتل كفرا إن تركها جاحدا وجوبها، فلا يغسل ولا يصلى عليه.
dan di bunuh Orang Muslim mukalaf yang suci, apabila dengan sengaja menunda salat fardu hingga melewati waktu penjamakannya, malas mengerjakan namun masih berkeyakinan bahwa salat itu hukumnya wajib, lantas dia disuruh bertobat tapi tidak mau, maka wajib ditetapkan had atasnya, yaitu dengan memancung leher. Berpijak atas pendapat yang mengatakan “sunah” memerintahkannya bertobat, maka pemancung leher orang yang menunda salat sebelum bertobat adalah tidak dikenakan pidana, tetapi dia berdosa. Jika dia meninggalkan salat karena menentang wajibnya, . maka dia dibunuh sebagai orang yang Kafir. Dia tidak perlu dimandikan dan disalati
(serta tidak boleh dimakamkan di pekuburan orang-orang Muslim)
bagi
orang
yang telah disebutkan
hukumnya adalah wajib
jika
shalat tersebut
dengan tanpa udzur
maka wajib baginya
mengganti
salat yang ditinggalkan tersebut
berkata
guru besar kita
Ahmad bin Hajar
semoga Allah swt. memberikan rahmat padanya
dan yang
jelas
bahwa
wajib baginya
menggunakan
seluruh
waktunya
untuk mengganti
selain waktu
yang ia butuhkan
untuk digunakan
dalam hal bukan sunnah (wajib)
darinya
dan sesungguhnya
haram
baginya
melakukan kesunnahan
sunnnah bersegera
mengganti
sholat yang ditinggalkan
ketika
sholat tersebut ditinggalkan
sebab udzur
seperti tidur
yang tidak disengaja
tersebut
dan lupa
juga demikian
(ويبادر) من مر (بفائت) وجوبا، إن فات بلا عذر، فيلزمه القضاء فورا. قال شيخنا أحمد بن حجر رحمه الله تعالى: والذي يظهر أنه يلزمه صرف جميع زمنه للقضاء ما عدا ما يحتاج لصرفه فيما لا بد منه، وأنه يحرم عليه التطوع، ويبادر به - ندبا - إن فات بعذر كنوم لم يتعد به ونسيان كذلك.
Bagi si Muslim mukalaf yang sua, jika dia meninggalkan salat tanpa ada halangan, maka dia wajib segera mengadha salat yang ditinggalkan. Karena itu, hukum mengadha baginya adalah wajib. Syaikhuna Ahmad bin Hajar –semoga Allah swt. memberikan rahmat padanya-telah berkata: Yang jelas, bagi orang tersebut wajib menggunakan semua waktunya untuk mengadhanya, selain waktu-waktu yang harus dipergunakan untuk hal lain (misalnya tidur, mencari nafkah bagi orang yang harus dinafkahi dan seterusnya -pen), di samping itu, juga haram baginya mengerjakan salat sunah (sebelum kewajiban salat fardu yang ditinggalkan tertunaikan -pen). Jika salat tertinggal sebab ada halangan, misalnya tertidur atau lupa yang tidak karena lalim (main-main), maka dia sunah dengan segera menqadhanya.
dan disunahkan
mengerjakan salat secara tertib
yaitu
mengerjakan
maka terlebih dahulu
salat Subuh
sebelum
Zhuhur
dan seterusnya
Sunah mendahulukan salat kadha
sebelum salat Ada’ (tunai)
jika tidak khawatir
kehabisan waktu salat Ada’
jika
shalatnya ditinggalkan
sebab udzur
meskipun
orang tersebut
takut kehilangan
shalat jama'ah
menurut
pendapat yang Muktamad
meskipun
dia khawatir akan ketinggalan berjamaah
Jika tertinggalnya tidak sebab uzur
maka baginya wajib
mendahulukan kadha
daripada salat Ada’
Adapun
apabila
dikhawatirkan
kehabisan
waktu salat Ada’
dengan beradanya
sebagian waktu yang hadir
meskipun
sedikit
di luar
waktunya
maka wajib baginya
mengawali
shalat yang hadir
Wajib juga
mendahulukan
salat kadha
yang tanpa
uzur
atas
kadha salat yang tertinggal
sebab uzur
meskipun
akan terjadi
ketidaktertiban waktunya
Karena tertib itu
hukumnya sunah
sedangkan bersegera
hukumnya wajib
dan di sunahkan
mengakhirkan
salat-salat Rawatib
atas salat kadha
sebab ada uzur
dan wajib
mengakhirkan salat-salat Rawatib
atas salat kadha
dengan tanpa
udzur
(ويسن ترتيبه) أي الفائت، فيقضي الصبح قبل الظهر، وهكذا. (وتقديمه على حاضرة لا يخاف فوتها) إن فات بعذر، وإن خشي فوت جماعتها - على المعتمد -. وإذا فات بلا عذر فيجب تقديمه عليها. أما إذا خاف فوت الحاضرة بأن يقع بعضها - وإن قل - خارج الوقت فيلزمه البدء بها. ويجب تقديم ما فات بغير عذر على ما فات بعذر. وإن فقد الترتيب لانه سنة والبدار واجب ويندب تأخير الرواتب عن الفوائت بعذر، ويجب تأخيرها عن الفوائت بغير عذر
disunahkan mengerjakan salat secara tertib, yaitu mengerjakan salat Subuh sebelum Zhuhur, dan seterusnya. Sunah mendahulukan salat kadha sebelum salat Ada’ (tunai), jika tidak khawatir kehabisan waktu salat Ada’: Menurut pendapat yang Muktamad, meskipun dia khawatir akan ketinggalan berjamaah. Jika tertinggalnya tidak sebab uzur, maka dia wajib mendahulukan kadha daripada salat Ada’. Adapun bila dikhawatirkan kehabisan waktu yalat Ada’, walaupun sebagian -meskipun sedikit sajadari salat Ada’ akan terjadi di luar waktunya, maka baginya wajib mendahulukan salat Ada’.Wajib juga mendahulukan salat kadha, yang tanpa uzur atas kadha salat yang tertinggal sebab uzur atas kadha salat yang tertinggal sebab uzur, walaupun akan terjadi ketidak tertiban waktunya. Karena tertib itu hukumnya sunah, sedangkan bersegera adalah hukumnya wajib Sunah mengakhirkan salat-salat Rawatib atas salat kadha, sebab ada uzur: dan wajib mengakhirkan salat-salat Rawatib atas kadha salat tanpa uzur.
Peringatan!
Barangsiapa
yang meninggal dunia
dan mempunyai tanggungan
shalat
fardhu (wajib)
maka salat tersebut tidak ‘ dapat dikadha
atau dibayar
fidyahnya
dan dalam
sebuah pendapat
bahwa shalat tersebut
dapat dikerjakan
sebagai ganti shalat yang dikerjakan
baik orang tersebut berwasiat
terhadapnya
maupun
tidak
telah diceritakan
oleh Imam Al-‘Ubadi
dari Imam Asy-Syafi’i
sebab adanya sebuah hadits
tentang hal tersebut
dan telah dikerjakan
sebagai ganti
Imam As-Subki
dari sebagian
keluarganya
(تنبيه) من مات وعليه صلاة فرض لم تقض ولم تفد عنه، وفي قول أنها تفعل عنه - أوصى بها أم لا ما حكاه العبادي عن الشافعي لخبر فيه، وفعل به السبكي عن بعض أقاربه
Barangsiapa yang meninggal dunia dan mempunyai tanggungan salat, maka salat tersebut tidak ‘ dapat dikadha atau dibayar fidyahnya. . Dalam sebuah pendapat yang diceritakan oleh Imam Al-‘Ubadi, dari Imam Asy-Syafi’i, bahwa: Salat tersebut harus dikadha oleh orang lain, baik si mayat berwasiat agar mengerjakan ataupun tidak. Hal ini berdasarkan sebuah hadis. Imam As-Subki juga melakukan seperti itu atas kerabat-kerabat beliau yang meninggal dunia
dan diperintahkan
kepada
anak-anak
laki-laki
atau
perempuan
yang sudah mumayyiz
yaitu telah dapat
makan
minum
dan beristinja
sendiri
yaitu
wajib
atas
setiap
kedua orangtua
orang seatasnya
kemudian
orang yang menerima wasiat
dan kepada
pemilik
budak
agar memerintahkan
terhadapnya
untuk
mengerjakan salat
walaupun salat kadha
dengan segala
syarat-syaratnya
kalau anak tersebut sudah sempurna berusia 7 tahun
maksudnya
setelah
berumur tujuh
tahun
maksudnya
ketika
sempurna pada umur tersebut
meskipun
si anak sudah tamyiz
sebelum usia tersebut
dan seharusnya
diikuti bentuk
perintah tersebut
dengan ancaman
dan diwajibkan bagi orang-orang diatas untuk memukul anak tersebut
dengan pukulan
yang tidak
menyakitkan
yang menjadi kewajiban
terhadap anak-anak
laki-laki
maupun perempuan
ketika
meninggalkan shalat tersebut
walaupun salat kadha
atau meninggalkan
syarat
dari syarat salatnya
maka bagi orangtua dan yang lain wajib memukulnya
asal
tidak sampai
melukai
Berdasarkan hadis
sahih
Perintahlah
anak kecil itu
mengerjakan salat
jika
telah berusia
tujuh
tahun
dan jika
telah berusia
sepuluh
tahun
maka pukullah
kalau ia meninggalkannya
Begitu juga jika ia sudah kuat berpuasa
maka sesungguhnya
Ia diperintahkan
berpuasa
setelah berusia 7 tahun
maka harus dipukul
terhadapnya
Jika setelah berusia 10 tahun
meninggalkan shalat
Hikmah yang dikandung dari semua itu
adalah melauhnya
untuk beribadah
agar nanti terbiasa
dan tidak meninggalkannya
dan telah dibahas
oleh Imam Al-Adzra’i
dalam
masalah anak budak
kecil
yang kafir
tetapi sudah mengucapkan
dua kalimat syahadat
Hukumnya
memerintah
adalah sunah
salat
dan berpuasa
dianjurkan melaksanakan
atas keduanya
tetapi
tidak
dipukul manakala meninggalkannya
agar terbiasa
melakukan kebaikan
setelah
dewasa
Meskipun
tidak tepat
kias
yang seperti itu
Selesai
(ويؤمر) ذو صبا ذكر أو انثى (مميز) بأن صار يأكل ويشرب ويستنجي وحده. أي يجب على كل من أبويه وإن علا، ثم الوصي. وعلى مالك الرقيق أن يأمر (بها) أي الصلاة، ولو قضاء، وبجميع شروطها (لسبع) أي بعد سبع من السنين، أي عند تمامها، وإن ميز قبلها. وينبغي مع صيغة الامر التهديد. (ويضرب) ضربا غير مبرح - وجوبا - ممن ذكر (عليها) أي على تركها - ولو قضاء - أو ترك شرط من شروطها (لعشر) أي بعد استكمالها، للحديث الصحيح: مروا الصبي بالصلاة إذا بلغ سبع سنين، وإذا بلغ عشر سنين فاضربوه عليها. (كصوم أطاقه) فإنه يؤمر به لسبع ويضرب عليه لعشر كالصلاة. وحكمة ذلك التمرين على العبادة ليتعودها فلا يتركها وبحث الاذرعي في قن صغير كافر نطق بالشهادتين أنه يؤمر ندبا بالصلاة والصوم، يحث عليهما من غير ضرب ليألف الخير بعد بلوغه، وإن أبى القياس ذلك. انتهى
Anak laki-laki atau perempuan yang sudah mumayyiz, yaitu telah dapat makan, minum dan beristinja sendiri, wajib atas kedua orangtua, orang seatasnya, orang yang menerima wasiat dan pemilik budak, agar memerintahnya mengerjakan salat, walaupun salat kadha dengan segala syarat-syaratnya, kalau anak tersebut sudah sempurna berusia 7 tahun, meskipun sebelum usia tersebut si anak sudah tamyiz. Seyogianya bentuk perintah tersebut diikuti dengan ancaman. Anak yang sudah mencapai usia 10 tahun sempurna, kalau meninggalkan salat, walaupun salat kadha atau meninggalkan syarat dari syarat salatnya, maka bagi orangtua dan yang lain wajib memukulnya, asal tidak sampai melukai.
Berdasarkan hadis sahih: “Perintahlah anak kecil itu mengerjakan salat, jika telah berusia 7 tahun, dan jika sudah berusia 10 tahun, pukullah kalau ia meninggalkannya.”
Begitu juga jika ia sudah kuat berpuasa. Ia diperintahkan berpuasa setelah berusia 7 tahun. Jika setelah berusia 10 tahun meninggalkan, maka harus dipukul. Sama seperti salat.Hikmah yang dikandung dari semua itu, adalah melauhnya untuk beribadah, agar nanti terbiasa dan tidak meninggalkannya. Imam Al-Adzra’i membahas masalah anak budak kecil yang kafir, tetapi sudah mengucapkan dua kalimat syahadat, Hukumnya , adalah sunah memerintah salat dan berpuasa, Ia dianjurkan melaksanakannya, tetapi tidak dipukul manakala meninggalkannya, karena bertujuan agar di saat dewasa, biasa melakukan kebaikan. Meskipun kias yang seperti itu tidak tepat: Selesai.
dan wajib
juga
bagi
orang
yang telah disebutkan
untuk melarang anak tersebut
dari hal-hal yang diharamkan
dan mengajarkannya
kewajiban-kewajiban
dan sejenisnya
dari setiap
syariat
yang lahir (kelihatan)
Meskipun dalam masalah sunah
misalnya bersiwak
serta memerintah
untuk mematuhinya
dan tidak berakhir
suatu kewajiban
bagi orangtua dan sesamanya
terhadap
anak tersebut
kecuali
anak tersebut telah baligh
dalam keadaan pandai
sedangkan upah
mengajarkan terhadap anak
tersebut
misalnya pengajaran Algur-an
dan adab
adalah diambilkan dari harta anak
kemudian
terhadap
ayah
kemudian
terhadap
ibunya
ويجب أيضا على من مر نهيه عن المحرمات وتعليمه الواجبات، ونحوها من سائر الشرائع الظاهرة، ولو سنة كسواك، وأمره بذلك. ولا ينتهي وجوب ما مر على من مر إلا ببلوغه رشيدا، وأجرة تعليمه ذلك - كالقرآن والآداب - في ماله ثم على أبيه ثم على أمه
Wajib pula bagi orangtua dan orang yang telah tersebut di atas, melarang anak kecil dari hal-hal yang diharamkan dan mengajarnya kewajiban-kewajiban dan sejenisnya, yaitu syariat-syariat lain yang lahir (kelihatan). Meskipun dalam masalah sunah, misalnya bersiwak, serta memerintah untuk mematuhinya. Semua kewajiban di atas bagi orangtua dan yesamanya, baru berakhir setelah anak balig dan pintar. Masalah biaya pendidikannya, misalnya pengajaran Algur-an , dan adab, adalah diambilkan dari harta anak, ayah, kemudian ibunya
Peringatan!
telah disampaikan permasalahan
oleh Imam As-Sam’ani
terhadap
seorang istri
yang masih kecil
yang masih mempunyai
ayah dan ibu
bahwa
kewajiban tersebut
adalah terletak
pada kedua orangtuanya
kemudia suaminya
dan dampak hukum dari hal itu
adalah kewajiban
memukul istri tersebut
dan kemudian
meskipun
istri sudah besar
telah dijelaskan
oleh Imam Jamalul Islam Al-Bazari
berkata
guru kita
Hal itu
sudah jelas
jika
tidak
dikhawatirkan
akan nusyuz (tidak taat)
dan telah memutlakkan
Imam Az-Zarkasi
hukum sunah
(تنبيه) ذكر السمعاني في زوجة صغيرة ذات أبوين أن وجوب ما مر عليهما فالزوج، وقضيته وجوب ضربها. وبه - ولو في الكبيرة - صرح جمال الاسلام البزري. قال شيخنا: وهو ظاهر إن لم يخش نشوزا. وأطلق الزركشي الندب.
Peringatan!
Imam As-Sam’ani mengemukakan masalah seorang istri kecil yang masih mempunyai ayah dan ibu, bahwa kewajiban tersebut adalah terletak pada kedua orangtuanya, lantas suaminya. Kesimpulan dari itu, wajib dipukul jika tidak tunduk.
Imam Jamalul Islam Al-Bazari menjelaskan, wajib. memukulnya, meskipun istri sudah besar.
Syaikhuna (Ibnu Hajar AlHaitami) berkata: Hal itu sudah jelas, jika tidak dikhawatirkan akan nusyuz (tidak taat). Dalam masalah mendidik terhadap istri, Imam Az-Zarkasi memutlakkan hukum sunah.
Permulaan yang wajib
hingga
masalah memerintahkan
mengerjakan salat
seperti
yang dikatakan
, adalah beban ayah
kemudian
terhadap
orang
yang telah disebutkan
yaitu mengajar anak
yang sudah tamyiz
Sesungguhnya
Nabi kita
Muhammad
shallallahu alaihi wa sallam
diutus
di Mekah
lahir
di sana
serta dimakamkan
di Madinah
dan wafat
di sana
Syarat-syarat sah
(وأول واجب) حتى على الامر بالصلاة كما قالوا (على الآباء) ثم على مر من (تعليمه) أي المميز (أن نبينا محمدا (ص) بعث بمكة) وولد بها (ودفن بالمدينة) ومات بها
Permulaan yang wajib, hingga masalah memerintahkan mengerjakan salat, adalah beban ayah dan orang yang telah disebutkan, yaitu mengajar anak yang sudah tamyiz: Sesungguhnya Nabi kita, Muhammad saw. diutus di Mekah, lahir di sana dan wafat serta dimakamkan di Madinah.
pasal-pasal
tentang
syarat-syarat
salat
Syarat adalah
sesuatu yang menjadikan
terhadapnya
sahnya
salat
tapi bukan
merupakan bagiannya
Pembahasan
syarat
daripada rukun
karena sesungguhnya
lebih sesuai
didahulukan
Sebab syarat itu
wajib didahulukan (dipenuhi)
sebelum
mengerjakan salat
dan tetap terpenuhi
di dalamnya.
salat
Syarat-syarat sah
ada lima
Syarat Salat Pertama:
Thaharah yaitu suci
dari hadas
dan janabah (najis)
Thaharah
menurut arti bahasa
Suci
dan lepas
dari kotoran
Sedangkan menurut syarak:
Menghilangkan
penghalang
yang berupa
hadas
atau najis
(فصل) في شروط الصلاة. الشرط ما يتوقف عليه صحة الصلاة، وليس منها. وقدمت الشروط على الاركان لانها أولى بالتقديم، إذ الشرط ما يجب تقديمه على الصلاة واستمراره فيها. (شروط الصلاة خمسة: أحدها: طهارة عن حدث وجنابة الطهارة: لغة)، النظافة والخلوص من الدنس. وشرعا: رفع المنع المترتب على الحدث أو النجس
Syarat adalah sesuatu yang menjadikan sah salat, tapi bukan . merupakan bagiannya . Pembahasan syarat lebih sesuai didahulukan daripada rukun. Sebab syarat itu wajib didahulukan (dipenuhi) sebelum mengerjakan salat dan tetap terpenuhi di dalamnya.
Syarat-syarat sah salat ada lima.
Syarat Salat Pertama: Thaharah yaitu suci dari hadas dan janabah.
Thaharah menurut arti bahasa: Suci dan lepas dari kotoran. Sedangkan menurut syarak: Menghilangkan penghalang yang berupa hadas atau najis.
untuk yang pertama
yakni bersuci
dari hadas
Wudu
dibaca
dengan dhammah
wawunya
Menggunakan
air
pada anggota badan
tertentu
yang dimulai
dengan niat
dibaca fat-hah wawunya
yang dipergunakan untuk berwudu
dengan air
dan adapun
Permulaan
diwajibkan wudu
bersamaan
dengan permulaan
diwajibkan
salat
yaitu pada malam
Isra
(فالاولى) أي الطهارة عن الحدث: (الوضوء) هو - بضم الواو - استعمال الماء في أعضاء مخصوصة مفتتحا بنية. وبفتحها: ما يتوضأ به. وكان ابتداء وجوبه مع ابتداء وجو ب المكتوبة ليلة الاسراء
Thaharah Pertama: Wudu
Bersuci dari hadas yang pertama adalah wudu.
Wudu –dibata dhammah wawunya–: Menggunakan air pada anggota badan tertentu, yang dimulai dengan niat. Sedangkan wadu —dibaca fat-hah wawunya–: Air yang dipergunakan untuk berwudu. Permulaan diwajibkan wudu, adalah bersamaan dengan diwajibkan salat, yaitu pada malam Isra.
Syarat-syarat Wudu
maksudnya
wudu
sebagaimana syarat
mandi
ada lima
Pertama
Air
mutlak
maka tidak dapat untuk menghilangkan
hadas
dan menyucikan
najis
serta tidak dapat
digunakan
untuk thaharah
walaupun
thaharah sunah
kecuali
Air
mutlak
Air mutlak, adalah
sesuatu yang meliputi
terhadap air tersebut
yang penamaannya
Air
tanpa tambahan
walaupun
hasil sulingan
dari asap
Air
yang suci
serta mendidih
atau larut
di dalamnya
sesuatu yang mencampuri
ataupun ada tambahan nama pada air
tapi tambahan tersebut untuk menerangkan
tempatnya
misalnya Air
laut
Lain halnya dengan air
yang tidak disebut
kecuali
selalu ada tambahan
misalnya Air
mawar
yang bukan
merupakan air bekas
dalam
fardhunya
bersuci
baik
untuk menghilangkan
hadas
kecil
atau
besar
meskipun
bersucinya
seorang bermazhab Hanafi
yang tidak berniat
anak kecil
yang belum tamyiz
untuk mengerjakan Tawaf
dan dipergunakan mencuci
najis
meskipun
ma’fu
najis tersebut
dengan sedikit
maksudnya
Yang jumlah
air musta’mal itu
sedikit
maksudnya
kurang dari
dua kulah
Jika
dikumpulkan
air musta’mal itu
hingga mencapai
jumlah dua kulah
maka menjadi air Muthahhir (suci-menyucikan)
sebagaimana
terkumpul
air mutanajis
hingga mencapai
dua kulah
dalam keadaan tidak berubah
meskipun
jumlahnya sedikit (kurang)
setelah
diambil lagi
Karena itu, dapatlah diketahui
bahwa
kemusta’malan air itu
tidak akan ada
kecuali
pada
yang sedikit
airnya
maksudnya
setelah
terpisah
dari tempat
kegunaannya
walaupun hanya secara hukum
seperti air
yang melampaui
pundak
orang yang wudu
atau kedua lututnya
meskipun
kembali
ke tempat semula
atau air yang berpindah
dari
tangan satu
ke tangan lainnya
Memang benar!
Tidak menjadi masalah
bagi penanggung hadas kecil
atas perpindahan
air
dari telapak tangan
ke hasta
begitu juga
orang junub
kepindahan air
dari kepala
ke anggota
badan lain
yang banyak terkena tetesan air
dari kepala
misalnya dada
(وشروطه) أي الوضوء كشروط الغسل خمسة. أحدها: (ماء مطلق)، فلا يرفع الحدث ولا يزيل النجس ولا يحصل سائر الطهارة - ولو مسنونة - إلا الماء المطلق، وهو ما يقع عليه اسم الماء بلا قيد، وإن رشح من بخار الماء الطهور المغلى، أو استهلك فيه الخليط، أو قيد بموافقة الواقع كماء البحر. بخلاف ما لا يذكر إلا مقيدا كماء الورد، (غير مستعمل في) فرض طهارة، من (رفع حدث) أصغر أو أكبر، ولو من طهر حنفي لم ينو، أو صبي لم يميز لطواف. (و) إزالة (نجس) ولو معفوا عنه. (قليلا) أي حال كون المستعمل قليلا، أي دون القلتين. فإن جمع المستعمل فبلغ قلتين فمطهر، كما لو جمع المتنجس فبلغ قلتين ولم يتغير، وإن قل بعد بتفريقه. فعلم أن الاستعمال لا يثبت إلا مع قلة الماء، أي وبعد فصله عن المحل المستعمل ولو حكما، كأن جاوز منكب المتوضئ أو ركبته، وإن عاد لمحله أو انتقل من يد لاخرى. نعم، لا يضر في المحدث انفصال الماء من الكف إلى الساعد، ولا في الجنب انفصاله من الرأس إلى نحو الصدر، مما يغلب فيه التقاذف
Syarat-syarat Wudu
Syarat-syarat wudu ada lima, sebagaimana syarat mandi.
Pertama: Air mutlak. Karena itu, selain air mutlak tidak dapat untuk menghilangkan hadas dan menyucikan najis, serta tidak dapat digunakan untuk thaharahthaharah yang lain, walaupun thaharah sunah.
Air mutlak, adalah: Air yang penamaannya tanpa tambahan, : walaupun hasil sulingan dari asap air yang mendidih dan suci, dilarutkan suatu campuran di dalam, suatu air: ataupun ada tambahan nama pada air, tapi tambahan tersebut untuk menerangkan tempatnya, misalnya” “air laut”.
Lain halnya dengan air yang tidak disebut kecuzli selalu ada tambahan, misalnya “air mawar”.
Yang tdak air bekas thaharah, baik untuk menghilangkan hadas kecil atau besar, walau Uhaharah seorang bermazhab Hanafi, yang dak berniat, thaharah anak kecil yang belum tamyiz untuk mengerjakan Tawaf, atau air tersebut dipergunakan mencuci najis, walaupun najis ma’fu.
Yang jumlah air musta’mal itu sedikit, kurang dari dua kulah.
Jika air musta’mal itu dikumpulkan hingga mencapai jumlah dua kulah, maka menjadi air Muthahhir (suci-menyucikan), sebagaimana air mutanajis terkumpul hingga mencapai dua kulah dalam keadaan tidak berubah, walaupun setelah diambil lagi menjadi jumlah sedikit (kurang).
Karena itu, dapatlah diketahui, bahwa kemusta’malan air itu : hanya pada air yang sedikit, setelah terpisah dari tempat kegunaannya –walaupun hanya secara hukum–, seperti air: basuhan yang melewati pundak atau lutut orang yang wudu, walaupun kembali ke tempat semula, atau air yang berpindah dari tangan satu ke tangan lainnya.
Memang benar! Tidak menjadi masalah bagi penanggung hadas kecil atas perpindahan air dari telapak tangan ke hasta: begitu juga orang junub, kepindahan air dari Repala ke anggota badan lain yang banyak terkena tetesan air dari kepala, misalnya dada.
cabang
apabila memasukkan
orang yang berwudhu'
tangannya kedalam air
dengan maksud
membasuh
hadas
atau
tidak bermaksud
hal itu ia lakukan setelah niat
niat
mandi junub
atau
setelah tiga kali
membasuh muka
atau
orang yang berhadas kecil
setelah
basuhan
yang pertama
jika
ia bermaksud
meringkas
dengan satu basuhan saja
dengan tanpa berniat
ikhtiraf
dan juga tidak bertujuan
mengambil
air
karena tujuan lain
selain bersuci
maka menjadi
musta'mal
dengan yang ditujukan
untuk selain
tangannya
maka baginya
diperbolehkan membasuh
dengan air
yang berada
pada
tangannya
(فرع) لو أدخل المتوضئ يده بقصد الغسل عن الحدث أولا بقصد بعد نية الجنب، أو تثليث وجه المحدث، أو بعد الغسلة الاولى، إن قصد الاقتصار عليها، بلا نية اغتراف ولا قصد أخذ الماء لغرض آخر صار مستعملا بالنسبة لغير يده فله أن يغسل بما فيها باقي ساعدها
Cabang:
Apabila wudu dengan cara memasukkan tangannya (ke air yang sedikit) dengan maksud membasuh hadas atau tidak bermaksud, hal itu ia lakukan setelah niat mandi junub (bagi orang yang janabah) atau setelah tiga kah membasuh muka, atau sekali namun ja bermaksud membasuh satu kali, dan ia tidak berniat mengambil air atau tujuan lain, maka air tersebut menjadi “musta’mal”, karena dinisbatkan anggota selain tangan. Baginya boleh membasuh tangan dengan air itu.
dan tidak ada
perubahan
dengan perubahan
yang banyak
sekiranya
dapat menghilangkan
“kemutlakannya”
nama
air
tersebut
sebagaimana telah berubah
salah satu
sifat air tersebut
baik dari segi rasa
warna
atau baunya
walau berubah secara taqdiri (perumpamaan).
Ataupun
berubahnya karena
sesuatu yang berada
pada
anggota badan
yang bersuci
demikian menurut pendapat yang lebih baik.
dan sesungguhnya perubahan
hanya bisa terjadi
apabila perubahan
disebabkan oleh
sesuatu yang mencampuri air
yakni
mukhalith
pada air
mukhalith adalah
benda yang tidak berbeda dengan air
yang
terlihat
oleh mata
yang bersifat suci
dan sungguh
dapat terhindar
air
dari percampuran tersebut
misalnya za’faran
buah
pohon
yang tumbuh
dekat
air
dan daun
yang dimasukkan ke air
kemudian
hancur
Bukan campuran
campuran yang berupa tanah
atau air garam
keduanya dimasukkan
ke air itu
dan tidak sampai
perubahan tersebut
tidak menjadi masalah
kemutlakkan air tersebut
sebab perubahannya sedikit
walaupun dimungkinkan terjadi keraguan atasnya
sebagaimana disang. sikan
oleh
banyak
atau sedikit
berubahnya
Perkataanku
“sebab campuran” itu
mengecualikan “pendamping”
mujawir adalah
sesuatu yang dapat
terlihat mata
misalnya kayu
dan minyak
yang meskipun keduanya berbau wangi
Termasuk goloogan pendamping
adalah asap
walaupun
banyak
dan jelas
misalnya
baunya
Lain halnya
dengan segolongan ulama
Di antara pendamping
lagi
adalah air
yang mendidih
di dalamnya
misalnya
terdapat gandum
dan kurma
sekiranya
tidak diketahui
terpisahnya
sebuah bentuk benda
di dalamnya
mencampuri air
dengan tidak terjadi
kepada
suatu benda
dengan sebutan
pada air
atau nama
yang lain
misalnya air kuah
Jika disangsikan
pada
sesuatu tersebut
Apakah campuran
barang yang di dalam
atau pendamping
maka barang tersebut
dihukumi
pendamping
Sedang perkataanku
dapat dihindarkan
dari air
sesuatu yang tidak dapat dihindarkan
dari campuran tersebut
seperti halnya air
yang berada pada tempatnya air
dan mengalirnya air
seperti halnya
lumpur
dan lumut
yang hancur
dan belerang
Seperti halnya juga air itu berubah
karena terlalu lama
diam
atau
daun-daun
yang berguguran
sendiri
dan hancur
serta jauh
pohonnya
dari air itu
sebab barang najis
walaupun
hanya sedikit
perubahannya
walaupun adanya
air
banyak
yakni
dua kullah
atau
lebih
dalam
dua contoh
perubahan
menggunakan perkara yang suci
dan najis
(و) غير (متغير) تغيرا (كثيرا) بحيث يمنع إطلاق اسم الماء عليه، بأن تغير أحد صفاته من طعم أو لون أو ريح، ولو تقديريا أو كان التغير بما على عضو المتطهر في الاصح، وإنما يؤثر التغير إن كان (بخليط) أي مخالطا للماء، وهو ما لا يتميز في رأي العين (طاهر) وقد (غني) الماء (عنه) كزعفران، وثمر شجر نبت قرب الماء، وورق طرح ثم تفتت، لا تراب وملح ماء وإن طرحا فيه. ولا يضر تغير لا يمنع الاسم لقلته ولو احتمالا، بأن شك أهو كثير أو قليل. وخرج بقولي بخليط المجاور، وهو ما يتميز للناظر، كعود ودهن ولو مطيبين، ومنه البخور وإن كثر وظهر نحو ريحه، خلافا لجمع. ومنه أيضا ماء أغلي فيه نحو بر وتمر حيث لم يعلم انفصال عين فيه مخالطة، بأن لم يصل إلى حد بحيث له اسم آخر كالمرقة، ولو شك في شئ أمخالط هو أم مجاور، له حكم المجاور. وبقولي غني عنه ما لا يستغنى عنه، كما في مقرة وممره، من نحو طين وطحلب متفتت وكبريت، وكالتغير بطول المكث أو بأوراق متناثرة بنفسها وإن تفتتت وبعدت الشجرة عن الماء. (أو بنجس) وأن قل التغير. (ولو كان) الماء (كثيرا) أي قلتين أو أكثر في صورتي التغيير بالطاهر والنجس
Tidak pula air. yang telah mengalami perubahan banyak, sekira dapat menghilangkan “kemutlakannya”, sebagaimana telah berubah salah satu sifat, rasa, warna atau baunya, walau berubah secara taqdiri (perumpamaan).
Ataupun berubahnya karena. sesuatu yang berada di anggota badan yang bersuci, demikian menurut pendapat yang lebih baik.
Perubahan air itu dapat mempengaruhi kemutlakannya, jika disebabkan suatu campuran yang tidak dapat dibedakan mata
sud dan air tersebut memang tidak dapat terhindar daripadanya, misalnya za’faran, buah pohon yang tumbuh dekat air dan daun yang dimasukkan ke air lantas hancur. Bukan campuran yang berupa tanah atau air garam, walaupun keduanya dimasukkan ke air itu. Perubahan yang tidak sampai: mengubah kemutlakan air adalah .
tidak menjadi masalah, sebab perubahannya sedikit, walaupun dimungkinkan terjadi keraguan atasnya, sebagaimana disang. sikan banyak atau sedikit berubahnya.Perkataanku “sebab campuran” itu mengecualikan “pendamping”, yaitu sesuatu yang dapat terlihat mata, misalnya kayu dan ruinyak, yang meskipun keduanya berbau wangi.
Termasuk goloogan pendamping. adalah asap, walaupun banyak dan jelas baunya misalnya. Lain halnya dengan segolongan ulama.Di antara pendamping lagi, adalah air rebusan gandum, buah kurma dan sebagainya, selama tidak terlihat bercampur dengan benda yang rontok darinya, sebagaimana tidak sampai ke batas “bukan air lagi”, misalnya disebut kuah. Jika disangsikan: Apakah barang yang berada di dalam itu campuran atau pendamping, maka barang tersebut dihukumi pendamping. Sedang perkataanku “air dapat terhindar dari campuran”, adalah mengecualikan air yang tidak dapat terhindar dari campuran itu, seperti halnya air yang diam atau mengalir di tempat yang banyak lumpur, lumut yang hancur dan belerang. Seperti halnya juga air itu berubah karena diam terlalu lama atau daun-daun yang berguguran sendiri dan hancur serta pohonnya jauh dari air itu. Atau (perubahan air) sebab barang najis, walaupun sangat : sedikit dan jumlah air banyak, yaitu dua kulah atau lebih –dalam bentuk dua barang suci dan najis
ukuran air dua kullah
dengan timbangan
-+ 500
liter
Bagdad
dengan isi
dan dengan alat ukur
dalam wadah kubus
satu hasta
lebih seperempat
setiap panjang
lebar
dan dalamnya
dengan diameter satu hasta
tangan
orang biasa
dalam bentuk silinder (bulat)
satu hasta
manusia
di setiap sisi
dengan hasta
manusia
dan dua hasta
kedalamannya
hasta
tukang kayu
dan orang biasa
satu hasta
seperempat
dan tidak dapat dihukumi najis
ketika berjumlah dua kullah
air tersebut
walaupun hanya perkiraan
sebagaimana
kalau diragukan
Air itu
ada dua kulah
atau
tidak
dan bahkan
sudah diyakinkan
bahwa air itu sedikit
sebelumnya
tidak dihukumi najis
bila kemasukan najis
selama air tersebut
tidak berubah
sebab najis tersebut
walaupun
larut
najis tersebut
dalam air
dan tidak wajib
menjauhi
dari najis
pada air
yang jumlahnya banyak
Jika ada
orang kencing
di laut
kemudian
maka terjadi
darinya
buih
maka buih tersebut
dihukumi najis
jika jelas
terjadi
dari
terlihat kencingnya
atau
dari
air yang telah berubah
salah satu
sifatnya
sebab air kencing tadi
dan jika tidak seperti itu
maka tidak dihukumi najis
dan jika
dilemparkan
kedalam air
sebuah kotoran kering
lalu dari pelemparan tersebut
menimbulkan
percikan air
yang mengenai
pada
suatu benda
maka benda tersebut tidak dihukumi najis
والقلتان بالوزن: خمسمائة رطل بغدادي تقريبا، وبالمساحة في المربع: ذراع وربع طولا وعرضا وعمقا، بذراع اليد المعتدلة. وفي المدور: ذراع من سائر الجوانب بذراع الآدمي، وذراعان عمقا بذراع النجار، وهو ذراع وربع. ولا تنجس قلتا ماء ولو احتمالا، كأن شك في ماء أبلغهما أم لا، وإن تيقنت قلته قبل بملاقاة نجس ما لم يتغير به، وإن استهلكت النجاسة فيه. ولا يجب التباعد من نجس في ماء كثير. ولو بال في البحر مثلا فارتفعت منه رغوة فهي نجسة إن تحقق أنها من عين النجاسة، أو من المتغير أحد أوصافه بها، وإلا فلا. ولو طرحت فيه بعرة، فوقعت من أجل الطرح قطرة على شئ لم تنجسه
Ukuran dua kulah dengan: timbangan adalah -+ 500 liter Bagdad, dengan isi pada bentuk bangunan kubus, adalah panjang, lebar dan tinggi 1 1/4 hasta orang normal. Sedangkan dalam bangunan yang berbentuk selinder (bulat), adalah garis tengah 1 hasta manusia, dalamnya 2 hasta tangan tukang kayu. Adapun 1 hasia tangan tukang kayu adalah 1 1/4 hasra tangan biasa. Air dua kulah, walaupun hanya perkiraan, sebagaimana kalau diragukan: Air itu ada dua kulah atau tidak, dan bahkan sudah diyakinkan sebelumnya, bahwa air itu sedikit, adalah udak dihukumi najis bila kemasukan najis, selama udak berubah sebab najis tersebut, walaupun najis tersebut larut dalam air. (Ketika kita mengambil air yang jumlahnya banyak), udak wajib menjauhi najis yang ada padanya. Jika ada orang kencing di laut, lalu terjadi buih, maka buih tersebut dihukumi najis, jika jelas terjadi dari kencingnya, atau dani air yang telah berubah salah satu sifatnya sebab air kencing tadi. Jika tidak jelas, maka air buih tidak najis. Jika sepotong kotoran unta dilemparkan ke laut, lalu memercikkan air yang mengenai sesuatu, maka barang tersebut tidaklah menjadi najis
dan dapat menjadi najis
apabila sedikit
airnya
yakni bila air itu
tidak dialirkan
air yang kurang dua kullah tersebut
yang dimana
tidak
bisa
digunakan
sebab kemasukan
najis
terhadapnya
yang dapat dilihat
oleh mata
orang normal
yang bukan
dima'fu
dari najis tersebut
pada
air
walaupun
dima’fu
dari najis tersebut
dalam
salat
seperti halnya hukum selain air
perkara yang basah
dari
dan cair
walaupun
yang berjumlah banyak
tidak dihukumi najis
dengan sebab kemasukkan bangkai
yang tidak memiliki darah
sejenisnya
yang mengalir
saat
dirobek
anggota tubuh
darinya
seperti binatang kala
dan cecak
kecuali
jika binatang tersebut
dapat mengubah
sifat airnya
walaupun hanya sedikit
maka air itu
dihukumi najis
tidak dengan masuknya bangkai kepiting
dan katak
maka air menjadi najis
dengan sebab dua bangkai hewan tersebut
Namun pendapat ini bertentangan
dengan pendapat segolongan ulama
Tidak najis pula
yang
sebab bangkai
timbul
dalam air
misalnya lintah
dan Jika dilemparkan
ke dalam air yang sedikit
bangkai-bangkai tersebut
maka air itu
menjadi najis
meskipun
orang
yang melempar
bukan
mukalaf
dan tidak
menjadi masalah
melempar hewan
waktu masih hidup
secara mutlak
dan pendapat
kebanyakan
imam kita (Syafi’iyah)
memilih mazhab
Malik r.a
bahwa
air
tidak dapat menjadi najis
pada umumnya
melainkan
jika telah mengalami perubahan
air yang mengalir
seperti halnya air yang mengalir
Diterangkan dalam kaul Qadim:
tidak dapat menjadi najis (jika terkena najis)
Air yang sedikit
kecuali bila mengalami perubahan
Pendapat ini
seperti mazhab
Imam Malik r.a
berkata Imam Nawawi
dalam Al-Majmu’
baik adanya
najis tersebut
padat
atau cair
Air
sedikit
yang
telah menjadi najis
dapat menjadi suci
jika mencapai
dua kulah
walaupun
dengan cara menambahkan air
najis
sekira
tidak menyebabkan berubah
pada air tersebut
sedangkan air yang banyak
dapat menjadi suci
dengan sebab hilangnya
perubahan
dengan sendirinya
atau
dengan air
yang ditambahkan
terhadapnya
atau
dikurangi
darinya
sedangkan
sisa air itu
masih banyak
، وينجس قليل الماء - وهو ما دون القلتين - حيث لم يكن واردا بوصول نجس إليه يرى بالبصر المعتدل، غير معفو عنه في الماء، ولو معفوا عنه في الصلاة، كغيره من رطب ومائع، وإن كثر. لا بوصول ميتة لا دم لجنسها سائل عند شق عضو منها، كعقرب ووزع، إلا إن تغير ما أصابته - ولو يسيرا - فحينئذ ينجس. لا سرطان وضفدع فينجس بهما، خلافا لجمع، ولا بميتة كان نشؤها من الماء كالعلق، ولو طرح فيه ميتة من ذلك نجس، وإن كان الطارح غير مكلف، ولا أثر لطرح الحي مطلقا. واختار كثيرون من أئمتنا مذهب مالك: أن الماء لا ينجس مطلقا إلا بالتغير، والجاري كراكد وفي القديم: لا ينجس قليله بلا تغير، وهو مذهب مالك. قال في المجموع: سواء كانت النجاسة مائعة أو جامدة. والماء القليل إذا تنجس يطهر ببلوغه قلتين - ولو بماء متنجس - حيث لا تغير به، والكثير يطهر بزوال تغيره بنفسه أو بماء زيد عليه أو نقص عنه وكان الباقي كثيرا
Air sedikit yang kurang dari dua kulah, yang tidak mengalir, menjadi najis sebab kemasukan najis yang dapat dilihat oleh mata normal, yang bukan najis ma’fu pada air, walaupun dima’fu dalam salat (misalnya darah sedikit yang keluar dari badan orang lain atau darah nyamuk yang ada di pakaian orang salat -pen). Hukum ini juga berlaku pada benda padat yang basah dan cair, walaupun jumlahnya banyak.
Air sedikit tidak menjadi najis sebab kemasukan bangkai binatang yang berjenis tidak berdarah mengalir kalau dipotong tubuhnya, seperti binatang kala dan cecak: kecuali jika binatang tersebut dapat mengubah sifat airnya
walaupun hanya sedikit, maka air itu dihukumi najis. Jika bangkainya berupa kepiting dan katak, maka air yang kemasukan adalah najis. Namun pendapat ini ber. tentangan dengan pendapat segolongan ulama. Tidak najis pula, sebab bangkai yang timbul dalam air, misalnya lintah.
Jika bangkai-bangkai tersebut dilemparkan ke dalam air yang sedikit, maka air itu menjadi najis, meskipun orang yang melempar bukan mukalaf. Jika binatang tersebut masih hidup, sama sekali tidak membawa pengaruh (jika dimasukkan ke air sedikit), Banyak sekali imam kita (Syafi’iyah) memilih mazhab Malik r.a., bahwa ar pada umumnya tidak dapat menjadi najis, melainkan jika telah mengalami perubahan. Dalam hal ini (sedikat atau banyak) hukum air yang mengalir sama dengan yang tidak mengalir.
Diterangkan dalam kaul Qadim: Air sedikit tidak dapat menjadi najis (jika terkena najis), kecuali bila mengalami perubahan. Pendapat ini seperti mazhab Imam Malik r.a. : Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ berkata: Baik najis itu padat atau cair.
Air sedikit yang telah menjadi najis, jika mencapai dua kulah, akan menjadi sud lagi, walaupun dengan cara menambahkan air najis, sekira tidak menyebabkannya berubah. Air banyak yang najis, dapat menjadi suci kembali setelah hilang perubahan dengan sendirinya, menambahkan atau menguranginya, sedangkan sisa air itu masih ada dua kulah.
Kedua:
Mengalirkan
air
pada anggota tubuh
yang dibasuh
Karena itu, tidak cukup
hanya mengusapkan
air
tanpa mengalir
sebab hal itu
tidak disebut
membasuh
Ketiga:
tidak terdapat
terhadapnya
yakni
Pada anggota wudu
sesuatu yang dapat merubah
pada air
dengan perubahan
yang membahayakan
misalnya za’faran
dan kayu cendana
Sementara berpendapat lain
segolongan ulama
Keempat:
tidak terdapat
Pada anggota wudu
suatu penghalang
antara
air
dengan anggota basuhan
misalnya kapur
lilin
minyak
yang sudah mengeras
bekas tinta
yang masih ada zatnya
dan inai
Berbeda
dengan minyak
yang mengalir
yakni
mencair
walaupun
tidak menetap
air tersebut
pada anggota wudhu
dan bekas
noda tinta
atau inai
Disyaratkan juga
sebagaimana
penetapan ulama
Hendaknya tiada
kotoran
di bawah
kuku
yang mengganggu
sampai
air
ke kulitnya.
Sementara berpendapat lain
segolongan ulama
di antaranya
adalah Al-Ghazali
Az-Zarkasi
dan lain-lain
di mana mereka menguatkan
pendapatnya
dan menjelaskan
bahwa sesuatu
yang berada
di bawah kuku
yakni dari kotoran
bukan sejenis adonan roti
merupakan
dispensasi
Disyaratkan
Imam Al-Adzra’i
dan lainnya
menunjukkan atas kelemahan
pendapat tersebut
dan sungguh
telah dipaparkan
Dalam Kitab At-Tatimmah
dan lainnya
yang terdapat
dalam Ar-Raudhah
dan lainnya
kemudian
adapun
telah disepakati
terhadap sesuatu
bahwa kotoran yang berada
yang ada di bawah kuku
sekira
dapat menghalangi
mengalirnya
air
adalah tidak dapat dimaklumi keberadaannya
dan berfatwa
Al-Baghawi
dalam
masalah kotoran
yang diakibatkan
oleh debu
bahwa hal itu
mencegah
sah
wudu
Berbeda
dengan kotoran yang timbul
dari badan sendiri
yaitu
keringat
yang mengkristal
telah dikukuhkan
Pendapat ini
dalam Kitab Al-Anwar.
(و) ثانيها: (جري ماء على عضو) مغسول، فلا يكفي أن يمسه الماء بلا جريان لانه لا يسمى غسلا. (و) ثالثها: (أن لا يكون عليه) أي على العضو (مغير للماء تغيرا ضارا) كزعفران وصندل، خلافا لجمع. (و) رابعها: (أن لا يكون على العضو حائل) بين الماء والمغسول، (كنورة) وشمع ودهن جامد وعين حبر وحناء، بخلاف دهن جار أي مائع - وإن لم يثبت الماء عليه - وأثر حبر وحناء. وكذا يشترط - على ما جزم به كثيرون - أن لا يكون وسخ تحت ظفر يمنع وصول الماء لما تحته، خلافا لجمع منهم الغزالي والزركشي وغيرهما، وأطالوا في ترجيحه وصرحوا بالمسامحة عما تحتها من الوسخ دون نحو العجين. وأشار الاذرعي وغيره إلى ضعف مقالتهم. وقد صرح في التتمة وغيرها، بما في الروضة وغيرها، من عدم المسامحة بشئ مما تحتها حيث منع وصول الماء بمحله. وأفتى البغوي في وسخ حصل من غبار بأنه يمنع صحة الوضوء، بخلاف ما نشأ من بدنه وهو العرق المتجمد. وجزم به في الانوار
Kedua: Mengalirkan air pada anggota yang dibasuh. Karena itu, tidak cukup hanya mengusapkan air tanpa mengalir, sebab hal itu tidak disebut membasuh.
Ketiga: Pada anggota wudu tidak terdapat perkara yang membahayakan bagi perubahan air, misalnya za’faran dan kayu cendana. Sementara segolongan ulama berpendapat lain.
Keempat: Tiada penghalang antara anggota basuhan dengan air, misalnya kapur, lilin, minyak yang sudah mengeras, bekas tinta yang masih ada zatnya dan inai.
Berbeda dengan minyak yang masih basah –walaupun air masih tetap melesetdan bekas noda tinta atau inai
Disyaratkan juga sebagaimana penetapan ulama: Hendaknya tiada kotoran di bawah kuku yang mengganggu air sampai ke kulitnya. Sementara segolongan ulama berpendapat lain: di antaranya adalah Al-Ghazali, Az-Zarkasi dan lain-lain, di mana mereka menguatkan pendapatnya dan menjelaskan (adanya kotoran tersebut) adalah sebagai sesuatu yang bisa dimaklumi – terjadinya, selama kotoran itu adalah kotoran biasa, bukan semacam adukan bahan roti. (Ibnu Hajar mengatakan: Pendapat tersebut adalah daif).
Imam Al-Adzra’i dan lainnya menunjukkan atas kelemahan pendapat tersebut.
Dalam Kitab At-Tatimmah dan lainnya telah dipaparkan mengenai yang terdapat dalam ArRaudhah dan lainnya, bahwasesuatu yang ada di bawah kuku, sekira dapat menghalangi air, adalah tidak dapat dimaklumi keberadaannya.
Al-Baghawi berfatwa dalam masalah kotoran yang diakibatkan debu, bahwa hal itu mencegah sah wudu, Berbeda dengan kotoran yang timbul dari badan sendiri, yaitu keringat yang mengkristal. Pendapat ini telah dikukuhkan dalam Kitab Al-Anwar.
Kelima
Masuk
waktu
bagi yang terus-menerus
berhadas
misalnya orang beser kencing
dan wanita mustahadhah
Disyaratkan
bagi orang seperti itu
juga
Perkiraannya
bahwa waktu sudah masuk
Karena itu, ia belum boleh wudu
sebagaimana orang tayamum
untuk salat fardu
atau sunah
yang ditentukan waktunya
sebelum
masuk waktu
pengerjaannya
dan shalat
Jenazah
sebelum
dimandikannya
salat Tahiyatulmesjid
sebelum
masuk
mesjid
atau salat Rawatib
Ba’diyah
sebelum
melakukan
salat fardunya
wajib mengerjakan
dua kali wudu
atau tayamum
terhadap
Khatib
yang selalu
berhadas
Pertama
untuk dua khotbah
dan terakhir
setelahnya yang kedua
untuk salat
Jumat
sedangkan bagi orang
maka cukup satu kali wudu
untuk khotbah dan salatnya
selain itu
dan wajib wudu
Dia (orang beser)
wudu
setiap
akan mengerjakan kefarduan
seperti halnya tayamum
Begitu juga
wajib mencua
farji (vagina)
mengganti
kapas
untuk
penutup lubang vagina
dan tali penguatnya
meskipun semuanya
tidak berubah
dari tempatnya
dan Bagi
orang
yang beser kencing
‘wajib segera
mengerjakan salat
maka apabila
menundanya
karena ada maslahat
misalnya: menanti
jamaah
atau shalat jum'at
meskipun
hingga melewati
dari
awal
waktu
atau berjalan
ke mesjid
maka tidak
menjadi masalah
و خامسها: (دخول وقت لدائم حدث) كسلس ومستحاضة. ويشترط له أيضا ظن دخوله، فلا يتوضأ - كالمتيمم - لفرض أو نفل مؤقت قبل وقت فعله، ولصلاة جنازة قبل الغسل، وتحية قبل دخول المسجد، وللرواتب المتأخرة قبل فعل الفرض، ولزم وضوآن أو تيممان على خطيب دائم الحدث، أحدهما: للخطبتين والآخر بعدهما لصلاة جمعة، ويكفي واحد لهما لغيره، ويجب عليه الوضوء لكل فرض - كالتيمم وكذا غسل الفرج وإبدال القطنة التي بفمه والعصابة، وإن لم تزل عن موضعها. وعلى نحو سلس مبادرة بالصلاة، فلو أخر لمصلحتها كانتظار جماعة أو جمعة وإن أخرت عن أول الوقت وكذهاب إلى مسجد لم يضره.
Kelima: Masuk waktu,
bagi yang berhadas terus-menerus, misalnya orang beser kencing dan wanita mustahadhah.
Disyaratkan juga bagi orang seperti itu! Perkiraannya, bahwa waktu sudah masuk: Karena itu, ia belum boleh wudu –sebagaimana orang tayamum– untuk salat fardu atau sunah yang ditentukan waktunya, sebelum masuk waktunya, salat Jenazah sebelum dimandikannya, salat Tahiyatulmesjid, sebelum masuk mesjid, atau salat Rawatib Ba’diyah sebelum melakukan salat fardunya.
Khatib yang selalu berhadas, wajib mengerjakan dua kali wudu atau tayamum. Pertama untuk dua khotbah, sedangkan kedua untuk salat Jumat. Sedang bagi orang selain itu, maka cukup satu kali wudu untuk khotbah dan salatnya.
Dia (orang beser), wajib wudu setiap akan mengerjakan kefarduan –seperti halnya tayamum–, Begitu juga (bagi wanita mustahadhah), wajib mencua farji (vagina), mengganti kapas penutup lubang vagina dan tali penguatnya, meskipun semuanya tidak berubah dari tempatnya.
Bagi orang yang beser kencing, ‘wajib segera mengerjakan salat. Apabila menundanya karena ada maslahat, misalnya: menanti jamaah atau salat Jusnat -walau. pun hingga melewati awal waktu–, atau berjalan ke mesjid, maka tidak menjadi masalah.
Fardu wudu
ada enam:
Pertama
Niat
wudu
menunaikan
kefarduan
wudu
menghilangkan
hadas
bagi selain orang
yang selalu
berhadas
hingga
dalam
masalah wudu
kesemuanya tersebut
yang diperbarui
niat thaharah dari hadas
atau thaharah
untuk menunaikan
ibadah semacam salat
yaitu ibadah
yang tidak bisa dilakukan
kecuali
dengan wudu
atau niat memperoleh kebolehan melakukan ibadah
yang perlu
dengan
wudu
misalnya salat
dan menyentuh
Mushaf
Dalam wudu, tidaklah cukup
niat
memperoleh kebolehan melaksanakan ibadah
yang disunahkan
baginya
terhadap wudhu
misalnya membaca
Al-Qur’an
alhadits
masuk
mesjid
atau ziarah
kubur
Dasar hukum
tentang
kewajiban
niat
adalah hadis
sesungguhnya
setiap perbuatan itu
tergantung dengan niatnya
Maksudnya
kesahan amal
sesungguhnya dengan niat.
bukan kesempurnaan amal
Dalam niat, wajib
membersamakan niat
pada
awal
membasuh
bagian
dari
muka
maka jika
meletakkan niat
di tengah membasuh muka
maka hal itu sudah mencukupi
namun wajib
mengulangi
basuhan
yang sudah terjadi sebelum niat tersebut
dan tidak boleh
meletakkan niat
sebelum basuhan muka
sekira
tidak bisa membersamakan niat
pada
basuhan
sesuatu
sebagian dari basuhan itu
Basuhan yang bersamaan dengan niat
disebut
Karena itu, terlepaslah
awalnya
kesunahan
berkumur
jika ikut terbasuh
bersama berkumur
sesuatu
dari muka
misalnya merah
bibir
sesudah
niat
Yang utama
hendaknya memisah-misahkan
niat
niat
niat
Dengan cara niat
di waktu
setiap
membasuh
kedua telapak tangan
berkumur
dan menyesap air ke dalam hidung
merupakan Sunnah
berwudu
kemudian
niat fardu
wudu
ketika
membasuh
muka
Dengan demikian
tidaklah terlepas
fadilah
niat
dari
awal wudu
menyesap air ke dalam hidung
berkumur
serta membasuh
bagian luar
bibir
(وفروضه ستة) أحدها: (نية) وضوء أو أداء (فرض وضوء) أو رفع حدث لغير دائم حدث، حتى في الوضوء المجدد أو الطهارة عنه، أو الطهارة لنحو الصلاة، مما لا يباح إلا بالوضوء، أو استباحة مفتقر إلى وضوء كالصلاة ومس المصحف. ولا تكفي نية استباحة ما يندب له الوضوء، كقراءة القرآن أو الحديث، وكدخول مسجد وزيارة قبر. والاصل في وجوب النية خبر، إنما الاعمال بالنيات. أي إنما صحتها لاكمالها. ويجب قرنها (عند) أول (غسل) جزء من (وجه)، فلو قرنها بأثنائه كفى ووجب إعادة غسل ما سبقها. ولا يكفي قرنها بما قبله حيث لم يستصحبها إلى غسل شئ منه، وما قارنها هو أوله، فتفوت سنة المضمضة إن انغسل معها شئ من الوجه - كحمرة الشفة - بعد النية فالاولى أن يفرق النية بأن ينوي عند كل من غسل الكفين والمضمضة والاستنشاق سنة الوضوء، ثم فرض الوضوء عند غسل الوجه، حتى لا تفوت فضيلة استصحاب النية من أوله. وفضيلة المضمضة والاستنشاق مع انغسال حمرة الشفة
Fardu Wudu
Fardu wudu ada enam:
Pertama: Niat wudu, menunaikan kefarduan wudu, menghilangkan hadas bagi selain orang yang selalu berhadas, –kesemuanya tersebut hingga dalam masalah wudu yang diperbarui–, niat thaharah dari hadas, atau thaharah untuk menunaikan ibadah semacam salat, yaitu ibadah yang dilakukan hanya dengan wudu, atau niat memperoleh kebolehan melakukan ibadah yang perlu dengan wudu, misalnya salat dan menyentuh Mushaf.
Dalam wudu, tidaklah cukup niat memperoleh kebolehan melaksanakan ibadah yang disunahkan wudu, misalnya membaca Al-Qur’an, alhadits, masuk mesjid atau ziara kubur. Dasar hukum tentang
Dasar hukum tentang kewajiban niat adalah hadis: “Amal-amal itu bisa sah hanya dengan niat”. Maksudnya, kesahan amal, bukan kesempurnaan amal, adalah dengan niat.
Dalam niat, wajib membersamakan niat pada awal membasuh muka. Jika meletakkan niat di tengah membasuh muka, maka hal itu adalah sudah mencukupi, namun wajib mengulangi basuhan yang sudah terjadi sebelum niat tersebut.
Tidak boleh meletakkan niat sebelum basuhan muka, sekira tidak bisa membersamakan niat dengan sebagian dari basuhan itu. Basuhan yang bersamaan dengan niat, adalah disebut awalnya. Karena itu, terlepaslah kesunahan berkumur, jika sesuatu dari muka ikut terbasuh bersama berkumur, misalnya merah bibir –sesudah niat–.
Yang utama, hendaknya memisah-misahkan niat. Dengan cara niat kesunahan berwudu di waktu membasuh kedua telapak tangan, berkumur dan menyesap air ke dalam hidung, lalu niat fardu wudu ketika membasuh muka. Dengan demikian, tidaklah terlepas fadilah melangsungkan niat dari awal wudu, berkurtur, ‘menyesap air ke dalam hidung serta membasuh bibir luar.
Kedua:
Membasuh
kulit
muka
Berdasarkan ayat
“Maka basuhlah
muka kalian semua”.
adalah:
Batas bujur muka
Antara tempat-tempat
tumbuh
rambut
kepala
yang wajar
sampai bawah
pertemuan
dua rahang
dengan dibaca fat-hah
huruf lamnya
yang ujungnya masuk
daerah muka
bukan daerah
yang di bawahnya
dan bukan pula rambut
yang di bawahnya
pada
yang di bawahnya
Sedangkan
batas lintang muka
Antara
dua telinga.
dan Wajib
membasuh
rambut
muka
yaitu bulu mata
rambut pelipis (alis)
kumis
kumis bawah
dan jenggot
yaitu
rambut yang tumbuh
pada. dagu
sedangkan dagu adalah
tempat pertemuan
dua rahang
rambut ati-atis
rambut
yang tumbuh
di tepi (pipi)
setentang
telinga
jambang
yaitu
rambut yang menghubungkan
antara atiati
dengan jenggot
dan Termasuk daerah muka
bagian luar
bibir
dan tempat
tutup
yaitu
bagian yang ditumbuhi
terhadapnya
rambut
pada kening
tidak masuk daerah muka
Tempat
tahdzif (membersihkan rambut)
Menurut
pendapat Ashah
yaitu
bagian yang ditumbuhi
terhadapnya
rambut
tipis
antara
pangkal
ati-ati
dan naz’ah
Tidak termasuk juga
puting telinga
dan dua naz’ah
yaitu dua daerah
yang bebas rambut
kiri-kanan
ubunubun
juga tempat
botak
yaitu
daerah menjorok di antara dua naz’ah
jika
terjadi kerontokan
pada rambut
dan sunah
dibasuh
setiap
Bagian-bagian
yang sesungguhnya
bukan
termasuk muka
dan Wajib
membasuh
luar
dan dalam
setiap
rambut di daerah muka
yang telah lewat
sekalipun
lebat
lebat
karena rambut tersebut jarang sekali
tumbuh lebat
Tetapi tidak wajib membasuh
yang lebat
dalam jenggot
dan jambang
Ketentuan lebat
adalah sekira kulit tidak
tampak
dari sela-sela
rambutnya
di tempat
perbincangan
pada umumnya
Wajib juga
membasuh
bagian yang tidak nyata
membasuh
keseluruhannya
kecuali
dengan membasuh bagian tersebut
Sebab sesungguhnya
jika tidak bisa
sempurna
sesuatu yang wajib
kecuali
dengan perkara lain
maka perkara tersebut ikut menjadi wajib
(و) ثانيها: (غسل) ظاهر (وجهه) لآ ية: * (فاغسلوا وجوهكم) * (وهو) طولا (ما بين منابت) شعر (رأسه) غالبا (و) تحت (منتهى لحييه) - بفتح اللام - فهو من الوجه دون ما تحته، والشعر النابت على ما تحته، (و) عرضا (ما بين أذنيه). ويجب غسل شعر الوجه من هدب وحاجب وشارب وعنفقة ولحية - وهي ما نبت على الذقن - وهو مجتمع اللحيين - وعذار - هو ما نبت على العظم المحاذي للاذن - وعارض - وهو ما انحط عنه إلى اللحية -. ومن الوجه حمرة الشفتين وموضع الغمم - وهو ما نبت عليه الشعر من الجبهة دون محل التحذيف على الاصح، وهو ما نبت عليه الشعر الخفيف بين ابتداء العذار والنزعة - ودون وتد الاذن والنزعتين - وهما بياضان يكتنفان الناصية - وموضع الصلع - وهو ما بينهما إذا انحسر عنه الشعر -. ويسن غسل كل ما قيل إنه ليس من الوجه. ويجب غسل ظاهر وباطن كل من الشعور السابقة - وإن كثف - لندرة الكثافة فيها، لا باطن كثيف لحية وعارض - والكثيف ما لم تر البشرة من خلاله في مجلس التخاطب عرفا - ويجب غسل ما لا يتحقق غسل جميعه إلا بغسله، لان ما لا يتم الواجب إلا به واجب.
Kedua: Membasuh kulit muka. Berdasarkan ayat: “Maka basuhlah : muka kalian semua”.
Batas bujur muka adalah: Antara tempat-tempat tumbuh rambut kepala yang wajar sampai bawah pertemuan dua rahang –dengan dibaca fat-hah huruf lamnya– yang ujungnya masuk daerah muka, bukan daerah yang di bawahnya dan bukan pula rambut yang tumbuh di bawahnya. Sedangkan batas lintang muka adalah: Antara dua telinga.
Wajib membasuh rambut muka. yaitu bulu mata, rambut pelipis (alis), kumis, kumis bawah dan jenggot –yaitu rambut pada. dagu: sedangkan dagu adalah tempat pertemuan dua rahang–, rambut ati-atis –rambut yang tumbuh di tepi (pipi) setentang telinga–, jambang, yaitu rambut yang menghubungkan antara atiati dengan jenggot.
Termasuk daerah muka, adalah bibir luar dan tempat tutup (sinome = Jawa): yaitu bagian atas kening yang ditumbuhi rambut, Menurut pendapat Ashah: Tempat tahdzif (membersihkan rambut) itu tidak masuk daerah muka, ialah tempat di mana tumbuh rambut tipis antara pangkal ati-ati dan naz’ah (lengare = Jawa). Tidak termasuk juga puting telinga dan dua naz’ah, yaitu dua daerah yang bebas rambut kiri-kanan ubunubun, juga tempat botak, yaitu daerah menjorok di antara dua naz’ah, jika rambut terjadi kerontokan.
Bagian-bagian yang bukan termasuk muka, sunah dibasuh.
Wajib membasuh luar dan dalam setiap rambut di daerah muka yang telah lewat, –sekalipun lebat–, karena rambut tersebut jarang sekali tumbuh lebat di sana. Tetapi tidak wajib membasuh dalam jenggot dan jambang yang lebat.
Ketentuan lebat, adalah sekira kulit tidak tampak dari sela-sela rambutnya, ketika berada di majelis.
Wajib juga membasuh bagian yang tidak nyata basuhan keseluruhannya, kecuali dengan membasuh bagian tersebut. Sebab, sesuatu yang wajib jika tidak bisa sempurna kecuali dengan perkara lain, maka perkara tersebut ikut menjadi wajib.
Ketiga
Membasuh
dua tangan
dari telapak tangan
sampai ke siku
dengan suatu
berdasarkan
ayat Alqur-an
dan wajib
dibasuh
keseluruhan
Perkara-perkara yang berada
pada
daerah
fardu
yaitu rambut
dan kuku
sekalipun
panjang.
Cabang:
Jika
seseorang lupa membasuh
seberkas anggota
lalu terbasuh
ketika
ketiga kalinya
atau
ketika mengulangi
wudu
karena lupa
terhadapnya
bukan karena membarui wudu
dan berhati-hati
maka hal itu sudah mencukupi
Keempat
Mengusap
sebagian
kepala
Seperti halnya naz’ah
kulit bebas rambut
yang berada
di belakang
telinga
baik berwujud kulit
atau
rambut
asal berada
di daerah kepala
sekalipun
hanya setengah
rambut
ataupun sehelainya
berkata
Imam Al-Baghawi
Seyogianya
tidaklah mencukupi
hanya dengan kurang
dari
sebatas
ubun-ubun
Ubun-ubun adalah
tempat yang berada
di antara
dua naz’ah.
Sebab, Nabi
Muhammad SAW
tidak pernah
mengusap
yang kurang
dari batas ubun-ubun
Hal itu adalah
riwayat
dari
Imam Abu Hanifah
rahimahullah
Menurut pendapat yang masyhur
dari Abu Hanifah
adalah wajib
membasuh
seperempat kepala
Kelima
Membasuh
dua kaki
besertaan setiap
mata kaki
dari
setiap
kaki
atau
dengan mengusap
berdasarkan suatu ayat
dua khuf
dengan memenuhi syarat-syaratnya
Wajib juga
Membasuh
bagian dalam
lubang
atau sobekan pada anggota
(و) ثالثها: (غسل يديه) من كفيه وذراعيه (بكل مرفق) للآية. ويجب غسل جميع ما في محل الفرض من شعر وظفر، وإن طال. (فرع) لو نسي لمعة فانغسلت في تثليث، أو إعادة وضوء لنسيان له، لا تجديد واحتياط، أجزأه. (و) رابعها: (مسح بعض رأسه) كالنزعة والبياض الذي وراء الاذن بشر أو شعر في حده، ولو بعض شعرة واحدة، للآية. قال البغوي: ينبغي أن لا يجزئ أقل من قدر الناصية، وهي ما بين النزعتين، لانه (ص) لم يمسح أقل منها، وهو رواية عن أبي حنيفة رحمه الله تعالى، والمشهور عنه وجوب مسح الربع. (و) خامسها: (غسل رجليه) بكل كعب من كل رجل، للآية. أو مسح خفيهما بشروطه. ويجب غسل باطن ثقب وشق
Keempat: Mengusap sebagian kepala.
Imam Al-Baghawi berkata:. Seyogianya, tidaklah mencukupi hanya dengan kurang dari sebatas ubun-ubun–Ubun-ubun adalah tempat yang berada di antara dua : naz’ah.
Seperti halnya naz’ah, kulit bebas rambut yang berada di belakang telinga, baik berwujud kulit atau rambut, asal berada di daerah kepala, sekalipun hanya setengah helai rambut. Karena berdasarkan ayat.
Sebab, Nabi Muhammad saw. tidak pernah mengusap yang kurang dari batas ubun-ubun. Hal itu adalah riwayat dari Imam Abu Hanifah -rahimahullah-. Menurut pendapat yang masyhur dari Abu Hanifah, adalah wajib membasuh seperempat kepala.
Kelima: Membasuh dua kaki, berikut mata kaki masing-masing, berdasarkan suatu ayat. Atau dengan mengusap dua khuf, dengan memenuhi syarat-syaratnya.
Wajib juga membasuh bagian dalam lubang atau sobekan pada anggota.
Cabang:
Jika ada yang masuk
semacam duri
ke kaki
di mana tampak dari luar
sebagian darinya
maka wajib
mencabut
dan membasuh
tempat tertusuknya
karena sesungguhnya
tempat itu
dihukumi
luar
maka jika
duri itu masuk
keseluruhannya
maka hal tersebut
dihukumi
anggota dalam
karena itu maka sah
wudunya
walaupun
terjadi bengkak
pada kaki
atau lainnya
tidak wajib
membasuh
dalam anggota yang tertusuk duri
selama
belum pecah
maka jika
pecah
maka wajib
membasuh
bagian dalamnya
selama
tidak menutup kembali.
(فرع) لو دخلت شوكة في رجله وظهر بعضها، وجب قلعها وغسل محلها لانه صار في حكم الطاهر، فإن استترت كلها صارت في حكم الباطن فيصح وضوؤه. ولو تنفط في رجل أو غيره لم يجب غسل باطنه ما لم يتشقق، فإن تشقق وجب غسل باطنه ما لم يرتتق
Cabang:
Jika ada semacam duri masuk ke kaki, di mana sebagian darinya tampak dari luar, maka wajib mencabut dan membasuh tempat tertusuknya, karena tempat itu dihukumi luar.
Jika duri itu masuk keseluruhannya, maka dihukumi anggota dalam. Karena itu, wudunya sah, . dan tidak wajib membasuh dalam anggota yang tertusuk duri, walaupun terjadi bengkak pada kaki atau lainnya, selama belum pecah. Apabila pecah, maka wajib membasuh bagian dalamnya, selama tidak menutup kembali.
Cabang:
para ulama menyebutkan
Dalam
masalah mandi
sesungguhnya
diampuni
bagian dalam
pada ikatan-ikatan
rambut
maksudnya
jika
mengikat
dengan sendirinya
Di-ilhaq-kan (disamakan)
dengan masalah ini
orang yang terkena penyakit
sejenis
telur kutu
yang melekat
pada pangkal
rambutnya
sehingga
mencegah
sampainya
air
pada kulit
dan tidak
mungkin
membersihkannya.
dan telah
dijelaskan
Seorang guru
dari guru-guru kita
yaitu Imam Zakariya
Al-Anshari
Orang tersebut
tidak dapat disamakan
dengan .masalah ikatan rambut di atas
Akan tetapi
orang yang terkena penyakit telur kutu
harus tayamum
Tetapi
berkata:
yang menjadi murid beliau
guru kami (Ibnu Hajar AlHaitami)
Pendapat yang
beralasan
diampuni
karena ada unsur darurat.
(تنبيه) ذكروا في الغسل أنه يعفى عن باطن عقد الشعر أي إذا انعقد بنفسه وألحق بها من ابتلي بنحو طبوع لصق بأصول شعره حتى منع وصول الماء إليها ولم يمكن إزالته. وقد صرح شيخ شيوخنا زكريا الانصاري بأنه لا يلحق بها، بل عليه التيمم. لكن قال تلميذه - شيخنا -: والذي يتجه العفو للضرورة.
Peringatan!
Dalam masalah mandi, para ulama menyebutkan: Sungguh, diampuni bagian dalam pada ikatan-ikatan rambut, jika mengikat dengan sendirinya. Di-ilhaq-kan (disamakan) dengan masalah ini, orang yang terkena penyakit telur kutu pada pangkal rambutnya, sehingga mencegah air sampai pada kulit dan tidak mungkin membersihkannya.
Seorang guru dari guru-guru kita, yaitu Imam Zakariya Al-Anshari menjelaskan: Orang tersebut tidak dapat disamakan dengan .masalah ikatan rambut di atas. Akan tetapi orang yang terkena penyakit telur kutu harus tayamum. Tetapi guru kami (Ibnu Hajar AlHaitami) yang menjadi murid beliau berkata: Pendapat yang beralasan adalah diampuni, karena ada unsur darurat.
Keenam
Tertib
sebagaimana
tersebut di atas
Yaitu mendahulukan
basuhan
muka
kedua tangan
kepala
lalu dua kaki
berdasarkan ittiba’ (mengikuti Nabi).
Jika yang menyelam
orang yang berhadas
walaupun
dalam
air
sedikit
dengan niat
yang benar
di atas
yang telah disebutkan
maka hal tersebut telah mencukupi
dari wudhu nya
meskipun
tidak mencukupi
untuk menyelam
waktu tersebut
seumpama
digunakan wudu
secara tertib
Benar!
Jika seseorang mandi
dengan menyiramkan air serta niat wudu
maka disyaratkan
yang di dalamnya
tertib
dengan sebenar-benarnya
dan tidak menjadi masalah
lupa
tidak membasuh sedikit anggota
atau beberapa anggota
pada
selain
yang tidak tersiram air
anggota wudu
bahkan
meskipun
terdapat
pada
tidak sampainya air
pada anggota tersebut
penghalang itu
misalnya lilin
maka tidak menjadi masalah
Hal ini sebagaimana
yang dijelaskan
oleh guru kita (Ibnu Hajar Al-Haitami).
dan jika
seseorang berhadas kecil
dan besar
maka sudah mencukupi
mandi janabah
untuk keduanya
jika telah disertai niat wudu
Dan tidak wajib
yakin
bahwa telah merata
air tersebut
pada seluruh
anggota tubuhnya
akan tetapi
cukuplah
dengan suatu
perkiraan saja
(sebab dengan adanya niat mandi, hadas kecil masuk dalam hadas besar -pen).
(و) سادسها: (ترتيب) كما ذكر من تقديم غسل الوجه فاليدين فالرأس فالرجلين للاتباع. ولو انغمس محدث، ولو في ماء قليل بنية معتبرة مما مر أجزأه عن الوضوء، ولو لم يمكث في الانغماس زمنا يمكن فيه الترتيب. نعم، لو اغتسل بنيته فيشترط فيه الترتيب حقيقة، ولا يضر نسيان لمعة أو لمع في غير أعضاء الوضوء، بل لو كان على ما عدا أعضائه، مانع كشمع لم يضر - كما استظهره شيخنا -. ولو أحدث وأجنب أجزأه الغسل عنهما بنيته. ولا يجب تيقن عموم الماء جميع العضو بل يكفي غلبة الظن به
Keenam: Tertib, sebagaimana tersebut di atas. Yaitu mendahulukan basuhan muka, kedua tangan, kepala, lalu dua kaki, berdasarkan ittiba’ (mengikuti Nabi). Jika orang yang berhadas menyelam, walaupun dalam air sedikit, dengan niat yang benar di atas, maka cukup wudunya, meskipun waktu untuk menyelam tersebut umpama digunakan wudu secara tertib tidak mencukupi.
Benar! Jika seseorang mandi dengan menyiramkan air serta niat wudu, maka disyaratkan benar-benar tertib. Di sini udaklah menjadi masalah dengan ketidak tahuan atas seberkas atau beberapa berkas bagian selain anggota wudu yang tidak tersiram air, bahkan meskipun pada anggota itu terdapat penghalang air, misalnya lilin. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh guru kita (Ibnu Hajar Al-Haitami).
Jika seseorang berhadas kecil dan besar, maka sudah mencukupi mandi janabah untuk keduanya, jika telah disertai niat wudu. Dan tidak wajib yakin, bahwa air telah merata pada seluruh anggota tubuhnya: akan tetapi cukuplah dengan suatu perkiraan saja (sebab dengan adanya niat mandi, hadas kecil masuk dalam hadas besar -pen).
Cabang:
Jika ragu
orang yang berwudu
atau mandi
atas kesucian
anggotanya
sebelum
selesai
wudu
atau mandinya
maka dia harus menyucikannya
dan menyucikan anggota
yang ada sesudahnya
(jika) dirnisbatkan masalah wudu
Atau keraguan setelah
selesai
bersuci
maka hal itu tidak membawa pengaruh apa-apa
dan jika
keraguan itu
dalam
masalah niat
tidak apa-apa
juga
menurut
beberapa wajah pendapat
seperti yang termaktub
dalam
Syarah
Minhaj
susunan Guru kita
Disitu dia berkata
Di bawah ini
dapat dikiaskan
hukumnya
dalam
masalah
Fatihah
sebelum
rukuk
Yaitu: Apabila yang bersuci
merasa ragu
setelah
satu anggota
dalam
asal
pembasuhan
maka seseorang tersebut
wajib mengulangi basuhan itu
atau ragu akan pemerataan basuhannya
maka dia tidak wajib mengulangi basuhannya
Karena itu diarahkan
perkataan mereka
yang pertama
pada
keraguan
adanya
asal basuhan
anggota wudhu
bukan pemerataan basuhan.
(فرع) لو شك المتوضئ أو المغتسل في تطهير عضو قبل الفراغ من وضوئه أو غسله طهره، وكذا ما بعده في الوضوء، أو بعد الفراغ من طهره، لم يؤثر. ولو كان الشك في النية لم يؤثر أيضا على الاوجه، كما في شرح المنهاج لشيخنا، وقال: فيه قياس ما يأتي في الشك بعد الفاتحة وقبل الركوع: أنه لو شك بعد عضو في أصل غسله لزمه إعادته، أو بعضه لم تلزمه. فليحمل كلامهم الاول على الشك في أصل العضو لا بعضه
Cabang:
Jika yang berwudu atau mandi ragu atas kesucian anggotanya sebelum selesai wudu atau mandinya, maka dia harus menyucikannya, dan menyucikan anggota yang ada sesudahnya, (jika) dirnisbatkan masalah wudu.
Atau keraguan setelah bersuci, maka hal itu tidak membawa pengaruh apa-apa.Dan jika keraguan itu dalam masalah niat, juga tidak apa-apa, menurut beberapa wajah pendapat, seperti yang termaktub dalam Syarah
Minhaj, susunan Guru kita.
Disitu dia berkata: Di bawah ini dapat dikiaskan hukumnya dengan keraguan yang terjadi dalam masalah Fatihah sebelum rukuk. Yaitu: Apabila yang bersuci merasa ragu: apa sudah membasuh seluruh anggota atau belum, maka dia wajib mengulangi basuhan itu, atau ragu akan pemerataan basuhannya, maka dia tidak wajib mengulangi basuhannya.
Karena itu, perkataan mereka yang pertama (yang ragu atas kesucian seluruh basuhan anggota atau belum) diarahkan pada keraguan adanya basuhan, bukan pemerataan basuhan.
Sunah-sunah
bagi orang yang wudu
meskipun
menggunakan air
hasil ghasab,
atas
tinjauhan beberapa wajah pendapat
Membaca Basmalah
pada permulaan wudu
maksudnya
di awal
wudu
karena mengikuti ‘ Nabi saw.
Paling tidak, yang dibaca
Bismillah (dengan menyebut nama Allah)
Sedang sempurnanya
Bismillahir rahmanir rahim (dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang)
dan membaca basmallah wajib
menurut pendapat
Imam Ahmad r.a
dan sunnah
Sebelum membaca Basmalah
membaca Ta’awudz
dan sesudahnya sunah membaca
dua kalimat syahadat
serta Alhamdu lillah (Segala puji milik Allah )
yang
menjadikan
air
sebagai pencuci
dan sunnah
bagi seorang
yang lupa membaca Basmalah
di permulaan wudunya
untuk membaca
Bismillah tersebut
di tengah wudhu
dengan mengucapkan
Bismillah (dengan menyebut nama Allah)
dari awal
sampai akhir
tidak setelah
selesai wudhu
begitu pula
dalam
kasus seperti
makan
minum
mengarang
dan memakai celak mata
dari sesuatu
yang disunahkan
membaca basmallah
baginya
Apa yang dipindah
dari
Imam Syafi’i
dan kebanyakan
beberapa sahabat
bahwasannya
di awal wudhu
disunahkan
membaca basmallah
Seperti itu juga
kemantapan
Imam An-Nawawi
dalam
Majmu’
serta imam lainnya
karena itu orang yang niat berwudhu
bersamaan dengan basmallah
ketika
membasuh
kedua tangan
dan berkata
Segolongan
ulama terdahulu
Sebenarnya
awal kesunahan-kesunahan wudu
adalah bersiwak
kemudian
sesudah itu
membaca Basmalah
Cabang:
Sunah
membaca Basmalah
ketika mulai membaca
Al-Qur'an
walaupun
dari
tengah-tengah
surah
dalam
salat
atau di luar salat
disunahkan pula waktu akan mandi
dan menyembelih
binatang
Membasuh
dua tepak tangan
secara bersama
sampai pergelangan
disertai membaca basmallah
sementara hati
niat wudu
meskipun
berwudu
dari
tempat semacam
atau
telah . meyakinkan
atas kesucian kedua tangannya
karena hal ini berdasarkan ittiba’.
(وسن) للمتوضئ - ولو بماء مغصوب على الاوجه - (تسمية أوله) أي أول الوضوء - للاتباع - وأقلها باسم الله، وأكملها بسم الله الرحمن الرحيم. وتجب عند أحمد، ويسن قبلها التعوذ وبعدها الشهادتان والحمد لله الذي جعل الماء طهورا. ويسن لمن تركها أوله أن يأتي بها أثناءه قائلا: باسم الله أوله وآخره. لا بعد فراغه. وكذا في نحو الاكل والشرب والتأليف، والاكتحال مما يسن له التسمية. والمنقول عن الشافعي وكثير من الاصحاب أن أول السنن التسمية، وبه جزم النووي في المجموع وغيره. فينوي معها عند غسل اليدين. وقال جمع متقدمون: إن أولها السواك ثم بعده التسمية. (فرع) تسن التسمية لتلاوة القرآن، ولو من أثناء سورة في صلاة أو خارجها، ولغسل وتيمم وذبح. (فغسل الكفين) معا إلى الكوعين مع التسمية المقترنة بالنية، وإن توضأ من نحو إبريق أو علم طهرهما - للاتباع
Sunah-sunah Wudu
Sunah bagi orang yang wudu: meskipun.menggunakan air hasil ghasab, –atas tinjauhan beberapa wajah pendapat–:
Paling tidak, yang dibaca: Bismillah.
Sedang sempurnanya! Bismillahir rahmanir rahim.
Membaca Basmalah menurut pendapat Imam Ahmad r.a., adalah wajib.
Sebelum membaca Basmalah, sunah membaca Ta’awudz: dan sesudahnya sunah membaca dua kalimat syahadat serta Alhamdu lillahil ladzii ja’alal maa-a thahuran. (Segala puji milik Allah yang telah menjadikan air sebagai pencuci).
Bagi yang lupa membaca Basmalah di permulaan wudunya, sunah di tengah wudunya membaca: Bismillahi awwalahu wa akhirahu (Dengan menyebut nama Allah dari awal sampai akhir). Tidak sunah membacanya setelah selesai wudu.
Kesunahan dan tata cara membaca Basmalah di atas, juga berlaku dalam amal-amal kebaikan, misalnya makan, minum, mengarang dan memakai celak mata.
Apa yang dipindah dari Imam Syafi’i dan beberapa sahabat Syafi’i, bahwa Basmalah adalah permulaan wudu. Seperti itu juga kemantapan Imam An-Nawawi dalam kitab Majmu’ serta imam lainnya. Karena itu, orang yang wudu hendaknya membaca Basmalah bersamaan ketika mencuci kedua tangannya, sementara itu hatinya niat wudu.
Segolongan ulama terdahulu berkata: Sebenarnya, awal kesunahan-kesunahan wudu, adalah bersiwak, sesudah itu membaca Basmalah (dari kedua pendapat tersebut, lalu dikumpulkan, bahwa permulaan kesunahan gauliyah dalam berwudu, adalah membaca Basmalah: dan kesunahan fi’liyah, adalah bersiwak -pen).
Cabang:
Sunah membaca Basmalah ketika mulai membaca Algur-an, walaupun dari tengah-tengah surah –di luar atau dalam salat–: disunahkan pula waktu akan mandi dan menyembelih binatang.
Bersiwak
dengan melebar
pada gigi
luar
dan dalam
serta memanjang
pada lidah
Berdasarkan sebuah hadis
yang shahih
“Jika aku tidak takut
bahwa
akan memberatkan
kepada
umatku
niscaya aku memerintahkannya
bersiwak
pada
setiap
wudu
maksudnya
Perintah tersebut
adalah “wajib”
Bersiwak itu bisa dihasilkan kesunahannya
dengan sesuatu
yang kasar
meskipun
berupa
sobekan kain (gombal)
atau kayu asynan (benalu).
menggunakan kayu ‘ud (kayu garu).
yang paling utama
dari yang lainnya
Sedangkan yang lebih utama lagi adalah kayu ‘ud basah
yang masih
berbau
wangi
Dari kayu tersebut yang lebih utama
adalah kayu arak
Tidak disunahkan bersiwak dengan menggunakan jarijemari
meskipun berwujud kasar
kebalikan pendapat tersebut
dengan memilih
Imam An-Nawawi
dan sesungguhnya hukumnya
sunah muakad
adalah bersiwak
walaupun
bagi orang
yang tidak bergigi
baginya
setiap
berwudu
dan setiap
akan salat
, baik salat fardu
atau sunah
meskipun
salam
dari
tiap
dua rakaat
atau sudah bersiwak
waktu berwudu
sekalipun
tidak terpisah sesuatu
antara salat dan wudunya
(Hukum sunah muakad bersiwak untuk setiap akan salat ini)
sekiranya
tidak dikhawatirkan
kenajisan
mulutnya
Hal itu
berdasarkan hadis yang diriwayatkan
oleh Imam AlHumaidi
dengan sanad
yang jayid
Salat dua rakaat yang dikerjakan
dengan bersiwak
lebih utama
daripada tujuh puluh
rakaat
tanpa bersiwak lebih dahulu
Jika lupa bersiwak
di permulaan salat
maka ia sunah melakukan
di tengah-tengahnya
dengan perbuatan
yang sedikit
sebagaimana memakai serban
Bersiwak juga sunah muakad
di waktu
akan membaca
Alqur-an
atau Alhadis
ilmu-ilmu
syariat (agama)
atau berubah
ketika mulut
berbau busuk
atau berubah warnanya
akibat semacam
tidur
atau makanan
yang berbau tidak menyenangkan
atau gigi
Serwarna
kuning
sesudah bangun
dari tidur
atau akan tidur
di kala hendak masuk
mesjid
atau rumah
sesudah waktu sahur
dan akan
dicabut nyawanya
sebagaimana
ditunjukkan
Semua itu
dalam hadis
Bukhari Muslim
Dikatakan
bahwa bersiwak (dalam keadaan sakratul Maut)
dapat mempercepat
keluar
roh dari jasad
Dari keterangan hadis tersebut
dapat disimpulkan
Bersiwak hukumnya
sunah muakad
bagi, orang sakit
dan harus
niat
Dalam bersiwak
mengerjakan kesunahan
supaya dapat pahala
atas yang dilakukannya
hendaknya juga
menelan ludah
bekas bersiwak yang pertama
namun
tidak perlu menyesap alat siwak
dan Sunnah
mencukil
baik dilakukan sebelum
bersiwak
ataupun sesudahnya
dari
sisa makanan
Bersiwak hukumnya
lebih utama
daripada mencukil
(tapi) pendapat ini berlawanan
dengan pendapat ulama
yang lainnya
dan hukumnya tidak makruh
Memakai alat siwak orang lain
asal
telah mendapat izin
atau
sudah diketahui
akan kerelaannya
Jika tidak demikian
maka hukumnya adalah haram
sebagaimana mengambil alat siwak itu
dari milik
orang lain
Demikian itu
jika memang tidak berlaku
kebiasaan
melarang
memakai siwak orang lain
dan hukumnya makruh
Orang yang berpuasa
sesudah
matahari tergelincir ke arah barat
selagi
tidak berubah bau
mulutnya
misalnya
akibat tidur
فسواك) عرضا في الاسنان ظاهرا وباطنا وطولا في اللسان، للخبر الصحيح: لولا أن أشق على أمتي لامرتهم بالسواك عند كل وضوء. أي أمر إيجاب. ويحصل (بكل خشن) ولو بنحو خرقة أو أشنان، والعود أفضل من غيره، وأولاه ذو الريح الطيب، وأفضله الاراك. لا بأصبعه ولو خشنة، خلافا لما اختاره النووي. وإنما يتأكد السواك - ولو لمن لا أسنان له - لكل وضوء. (ولكل صلاة) فرضها ونفلها وإن سلم من كل ركعتين أو استاك لوضوئها، وإن لم يفصل بينهما فاصل حيث لم يخش تنجس فمه، وذلك لخبر الحميدي بإسناد جيد: ركعتان بسواك أفضل من سبعين ركعة بلا سواك. ولو تركه أولها تداركه أثناءها بفعل قليل، كالتعمم، ويتأكد أيضا لتلاوة قرآن أو حديث أو علم شرعي، أو تغير فم - ريحا أو لونا - بنحو نوم أو أكل كريه، أو سن بنحو صفرة، أو استيقاظ من نوم وإرادته، ودخول مسجد ومنزل، وفي السحر وعند الاحتضار، كما دل عليه خبر الصحيحين. ويقال: إنه يسهل خروج الروح. وأخذ بعضهم من ذلك تأكده للمريض. وينبغي أن ينوي بالسواك السنة ليثاب عليه، ويبلع ريقه أول استياكه، وأن لا يمصه. ويندب التخليل قبل السواك أو بعده من أثر الطعام، والسواك أفضل منه، خلافا لمن عكس. ولا يكره بسواك غير أذن أو علم رضاه، وإلا حرم، كأخذه من ملك الغير، ما لم تجر عادة بالاعراض عنه. ويكره للصائم بعد الزوال، إن لم يتغير فمه بنحو نوم
Berdasarkan sebuah hadis sahih: “Jika aku tidak takut memberatkan
“umatku, niscaya aku memerintahkannya bersiwak setiap wudu.” Perintah yang dimaksudkan oleh beliau, adalah “wajib”,
Bersiwak itu bisa dihasilkan kesunahannya dengan sesuatu yang kasar, meskipun berupa sobekan kain (gombal) atau kayu asynan (benalu). Yang utama adalah menggunakan kayu ‘ud (kayu garu). Sedangkan yang lebih utama lagi adalah kayu ‘ud yang masih basah dan berbau wangi. Dari kayu tersebut yang lebih utama adalah kayu arak.Tidak disunahkan bersiwak dengan menggunakan jarijemari, meskipun berwujud kasar. Sementara itu, Imam An-Nawawi memilih kebalikan pendapat tersebut.
Bersiwak itu hukumnya sunah muakad, –walaupun bagi orang yang tidak bergigi-setiap berwudu, akan salat, baik salat fardu atau sunah, meskipun tiap dua rakaat salam atau sudah bersiwak waktu berwudu, dan sekalipun antara salat dan wudunya tidak terpisah sesuatu. (Hukum sunah muakad bersiwak untuk setiap akan salat ini), sekiranya tidak dikhawatirkan kenajisan mulutnya.
Hal itu berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam AlHumaidi dengan sanad yang jayid: “Salat dua rakaat yang dikerjakan dengan bersiwak, adalah lebih utama daripada tujuh puluh rakaat tanpa bersiwak lebih dahulu.”Jika lupa bersiwak di permulaan salat, maka ia sunah melakukan di tengah-tengahnya dengan perbuatan yang sedikit, sebagaimana memakai serban.
Bersiwak juga sunah muakad di waktu akan membaca Alqur-an atau Alhadis, ilmu agama, dan ketika mulut berbau busuk atau berubah warnanya akibat semacam tidur atau makanan yang berbau tidak menyenangkan: atau gigi Serwarna kuning, sesudah bangun tidur atau akan tidur, di kala hendak masuk mesjid atau rumah, sesudah waktu sahur dan akan dicabut nyawanya.Semua.isu sebagaimana ditunjukkan dalam hadis
Bukhari Muslim. Dikatakan, bahwa bersiwak (dalam keadaan sakratuk Maut) dapat mempercepat keluar roh dari jasad. Dari keterangan hadis tersebut dapat disimpulkan: Bersiwak hukumnya sunah muakad bagi, orang sakit. Dalam bersiwak, harus niat mengerjakan kesunahan, –supaya dapat pahala–: hendaknya juga menelan ludah bekas bersiwak yang pertama, namun tidak perlu menyesap alat siwak. Sunah mencukil sisa-sisa makanan yang berada di sela-sela gigi, baik dilakukan sebelum bersiwak ataupun sesudahnya. Bersiwak hukumnya lebih utama daripada mencukil, (tapi) pendapat ini berlawanan dengan pendapat ulama lainnya.
Memakai alat siwak orang lain itu hukumnya tidak makruh, asal telah mendapat izin atau sudah diketahui akan kerelaannya. Jika tidak demikian, maka hukumnya adalah haram, sebagaimana mengambil alat siwak tik orang lain. Demikian itu jika memang tidak berlaku kebiasaan melarang memakai siwak orang lain. Orang yang berpuasa hukumnya makruh bersiwak sesudah matahari tergelincir ke arah barat, selagi mulutnya tidak berubah baunya akibat tidur misalnya.
Berkumur
dan menghirup air ke dalam hidung
Setidak-tidaknya
Memasukkan
air
ke mulut
dan hidung
dan tidak disyaratkan
Untuk memperoleh
sunah
memutar-mutar air
dalam
mulut
membuang
air tersebut
dan menyemburkan (mengeluarkan)nya
dari hidung
tapi ketiga hal tersebut
hanyalah sebagai kesunahan belaka
seperti melebihkan kedua hal tersebut
Ini semua
karena berdasarkan
perintah
melakukan keduanya
dan sunnah
mengumpulkan berkumur dan menghirup air
pada tiga
ceduk
masing-masing ceduk digunakan berkumur
kemudian
menghirup air
dari
setiap
cedukan tersebut
Meratakan usapan
ke seluruh
kepala
Karena ittiba’ kepada Rasul saw.
dan menghindari
perselisihan
terhadap Imam Malik
dan Ahmad r.a.
Jika yang berwudu
mencukupkan dengan usapan
sebagian kepala
maka yang lebih utama
mengusap
adalah
ubun-ubun
yang lebih utama
Cara mengusap adalah
meletakkan
kedua tangannya
pada
bagian depan
kepala
dalam posisi
telunjuk
saling bertemu
dua ibu jari diletakkan
pada dua pelipis
kemudian
memutar-mutar
terhadapnya
beserta
jari-jari lain
selain
dua ibu jari
menuju tengkuk
kemudian
dikembalikan
keduanya
ke tempat semula
jika
model rambutnya
dapat dibolak-balik
dan jika tidak berambut
maka cukup meringkas
perjalanan ke tengkuk saja
dan jika
terdapat
di atas
kepalanya
sorban
atau songkok
sunah menyempurnakan
usapan pada serban atau kopiah
Sesudah
ubun-ubun
rambutnya
mengusap
Karena ittiba’ kepada Nabi saw.
فمضمضة فاستنشاق) للاتباع، وأقلهما إيصال الماء إلى الفم والانف. ولا يشترط في حصول أصل السنة إدارته في الفم ومجه منه ونثره من الانف، بل تسن كالمبالغة فيهما لمفطر للامر بها. (و) يسن جمعهما (بثلاث غرف) يتمضمض ثم يستنشق من كل منها. (ومسح كل رأس) للاتباع وخروجا من خلاف مالك وأحمد، فإن اقتصر على البعض فالاولى أن يكون هو الناصية، والاولى في كيفيته أن يضع يديه على مقدم رأسه، ملصقا مسبحته بالاخرى وإبهاميه على صدغيه، ثم يذهب بهما مع بقية أصابعه غير الابهامين لقفاه، ثم يردهما إلى المبدأ إن كان له شعر ينقلب، وإلا فليقتصر على الذهاب. وإن كان على رأسه عمامة أو قلنسوة تمم عليها بعد مسح الناصية - للاتباع
Setidak-tidaknya: Memasukkan air ke mulut dan hidung.
Untuk memperoleh asal sunah, tidak disyaratkan memutar-mutar air dalam mulut, membuang dan menyemburkan (mengeluarkan)nya dari hidung, tapi ketiga hal tersebut hanyalah sebagai kesunahan belaka, seperu juga masalah menyangatkan dalam memutar-mutar air kumur dan sesapan bagi orang yang tidak berpuasa. Ini semua karena berdasarkan perintah melakukan keduanya.
Sunah mengumpulkan berkumur dan menghirup air pada tiga ceduk: masing-masing ceduk digunakan berkumur dan mengshirup air.
Jika yang berwudu mencukupkan dengan usapan sebagian kepala, maka yang lebih utama adalah mengusap ubun-ubun.
Cara mengusap yang lebih utama, adalah meletakkan kedua tangannya pada bagian depan kepala, dalam posisi telunjuk saling bertemu, dua ibu jari diletakkan pada dua pelipis, lantas memutar-mutarnya beserta jari-jari lain ke belakang sampai tengkuk, lalu kembali lagi ke depan.
Jika kepalanya berambut, rambutnya sampat membalik: dan jika tidak berambut, maka cukup memutar tangan saja.
Sesudah mengusap ubun-ubun, sunah menyempurnakan usapan pada serban atau kopiah, jika memakainya. Karena ittiba’ kepada Nabi saw.
Mengusap
secara merata
dua telinga
luar
atau dalam
serta dua lubangnya
Karena ittiba’.
hukumnya tidak sunah
Mengusap
leher
sebab
tidak ada
satu pun
di dalamnya
dasarnya
berkata
‘Imam Nawawi
tetapi
Mengusap leher hukumnya adalah
bid’ah
dan yang menerangkannya
adalah Maudhu’ (palsu).
Menggosok-gosok
anggota
Yaitu
menggosokkan
tangan
pada anggota
setelah
terkena
pada air
Karena hal ini menghindari
perselisihan ulama
yang menetapkan wajib (Imam Malik).
Menyela-nyela
jenggot
yang tebal
Cara yang lebih utama
dengan menggunakan
jari-jari
kanan
dimulai dari bawah
serta
mengurai
dan dengan cidukan air
yang tersendiri
Dasarnya adalah ittiba’
dan hukumnya makruh
Jika ditinggalkan
Menyela-nyela
jari-jari
kedua tangan
dengan berpanca
dan jari-jari kaki
dengan cara
apapun
Cara yang paling utama
Menyelanyelai jari-jari kaki
dari
bawah
dengan kelingking
tangan
kiri
mulai
dari kelingking
kaki
kanan
dan diakhiri
dengan kelingking
kaki kiri
(و) مسح كل (الاذنين) ظاهرا وباطنا وصماخيه - للاتباع -، ولا يسن مسح الرقبة إذ لم يثبت فيه شئ. قال النووي: بل هو بدعة، وحديثه موضوع. (ودلك أعضاء) وهو إمرار اليد عليها عقب ملاقاتها للماء، خروجا من خلاف من أوجبه. (وتخليل لحية كثة) والافضل كونه بأصابع يمناه ومن أسفل، مع تفريقها، وبغرفة مستقلة - للاتباع - ويكره تركه. (و) تخليل (أصابع) اليدين بالتشبيك، والرجلين بأي كيفية كان. والافضل أن يخللها من أسفل بخنصر يده اليسرى، مبتدئا بخنصر الرجل اليمنى ومختتما بخنصر اليسرى.
Mengusap leher hukumnya tidak sunah, sebab tidak ada satu pun dasarnya. ‘
Imam Nawawi berkata: Mengusap leher hukumnya adalah bid’ah, dan yang menerangkannya adalah Maudhu’ (palsu).
Cara yang paling utama: Menyelanyelai jari-jari kaki dari bawah dengan kelingking tangan kiri, mulai dari kelingking kaki kanan dan diakhiri pada kelingking kaki kiri. Artinya, menyela-nyela jari-jari dengan jari kelingking tangan kiri, dari bawah kaki, yang dimulai dari kelingking kaki kanan dan diakhiri pada kelingking kaki kiri.
Memanjangkan
basuhan muka
Yaitu dengan cara
membasuh
pada muka
bagian depan
kepala
dua telinga
dan dua lembar
kuduknya
Memanjangkan basuhan kedua tangan dan kaki
Yaitu mengikutkan
membasuh
kedua tangan
ketika
mengikutkan kedua bahu
beserta
kedua kaki
ketika
membasuh dua betis
Batas maksimalnya
meratakan basuhan
pada bahu
dan betis
dan hal ini
Berdasarkan hadis
Bukhari-Muslim
Sesungguhnya
umatku
dipanggil
di hari Kiamat
dalam keadaan
wajah, dua langan dan kaki yang memancarkan sinar
karena bekas-bekas
wudunya
Maka, barangsiapa
yang mampu
dari kalian
untuk memanjangkan
basuhannya
hendaknya ia mau melakukan
memberi tambahan
Imam Muslim
Dan memanjangkan basuhan kedua tangan serta kaki.”
Maksud dari hadis di atas
Mereka nanti di hari Akhir dipanggil
dalam keadaan
wajah
tangan
dan kaki bersinar
Dan dapat terjadi
lebih sedikit
memanjangkan
pada basuhan
sedikit
melebihkan
atas perkara yang wajib
Sedangkan untuk sempurnanya
meratakan basuhan
pada anggota-anggota
yang telah lewat
Mengulang tiga
kali
setiap basuhan
usapan
gosokan
selaselaan
bersiwak
Basmalah
dan zikir
setelah berwudu.
Karena berdasarkan ittiba’ kepada Nabi saw
pada
sejumlah besar
permasalahan tersebut
kesunahan akan didapat
meniga kali
dengan memasukkan
tangan
tiga kali
walaupun
pada
air
yang sedikit
lalu
menggerakkannya
dua kali dalam air itu
Jika
ia mengulang-ulang
air
basuhan
yang kedua
maka berhasillah
baginya
hukum
kesunahan
tiga kali
sebagaimana
yang dijelaskan
oleh Guru kita (Ibnu Hajar AlHaitami).
dan tidak bisa mencukupi (tidak sah)
tiga kali basuhan
pada anggota
sebelum
kesempurnaan
wajib
pada basuhannya
dan tidak mencukupi sesudah
sempurna
wudunya
dan hukumnya makruh
Membasuh kurang
dari tiga kali
sebagaimana melebihi
basuhan tersebut
maksudnya
dengan niat
wudu
sebagaimana
yang dibahas
oleh segolongan ulama
maka hukumnya adalah haram.
Jika tambahan tersebut dengan air
wakaf
persediaan bersuci
(وإطالة الغرة) بأن يغسل مع الوجه مقدم رأسه وأذنيه وصفحتي عنقه. (و) إطالة (تحجيل) بأن يغسل مع اليدين بعض العضدين ومع الرجلين بعض الساقين، وغايته استيعاب العضد والساق، وذلك لخبر الشيخين: إن أمتي يدعون يوم القيامة غرا محجلين من آثار الوضوء. فمن استطاع منكم أن يطيل غرته فليفعل. زاد مسلم: وتحجيله: أي يدعون بيض الوجوه والايدي والارجل. ويحصل أقل الاطالة بغسل أدنى زيادة على الواجب وكمالها باستيعاب ما مر (وتثليث كل) من مغسول وممسوح، ودلك وتخليل وسواك وبسملة، وذكر عقبه، - للاتباع - في أكثر ذلك. ويحصل التثليث بغمس اليد مثلا ولو في ماء قليل إذا حركها مرتين، ولو ردد ماء الغسلة الثانية حصل له أصل سنة التثليث - كما استظهره شيخنا - ولا يجزئ تثليث عضو قبل إتمام واجب غسله ولا بعد تمام الوضوء. ويكره النقص عن الثلاث كالزيادة عليها، أي بنية الوضوء، كما بحثه جمع. وتحرم من ماء موقوف على التطهر.
Memanjangkan basuhan muka. Yaitu dengan cara membasuh muka serta bagian depan kepala, dua telinga dan dua lembar kuduknya.
Memanjangkan basuhan kedua tangan dan kaki. Yaitu mengikutkan kedua bahu ketika membasuh kedua tangan: dan dua betis ketika membasuh kedua kaki. Batas maksimalnya adalah meratakan basuhan pada bahu dan betis.
Berdasarkan hadis Bukhari-Muslim: “Sesungguhnya di hari Kiamat umatku dipanggil dalam keadaan wajah, dua langan dan kaki yang memancarkan sinar karena bekas-bekas wudunya. .Maka, barangsiapa yang mampu untuk memanjangkan basuhannya, hendaknya ia mau melakukan.” Imam Muslim memberj tambahan: “Dan memanjangkan basuhan kedua tangan serta kaki.” Maksud dari hadis di atas: Mereka nanti di hari Akhir dipanggil dalam keadaan wajah, tangan dan kaki bersinar. :
Paling tidak, memanjangkan basuhan bisa terjadi dengan melebihkan sedikit atas perkara yang wajib. Sedangkan untuk sempurnanya, adalah meratakan basuhan pada anggota-anggota yang telah lewat. Mengulang tiga kali setiap basuhan, usapan, gosokan, selaselaan, bersiwak, Basmalah dan zikir setelah berwudu.
Karena berdasarkan ittiba’ kepada Nabi saw.
Penigakalian bisa terjadi dengan umpama memasukkan tangan walaupun ke air yang sedikit– lalu menggerakkannya dua kali dalam air itu.Jika ia mengulang-ulang air basuhan yang kedua, maka berhasillah hukum penigakalian, sebagaimana yang dijelaskan oleh Guru kita (Ibnu Hajar AlHaitami).
Penigakalian tidak bisa mencukupi (tidak sah), jika dilakukan sebelum basuhan wajib, dan tidak mencukupi sesudah sempurna wudunya.Membasuh kurang dari tiga kali hukumnya makruh, sebagaimana melebihinya dengan niat wudu, sebagaimana yang dibahas oleh segolongan ulama. Jika tambahan: tersebut dengan air wakaf persediaan bersuci, maka hukumnya adalah haram.
Cabang:
Orang yang
merasa ragu
di tengah-tengah
berwudu
dalam hal pemerataan
atau jumlah basuhan
yang di yakini
maka ia wajib mengambil
dalam
perkara yang wajib
dan sunah mengambil perkara yang diyakini
dalam
hal yang sunah
Meskipun
air yang di pergunakan berwudu
adalah air wakaf
Adapun
ragu
selesai berwudu
adalah tidak membawa pengaruh apa-apa.
(فرع) يأخذ الشاك أثناء الوضوء في استيعاب أو عدد باليقين، وجوبا في الواجب وندبا في المندوب، ولو في الماء الموقوف. أما الشك بعد الفراغ فلا يؤثر.
Cabang:
Orang yang di tengah-tengah berwudu merasa ragu dalam hal pemerataan atau jumlah basuhan, maka ia watib mengambil yang di yakini dalam perkara yang wajib (seperti ragu dalam masalah basuhan pertama atau pemerataannya terhadap anggota. Maka dalam keadaan seperti ini, ia wajib menyempurnakan basuhan itu – pen), dan sunah ” mengambil perkara yang diyakini dalam hal yang sunah (misalnya dalam basuhan kedua atau ketiga – pen), Meskipun air yang di pergunakan berwudu adalah air wakaf.
Adapun ragu setelah selesai berwudu, adalah tidak membawa pengaruh apa-apa.
Serba kanan
Yaitu:
mendahulukan
yang kanan
ketika
membasuh
kedua tangan
dan kaki
Sedang bagi
orang yang putus anggotanya
pada
semua
anggota
wudu
Hal itu
karena Nabi (Muhammad)
shalallahu alaihi wa sallam
bahwa
gemar mendahulukan
yang kanan
dalam bersuci
dan permasalahan
seluruhnya
yaitu
dari apa
yang
masuk kategori bab
yang dimuliakan
misalnya misalnya bercelak mata
dan memakaikan sandangan
misalnya
memakai baju
sandal
memotong
kuku
memotong
misalnya
rambut kepala
mengambil
memberi
bersiwak
dan menyela-nyelai
dan makruh
Meninggalkan serba kanan
disunahkan
mendahulukan kiri
Pada
perbuatan-perbuatan kebalikan tahrim (positif)
Yaitu
segala perbuatan
yang masuk
dari
kategori
negatif
dan kotor
misalnya istinja
membuang ingus
melepas
pakaian
dan sandal
Disunahkan
memulai
membasuh
bagian atas
dari wajah
dari ujung
tangan
dan kaki
walaupun berwudu
yang dituangkan
dengan air
oleh orang lain
Sunah juga mengambil
air basuhan
pada wajah
dengan dua tangan
sekaligus
serta meletakkan
yang diciduk
dari wadah air
pada sebelah kanan
dan wadah air yang dituangkan
oleh orang lain
diletakkan di sebelah kiri
Sambung-menyambung
di antara
perbuatan-perbuatan
wudu satu dengan lainnya
bagi . orang yang sehat
dengan cara
melakukan bersuci
setiap
anggota
sebelum
kering
sebelum basuhan anggota di depannya
Hal ini
berdasarkan ittiba’ kepada Nabi
dan menghindari
khilaf ulama
yang mewajibkannya (Imam Malik).
Sambung-menyambung hukumnya wajib
bagi orang yang terkena penyakit beser.
(وتيامن) أي تقديم يمين على يسار في اليدين والرجلين، ولنحو أقطع في جميع أعضاء وضوئه، وذلك لانه (ص) كان يحب التيمن في تطهره وشأنه كله، أي مما هو من باب التكريم، كاكتحال ولبس نحو قميص ونعل، وتقليم ظفر، وحلق نحو رأس، وأخذ وعطاء، وسواك وتخليل، ويكره تركه، ويسن التياسر في ضده - وهو ما كان من باب الاهانة والاذى - كاستنجاء وامتخاط، وخلع لباس ونعل. ويسن البداءة بغسل أعلى وجهه وأطراف يديه ورجليه، وإن صب عليه غيره. وأخذ الماء إلى الوجه بكفيه معا، ووضع ما يغترف منه عن يمينه وما يصب منه عن يساره. (وولاء) بين أفعال وضوء السليم بأن يشرع في تطهير كل عضو قبل جفاف ما قبله، وذلك - للاتباع - وخروجا من خلاف من أوجبه، ويجب لسلس.
Serba kanan. Yaitu: mendahulukan yang kanan ketika membasuh kedua tangan dan kaki. Sedang bagi orang yang putus anggotanya, serba kanannya pada semua anggota wudu.Hal itu, karena Nabi saw. gemar mendahulukan yang kanan dalam bersuci dan tindak-tanduk yang tergolong positif, misalnya bercelak mata, memakai baju, sandal, memotong kuku, inemotong rambut kepala, mengambil, memberi, bersiwak
dan menyela-nyelai. Meninggalkan serba kanan adalah makruh. Pada perbuatan-perbuatan kebalikan tahrim (positif), disunahkan mendahulukan kiri. Yaitu segala perbuatan yang masuk kategori negatif dan kotor, misalnya istinja, mem. buang ingus, melepas pakaian dan sandal.
Disunahkan memulai membasuhnya dari wajah bagian atas, dari ujung tangan dan kaki –walaupun berwudu dengan air yang dituangkan oleh orang lain–. Sunah juga mengambil air basuhan wajah dengan dua tangan sekaligus, serta meletakkan wadah air yang diciduk pada sebelah kanan: dan wadah air yang dituangkan oleh orang lain, diletakkan di sebelah kiri.
Sambung-menyambung di antara perbuatan-perbuatan wudu satu dengan lainnya, bagi . orang yang sehat. Caranya: Segera membasuh satu anggota sebelum basuhan anggota di depannya kering. Hal ini berdasarkan ittiba’ kepada Nabi dan menghindari khilaf ulama yang mewajibkannya (Imam Malik).
Sambung-menyambung hukumnya wajib bagi orang yang terkena penyakit beser.
Berhati-hati
dalam membasuh tumit
ekor mata
yaitu
dua tepian
mata
yang
letaknya dekat
hidung
pengelirik
dan tepi mata
yang lain
dengan menggunakan dua ujung telunjuk
masing-masing
Hukum
kesunahan
di atas
jika
tidak terdapat
pada tepian mata
tahi mata
yang menghalangi
sampai
air
ke tempat dasar
Bila terdapat tahi matanya
maka berhati-hati menjaga
tempat tersebut
adalah wajib
sebagaimana yang termaktub
dalam kitab Al-Majmu’
dan hukumnya tidak sunah
Membasuh
dalam
mata
Bahkan
berkata
sebagian ulama
bahwa hal itu adalah makruh
sebab berakibat dharar (bahaya).
dan sesungguhnya wajib
membasuhnya
jika
ada najis
karena besar
najis itu
artinya. Menghadap
kiblat
pada
selama
berwudu
meninggalkan
berbicara
di tengah
selama berwudu
jika tidak ada hajat berbicara
kecuali
mengucapkan zikir wudu
dan tidak makruh
Memberi salam
terhadap orang sedang berwudu
mengucapkan salam
dan menjawab baginya
Tidak menyeka air
yang ada pada anggota wudu
kecuali karena ada suatu uzur
karena ittiba’ kepada Rasul saw
(وتعهد) عقب و (موق) - وهو طرف العين الذي يلي الانف - ولحاظ - وهو الطرف الآخر - بسبابتي شقيهما. ومحل ندب تعهدهما إذا لم يكن فيهما رمص يمنع وصول الماء إلى محله وإلا فتعهدهما واجب - كما في المجموع -. ولا يسن غسل باطن العين، بل قال بعضهم: يكره للضرر، وإنما يغسل إذا تنجس لغلظ أمر النجاسة. (واستقبال) القبلة في كل وضوئه. (وترك تكلم) في أثناء وضوئه بلا حاجة بغير ذكر، ولا يكره سلام عليه ولا منه ولا رده. (و) ترك (تنشيف) بلا عذر للاتباع
Hukum kesunahan di atas, jika pada tepian mata tidak terdapat tahi mata yang menghalangi air sampai ke tempat dasar.
Bila terdapat tahi matanya, maka berhati-hati menjaga tempat tersebut adalah wajib, sebagaimana yang termaktub dalam kitab Al-Majmu’
Membasuh dalam mata hukumnya tidak sunah. Bahkan sebagian ulama berkata, bahwa hal itu adalah makruh, sebab berakibat dharar (bahaya). (Wajib) membasuhnya, hanya kalau ada najis di situ, karena najis itu besar artinya.
Memberi salam terhadap orang sedang berwudu, mengucapkan salam dan menjawab baginya, adalah tidak makruh.
Membaca dua kalimat syahadat
setelah berwudu
jika antara wudu
dengannya
tidak lama
waktu berselang
menurut anggapan
yang biasa
(Caranya), seraya mengucapkan
orang yang berwudu menghadap
kiblat
mengangkat
kedua tangan
dan melihat
ke langit
walaupun
orang buta
Saya bersaksi
sesungguhnya
tiada
Tuhan
selain
Allah
Yang Esa
dan tiada yang menyekutukan
bagi-Nya
saya bersaksi
sesungguhnya
Nabi Muhammad
adalah hamba
dan Utusan-Nya
Berdasarkan sebuah hadis
yang diriwayatkan
oleh Imam Muslim
dari
Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam
Barangsiapa
berwudu
lalu berdoa:
Saya bersaksi
sesungguhnya
tiada
Tuhan
selain
Allah
dan seterusnya
maka dibukakan
untuknya
pintu
surga
berjumlah delapan
terserah masuk
dari mana
saja
Imam At-Tirimidzi menambah
Ya, Allah
Jadikanlah saya
termasuk golongan orang-orang yang bertobat
dan jadikanlah saya
termasuk golongan orang-orang yang suci.
Diriwayatkan
oleh Imam Hakim
serta disahihkan
Barangsiapa
berwudu
kemudian
berdoa
Maha Suci Engkau
Ya, Allah
dan dengan pujiMu
Saya bersaksi
sesungguhnya
Tuhan
tiada
selain
Engkau
saya mohon ampunan
dan bertobat
kepada Engkau
maka ditulis
pada
selembar kulit
kemudian
dicetak
dengan cetakan
yang tidak akan
berubah
sampai
hari kiamat
Maksudnya:
Tidak akan dibatalkan
kepadanya
kepanjangan
seperti
yang telah disahihkan oleh Imam Harim
sampai
ia melihat
pahala-Nya
yang agung
kemudian
membaca selawat
serta salam
kepada
baginda kita
Nabi Muhammad
dan keluarga
baginda kita
Nabi Muhammad
Lalu membaca
surat Al-Qadar
sebanyak tiga kali
dengan menghadap kiblat
tanpa mengangkat
tangan
Mengenai
doa yang dibaca
pada basuhan
tiap-tiap anggota
tidaklah ada dalil
baginya
yang dapat dipertimbangkan
olehnya
Karena itu
saya membuangnya
seperti yang dilakukan
oleh Syaikhul
Mazhab
Imam Nawawi
semoga Allah meridhoinya
Dikatakan
Setiap membasuh
adalah disunahkan membaca
pada
Setiap
anggota
Saya bersaksi
sesungguhnya
tiada
Tuhan
selain
Allah
Yang Esa
menurut anggapan
bagi-Nya
saya bersaksi
sesungguhnya
Nabi Muhammad
adalah hamba
dan Utusan-Nya
Dasarnya adalah hadis
yang diriwayatkan
oleh Imam Al-Mustaghfiri
dan ia mengatakan
Hasan tersebut
adalah hadis Hasan Gharib
(والشهادتان عقبه) أي الوضوء، بحيث لا يطول فاصل عنه عرفا، فيقول مستقبلا للقبلة، رافعا يديه وبصره إلى السماء - ولو أعمى -: أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله. لما روى مسلم عن رسول الله (ص): من توضأ فقال أشهد أن لا إله إلا الله - الخ - فتحت له أبواب الجنة الثمانية، يدخل من أيها شاء. زاد الترمذي: اللهم اجعلني من التوابين واجعلني من المتطهرين. وروى الحاكم وصححه: من توضأ ثم قال: سبحانك اللهم وبحمدك، أشهد أن لا إله إلا أنت. أستغفرك وأتوب إليك. كتب في رق، ثم طبع بطابع فلم يكسر إلى يوم القيامة. أي لم يتطرق إليه إبطال كما صح حتى يرى ثوابه العظيم. ثم يصلي ويسلم على سيدنا محمد وآل سيدنا محمد، ويقرأ * (إنا أنزلناه) * ثلاثا، كذلك بلا رفع يد. وأما دعاء الاعضاء المشهور فلا أصل له يعتد به فلذلك حذفته، تبعا لشيخ المذهب النووي رضي الله عنه. وقيل: يستحب أن يقول عند كل عضو: أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله. لخبر رواه المستغفري وقال: حسن غريب.
Membaca dua kalimat syahadat setelah berwudu, jika (antara wudu dengannya) tidak lama waktu berselang menurut anggapan yang biasa.
(Caranya), orang yang berwudu menghadap kiblat, mengangkat kedua tangan dan melihat ke langit -walaupun orang buta-seraya mengucapkan: Saya bersaksi, sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah Yang Esa dan tiada yang menyekutukan-Nya, dan saya bersaksi sesungguhnya Nabi Muhammad adalah hamba dan pesuruh-Nya.
Berdasarkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Rasulullah saw.: “Barangsiapa berwudu lalu berdoa: Saya bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan seterusnya …, maka dibukakan untuknya delapan pintu surga, terserah dari mana saja ia masuk.”
Imam At-Tirimidzi menambah: “Ya, Allah! Jadikanlah saya termasuk golongan orang-orang yang bertobat dan suci.”
Diriwayatkan serta disahihkan oleh Imam Hakim: “Barangsiapa berwudu lalu berdoa: Maha Suci Engkau. Ya, Allah dan dengan pujiMu saya bersaksi, bahwa. tiada Tuhan selain Engkau, saya mohon ampunan dan bertobat kepada Engkau, maka ditulis pada selembar kulit dengan cetakan yang tidak akan berubah sampai hari kiamat –seperti yang telah disahihkan oleh Imam Harim.” Maksudnya: Tidak akan dibatalkan sampai ia melihat pahala-Nya yang agung.
Setelah itu membaca selawar salam kepada Baginda Nabi Muhammad saw. dan keluarga beliau.
Lalu membaca surat Al-Qadar sebanyak tiga kali, dengan menghadap kiblat tanpa mengangkat tangan.
Mengenai doa yang dibaca pada basuhan tiap-tiap anggota, adalah dada dasarnya yang kuat. Karena itu, saya membuangnya, seperti yang dilakukan oleh Syaikhul Mazhab, Imam Nawawi.
Dikatakan: Setiap membasuh anggota, adalah disunahkan membaca: Saya bersaksi, sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah, Yang Maha Esa dan uada yang menyekutui-Nya, dan saya bersaksi, bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan pesuruh-Nya. Dasarnya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Mustaghfiri, dan ia mengatakan: Hasan tersebut adalah hadis Hasan Gharib.
Sunnah Meminum air
dari
sisa
wudu.
Berdasarkan sebuah hadis
sesungguhnya
air tersebut
dari
segala
penyakit
dan disunnahkan
Memercikkan
air sisa wudu
pada pakaiannya
Hal ini dimaksudkan
bila ia merasa ragu
akan adanya
kotoran
pada pakaiannya
sebagaimana
yang dijelaskan
oleh Guru kita
Adapun beliau
dalam keadaan
memercikkan air
Rasulullah saw
sisa berwudu
pada pakaian beliau
Melakukan salat dua rakaat
setelah
berwudu
maksudnya
secara umumnya
masih dianggap
dirinya
setelah berwudhu
maka kesunnahan tersebut akan hilang
karena lamanya
waktu pemisah
secara umumnya
menurut
pendapat yang unggul
dan menurut
sebagian ulama'
sebab berpaling
sebagian lagi
karena keringnya
anggota wudhu
dan satu lagi
karena berhadats
dan membaca
disunahkan
Dalam
pertama
pada Rakaat Shalat
sesudah
membaca Fatihah
(Q.S. An-Nisaa: 64),
sampai
(Q.S. An-Nisaa: 64)
sedangkan pada
rakaat kedua
(QS. AnNisaa’: 110)
sampai
(Q.S. An-Nisaa: 110)
Memindah
(وشربه) من (فضل وضوئه) لخبر: إن فيه شفاء من كل داء ويسن رش إزاره به، أي إن توهم حصول مقذر له، كما استظهره شيخنا. وعليه يحمل رشه (ص) لازاره به. وركعتان بعد الوضوء أي بحيث تنسبان إليه عرفا، فتفوتان بطول الفصل عرفا على الاوجه، وعند بعضهم بالاعراض، وبعضهم بجفاف الاعضاء، وقيل: بالحدث. ويقرأ ندبا في أولى ركعتيه بعد الفاتحة: * (ولو أنهم إذ ظلموا أنفسهم) * إلى * (رحيما)
Meminum air dari sisa
wudu. Berdasarkan sebuah hadis, bahwa air tersebut membawa obat untuk: segala penyakit.
Memercikkan air sisa wudu pada pakaiannya. Hal ini dimaksudkan bila ia merasa ragu akan adanya kotoran pada pakaiannya (dan hal ini untuk menghilangkan was-was -pen), sebagaimana yang dijelaskan oleh Guru kita. Adapun keadaan Rasulullah saw. memerckkan air sisa berwudu pada pakaian beliau, adalah diarahkan atas keraguan seperti itu.
Melakukan salat dua rakaat setelah berwudu, asal waktunya belum berselang lama menurut ukuran umum.
Kesunahan salat dua rakaat di atas, menjadi hilang jika telah berselang lama menurut umum. Hal ini atas tinjauan beberapa wajah (bentuk) pendapat. Sedangkan menurut sebagian ulama: Hal itu bisa hilang sebab bermaksud tidak mengerjakan salat, menurut sebagian lagi:Sebab anggota wudu kering: dan menurut sebagiannya lagi: Sebab telah berhadas. Dalam rakaat pertama sesudah membaca Fatihah, sunah membaca ayat: وَلَوْأَنَّهُمْ إِذْظَلَمّوُاأَنْفُسَهُمْ sampai ayat: رَحِيْمًا (Q.S. An-Nisaa: 64),
Faedah:
diharamkan
Bersuci
dengan air wakaf
persediaan untuk minum
begitu juga
dengan air
yang belum jelas
statusnya (untuk minum apa untuk bersuci)
menurut
tinjauan berbagai pendapat
begitu juga
air
Memindah
yang disediakan untuk minum
pada
lain
tempat
(فائدة) يحرم التطهر بالمسبل للشرب، وكذا بماء جهل حاله على الاوجه، وكذا حمل شئ من المسبل إلى غير محله.
Faedah:
Bersuci dengan air wakaf persediaan untuk minum, adalah haram, begitu juga dengan air yang belum jelas statusnya (untuk minum apa untuk bersuci), menuru tinjauan berbagai pendapat. Memindah air yang disediakan untuk minum ke tempat lain adalah juga haram.
Dan meringkas
yaitu bagi orang yang berwudu
atau yang sudah selesai wudhu
maksudnya
membatasi diri
pada
basuhan
atau usapan
maka wajib baginya
maksudnya
karena itu, ia tidak boleh mengulang
tiga kali
dan tidak boleh
melakukan
kesunahan lain
Jika sudah sempit
waktu
untuk
mengerjakan
salat
seluruhnya
dalam waktu itu
sebagaimana
telah dijelaskan
Hal itu
oleh Imam Al-Baghawi
dan lainnya
serta diikuti
oleh ulama-ulama akhir
Akan tetapi
Imam Al-Baghawi berfatwa
dalam
masalah tertinggal
salat
Seseorang boleh menyempurnakan
kesunahan-kesunahan salat
dengan mengerjakannya
meskipun akhirnya
ia tidak menemukan
satu rakaat dalam waktunya
Dalam pada itu
Al-Baghawi membedakan (antara masalah wudu dengan salat)
bahwa orang yang mengerjakan salat
menyibukkan dirinya
pada suatu maksud (yaitu: salat)
Maka dihukumi
sebagaimana orang
yang memanjangkan
bacaan dalam salat
Atau bila sedikit
persediaan air berwudu
yang perkiraannya
hanya cukup
untuk mengerjakan hal fardu
maka jika
ada
bersamanya
air
yang tidak cukup
untuk kesempurnaan
bersuci
jika ia mengulang tiga kali
atau
melakukan
kesunahan-kesunahan
atau diperlukan
sisa air
untuk binatang
dimuliakan syarak yang haus
maka baginya haram
menggunakan
pada
air tersebut
untuk melakukan kesunahan.
begitu juga
dikatakan
dalam kasus mandi
dan hukumnya sunah
pada hal-hal yang wajib saja
membatasi
kesunahan
jika ia tergesa-gesa untuk mengikuti
salat berjamaah
yang tiada jamaah
selain itu
benar sunnah diringkas
hal-hal yang diikatakan
menjadi wajib
seperti menggosok
maka hendaknya
didahulukan
sebelum berjamaah
seperti kasus
yang telah lalu
dalam kesunahan
mendahulukan
shalat yang di qada'
karena udzur
dengan mengakhirkan shalat yang hadir
meskipun
kehilangan
shalat jama'ah
(وليقتصر) أي المتوضئ، (حتما) أي وجوبا، (على) غسل أو مسح (واجب) أي فلا يجوز تثليث ولا إتيان سائر السنن (لضيق وقت) عن إدراك الصلاة كلها فيه، كما صرح به البغوي وغيره، وتبعه المتأخرون. لكن أفتى في فوات الصلاة لو أكمل سننها بأن يأتيها، ولو لم يدرك ركعة. وقد يفرق بأنه ثم اشتغل بالمقصود، فكان كما لو مد في القراءة. (أو قلة ماء) بحيث لا يكفي إلا الفرض فلو كان معه ماء لا يكفيه لتتمة طهره. إن ثلث أو أتى السنن أو احتاج إلى الفاضل لعطش محترم، حرم استعماله في شئ من السنن. وكذا يقال في الغسل. (وندبا) على الواجب بترك السنن، (لادراك جماعة) لم يرج غيرها. نعم، ما قيل بوجوبه - كالدلك - ينبغي تقديمه عليها، نظير ما مر من ندب تقديم الفائت بعذر على الحاضرة، وإن فاتت الجماعة.
maka wajib bagi orang yang berwudu membatasi diri pada basuhan atau usapan, karena itu, ia tidak boleh mengulang tiga kali dan tidak boleh
Jika waktu sudah sempit untuk mengerjakan salat seluruhnya dalam waktu itu Hal itu telah dijelaskan oleh Imam Al-Baghawi dan lainnya, serta diikuti oleh ulama-ulama akhir. Akan tetapi Imam Al-Baghawi dalam masalah tertinggal salat berfatwa: Seseorang boleh menyempurnakan kesunahan-kesunahan salat, meskipun akhirnya ia tidak menemukan satu rakaat dalam waktunya. Dalam pada itu, Al-Baghawi membedakan (antara masalah wudu dengan salat), bahwa orang yang mengerjakan salat terleka pada suatu maksud (yaitu: salat).
Maka dihukumi sebagaimana orang yang memanjangkan bacaan dalam salat (sehingga keluar dari waktunya).Atau bila persediaan air berwudu sedikit, yang perkiraannya hanya cukup untuk mengerjakan hal fardu. Jika orang yang berwudu ada air yang tidak cukup untuk kesempurnaan bersuci –jika ia mengulang tiga kali atau melakukan kesunahan-kesunahan–, atau diperlukan sisa air untuk binatang dimuliakan syarak yang haus, maka baginya haram menggunakan air tersebut untuk melakukan kesunahan. Begitu juga, masalah tersebut berlaku dalam mandi janabah.
Orang yang berwudu hukumnya sunah membatasi pada hal-hal yang wajib saja, jika ia tergesa-gesa untuk mengikuti salat berjamaah,
Kesempurnaan:
Tayamum boleh dilakukan
jika tiada
karena hadas besar atau kecil
air
atau khawatir
berbahaya
dalam menggunakannya
dengan debu
yang suci
baginya
juga menyucikan
Rukun Tayamum
Berniat
memperoleh kewenangan
melakukan salat
yang difardhukan
bersamaan memindahkan
debu ke muka
dan mengusap
muka
kemudian
kedua tangan
Dan jika
seseorang merasa yakin
mendapat air
di akhir
waktu
maka baginya menanti
lebih baik
Kalau tidak punya keyakinan
maka bersegeralah
mengerjakan tayamum
dan jika
tercegah
menggunakan air
pada
anggota seseorang
maka baginya wajib
bertayamum
membasuh
anggota yang sehat
dan mengusapkan
setiap penghalang
yang berbahaya
melepasnya
dengan air
dan tidak wajib tertib
antara tayamum dan membasuh anggota yang sehat
Bagi orang junub
Jika yang tidak bisa terkena air itu dua anggota
maka tayamum wajib dilakukan dua kali.
dan tidak bisa melakukan shalat
dengan tayamum tersebut
kecuali
shalat fardhu
satu saja
sekalipun
salat nazar
dan sah
salat Jenazah
bersamaan
dengan shalat fardhu
(تتمة) يتيمم عن الحدثين لفقد ماء أو خوف محذور من استعماله بتراب طهور له غبار. وأركانه نية استباحة الصلاة المفروضة مقرونة بنقل التراب، ومسح وجهه ثم يديه. ولو تيقن ماء آخر الوقت فانتظاره أفضل، وإلا فتعجيل تيمم. وإذا امتنع استعماله في عضو وجب تيمم وغسل صحيح ومسح كل الساتر الضار نزعه بماء، ولا ترتيب بينهما لجنب. أو عضوين فتيممان، ولا يصلي به إلا فرضا واحدا ولو نذرا. وصح جنائز مع فرض.
Kesempurnaan:
Tayamum boleh dilakukan karena hadas besar atau kecil, jika tiada air atau khawatir berbahaya dalam menggunakannya, dengan debu – yang suci menyucikan.
Rukun Tayamum:
Berniat
memperoleh kewenangan melakukan salat fardu, secara bersamaan memindahkan debu ke muka.
Menyapu muka.
Menyapu kedua tangan.
Jika seseorang merasa yakin mendapat air di akhir waktu, maka baginya lebih baik menanti.
Kalau tidak punya keyakinan, yang lebih utama adalah bersegera mengerjakan tayamum.
Jika anggota seseorang tercegah menggunakan air, maka baginya wajib bertayamum, membasuh anggota yang sehat dan mengusapkan air pada pembalut yang berbahaya jika dilepas. Bagi orang junub tidak wajib tertib antara tayamum dan membasuh anggota yang sehat. Jika yang tidak bisa terkena air itu dua anggota, maka tayamum wajib dilakukan dua kali.
Dengan satu kali tayamum, hanya diperbolehkan melakukan satu kali salat fardu, sekalipun sala nazar. Dan hukumnya adalah sah, sz kali tayamum untuk melakuk salat fardu dan salat Jenazah.
Hal-hal Yang Membatalkan Wudu
Yakni
sebab sebab
menjadi batalnya
wudu
ada empat:
Pertama:
Yakin
telah keluar
sesuatu
selain
air sperma sendiri
Baik berupa
benda
ataupun angin
basah
atau kering
biasa keluar
seperti kencing
atau jarang
seperti darah
bawasir
dan lain-lainnya
terputus
atau
tidak
seperti cacing
yang mengeluarkan
kepalanya
kemudian
kembali.
Dari
salah satu
dua pintu (kubul dan dubur)
orang berwudu
yang hidup
baik lewat dubur
atau kubul
meskipun
yang keluar itu
penyakit bawasir
yang tumbuh
di dalam
anus
lalu penyakit itu keluar
atau bertambah
keluar
Namun
menurut fatwa
AlAllamah
Al-Kamal
Ar-Raddad
seseorang
yang sangat alim
bahwa keluarnya
penyakit bawasir
dengan sendirinya
tetapi
dengan sebab keluar
dari penyakit tersebut
misalnya darah
Menurut Imam Malik r.a.:
tidak menjadi batal
wudhu
dengan sebab keluarnya jarang
(ونواقضه) أي أسباب نواقض الوضوء أربعة: أحدها: (تيقن خروج شئ) غير منيه، عينا كان أو ريحا، رطبا أو جافا، معتادا كبول أو نادرا كدم باسور أو غيره، انفصل أو لا - كدودة أخرجت رأسها ثم رجعت - (من أحد سبيلي) المتوضئ (الحي) دبرا كان أو قبلا. (ولو) كان الخارج (باسورا) نابتا داخل الدبر فخرج أو زاد خروجه. لكن أفتى العلامة الكمال الرداد بعدم النقض بخروج الباسور نفسه بل بالخارج منه كالدم. وعن مالك: لا ينتقض الوضوء بالنادر.
Hal-hal Yang Membatalkan Wudu
Yakni, sebab sebab wudu menjadi batal ada empat:
Pertama: Yakin telah keluar sesuatu selain air sperma sendiri. Baik berupa benda ataupun angin, basah atau kering, biasa keluar seperti kencing atau tidak seperti darah bawasir dan lain-lainnya, terputus atau tidak, seperti cacing yang mengeluarkan kepalanya, lalu kembali. Dari salah satu
dua pintu (kubul dan dubur) orang berwudu yang hidup, baik lewat dubur atau kubul, meskipun yang keluar itu penyakit otot lingkar yang tumbuh di dalamnya (bawasir). Lantas keluar otot tersebut atau bertambah nanjang dari semula.
Namun menurut fatwa AlAllamah Al-Kamalur Raddad, keluar otot tersebut tidak membatalkan wudu: Yang membatalkannya adalah perkara yang kebetulan bersamanya, misalnya darah.
Menurut Imam Malik r.a.: Wudu tidak menjadi batal sebab perkara yang keluar adalah hal langka
Kedua:
Hilang
kesadaran
maksudnya
seseorang yang berakal
sebab mabuk
gila
ayan
ataupun tidur
Berdasarkan sebuah hadis
shahih
maka Barangsiapa
telah tidur
supaya wudu lagi
Terkecualikan
serta hilangnya
kesadaran
mengantuk
dan permulaan
rasa
mabuk (pening)
maka tidak membatalkan wudhu
keduanya
sebagaimana
ketika
seseorang merasa ragu
Apakah
ia tidur
atau mengantuk
dan adapun tanda
mengantuk adalah
masih mendengar
bicara orang
yang berada di sekelilingnya
sekali pun
tidak paham
Wudu tidak batal lantaran hilang kesadaran
sebab tidur
dalam posisi duduk
antara tempat duduk
dengan pantatnya
maksudnya
tetap
pada tempat duduknya
meskipun ia bersandar
pada benda
yang jika hilang
ia akan ambruk
atau dalam posisi tidur berlutut
dan tidak ada
antara
tempat duduk
dan menetapnya
kerenggangan
dan telah batal
wudhunya
seseorang yang menetapkan
pantatnya
setelah
hilangnya kesadaran
yang berpindah
pada tempatnya
maka wudunya tidak batal
Jika hanya sekadar ragu
Apakah
pantatnya
menetap
atau tidak
atau
Apakah
tidak pada kondisi
pada tempatnya
sebelum
bangun
atau sesudahnya
dan Yakin
dengan suatu mimpi
besertaan
tidak
ingat
tidur
tidaklah memberi pengaruh
baginya
berbeda
ketika ragu
tentang hal itu
sebab yakin bermimpi
merupakan hal yang lebih diunggulkan
salah satu
dari dua kemungkinan
(و) ثانيها: (زوال عقل) أي تمييز، بسكر أو جنون أو إغماء أو نوم، للخبر الصحيح: فمن نام فليتوضأ. وخرج بزوال العقل النعاس وأوائل نشوة السكر، فلا نقض بهما، كما إذا شك هل نام أو نعس ؟ ومن علامة النعاس سماع كلام الحاضرين وإن لم يفهمه، (لا) زواله (بنوم) قاعد (ممكن مقعده) أي ألييه من مقره، وإن استند لما لو زال سقط أو احتبى، وليس بين مقعده ومقره تجاف. وينتقض وضوء ممكن انتبه بعد زوال أليته عن مقره، لا وضوء شاك هل كان ممكنا أو لا ؟ أو هل زالت أليته قبل اليقظة أو بعدها ؟.. وتيقن الرؤيا مع عدم تذكر نوم لا أثر له بخلافه مع الشك فيه لانها مرجحة لاحد طرفيه
Kedua: Hilang kesadaran sebab mabuk, gila, ayan ataupun tidur. Berdasarkan sebuah hadis
shahih: “Barangsiapa telah tidur, supaya wudu lagi.”
Terkecualikan mengantuk dan permulaan rasa mabuk (pening) dari hilang kesadaran. Karena itu, keduanya tidak membatalkan wudu, sebagaimana seseorang merasa ragu: Apakah ia tidur atau mengantuk.Tanda mengantuk adalah: masih mendengar bicara orang yang berada di sekelilingnya, sekali pun tidak paham.
Wudu tidak batal lantaran hilang kesadaran sebab tidur dalam posisi duduk, yang merapat antara tempat tidur dengan pantatnya, yang tidak berubah dari tempat semula, meskipun sambil bersandaran sesuatu yang kalau tidak ada menyebabkan ia jatuh, atau duduk dalam posisi mierangkung (sedengkul: Jawa), di mana pantat tidak renggang dengan tempat duduknya.
Wudu orang yang tidur dengan seperti di atas, menjadi batal, jika ia bangun telah berubah dari tempat semula.Jika hanya sekadar ragu: Apakah pantatnya berubah atau tidak, berubah sebelum bangun atau sesudahnya, maka wudunya tidak batal.
Yakin dengan suatu mimpi, di mana ia yakin tidak ingat adanya tidur, hal ini tidak membawa pengaruh apa-apa.Lain halnya, jika ia merasa ragu dengan durnya, sebab mimpi dimenangkan sebagai yang terjadi pada salah satu dari dua kemungkinan.
Ketiga:
Menyentuh
kemaluan
manusia
atau
tempatnya
jika kemaluan itu putus
baik kemaluan orang mati
atau anak-anak
kubul
tempat vagina
atau dubur
masih terpasang
ataupun
sudah terputus
selain
potongan
khitan.
pembatal wudu
Bagian dubur (anus)
adalah bibir
lubang anus
dan dari
kelamin
perempuan
dua bibir
vagina
bibir lubang anus
bukan
bagian-bagian
belakang bibir
seperti tempat
perkhitanan (kelentit).
Memang
Disunahkan
berwudu
setelah menyentuh
semacam
rambut kelamin
dalam
dubur .
dua butir pelir
rambut
yang tumbuh
di atas
zakar (penis)
pangkal
paha,
menyentuh
anak putri yang masih kecil
orang berpenyakit sopak
dan orang beragama Yahudi
Begitu
Juga
tusuk jarum
memandang wanita
dengan syahwat
sekalipun
kepada
keluarga sendiri
dan berucap
hal yang maksiat
marah
membawa
mayat,
atau menyentuhnya
memotong
kuku
kumis
dan rambut
kepala.
Dengan ketentuan
kemaluan manusia
terkecualikan kemaluan
binatang
sebab padanya
tidak terdapat daya tarik seks
dan oleh
Karena itu
hukumnya boleh
melihat
kelamin binatang
Menyentuh yang membatalkan wudu
dengan telapak tangan
Hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad
shallallahu alaihi wa sallam
Barangsiapa
menyentuh
kemaluannya
dan dalam
riwayat lain
batang zakarnya
maka baginya wajib berwudu
Yang dimaksudkan menggunakan
telapak tangan
adalah
Bagian dalam
dari telapak tangan
bagian dalam
jari-jari
dan anggota yang membengkok
diantara keduanya
ketika
ditelungkupkan
dengan
sedikit
menekan
bukan
ujung
jari-jari
dan anggota yang berada
diantara keduanya
dan sisi
telapak tangan
(و) ثالثها: (مس فرج آدمي) أو محل قطعه، ولو لميت أو صغير، قبلا كان الفرج أو دبر ا متصلا أو مقطوعا، إلا ما قطع في الختان. والناقض من الدبر ملتقى المنفذ، ومن قبل المرأة ملتقى شفريها على المنفذ لا ما وراءهما كمحل ختانها. نعم، يندب الوضوء من مس نحو العانة، وباطن الالية، والانثيين، وشعر نبت فوق ذكر، وأصل فخذ، ولمس صغيرة وأمرد وأبرص ويهودي، ومن نحو فصد، ونظر بشهوة ولو إلى محرم، وتلفظ بمعصية، وغضب، وحمل ميت ومسه، وقص ظفر وشارب، وحلق رأسه. وخرج بآدمي فرج البهيمة إذ لا يشتهى، ومن ثم جاز النظر إليه. (ببطن كف) لقوله (ص): من مس فرجه، وفي رواية: من مس ذكرا فليتوضأ. وبطن الكف هو بطن الراحتين وبطن الاصابع والمنحرف إليهما عند انطباقهما، مع يسير تحامل دون رؤوس الاصابع وما بينها وحرف الكف.
Ketiga: Menyentuh kemaluan manusia atau tempatnya, jika kemaluan itu putus, baik kemaluan orang mati atau anakanak, kubul atau dubur, masih terpasang ataupun sudah terputus, selain potongan khitan.
Bagian dubur (anus) pembatal wudu adalah bibir lubang anus, sedangkan untuk bibir farji (vagina), bukan bagian-bagian belakang bibir, seperti tempat perkhitanan (kelentit).
Memang! Disunahkan berwudu setelah menyentuh semacam rambut kelamin, dalam dubur . (perkara yang termaktub ketika berdiri, samping lubang dubur), dua butir pelir, rambut yang tumbuh di atas zakar (penis), pangkal paha, menyentuh anak putri yang inasih kecil, putra kecil, orang berpenyakit sopak, dan orang beragama Yahudi: Begitu Juga tusuk jarum, memandang wanita dengan syahwat, sekalipun keluarga sendiri, berucap hal yang maksiat, marah, membawa atau menyentuh mayat, memotong kuku, kumis dan rambut kepala.
Dengan ketentuan kemaluan manusia, maka terkecualikan kemaluan binatang, sebab padanya tidak terdapat daya tarik seks. Karena itu, hukum melihat kelamin binatang adalah boleh.
Menyentuh yang membatalkan wudu, adalah dengan menggunakan telapak tangan. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad saw.: “Barangsiapa menyentuh kemaluannya —riwayat lain mengatakan batang zakarnya–, maka baginya wajib berwudu.”
Yang dimaksudkan dengan telapak tangan di sini adalah: Bagian dalamnya, jari-jari bagian dalam, tepian tapak tangan yang terhimpit jika dirapatkan dengan menekan sedikit. Bagian yang tidak termasuk adalah ujung jari, tepian ujung jari dan tepian telapak tangan.
Keempat:
Persentuhan
kulit
laki-laki
dengan wanita
meskipun
tidak syahwat
dan sekalipun
ada
salah satunya
terpaksa
atau orang mati,
akan tetapi
tidak batal
wudunya
bagi yang mati
Yang dimaksudkan
dengan kulit
di sini
selain
rambut,
gigi
dan kuku
berpendapat
Guru kami
Dan selain
biji
mata
Hal itu
berdasarkan firman
Allah swt
atau
bila kalian menyentuh
wanita
Arti daripada
lafal “Laa mastum” adalah menyentuh (bukan bersetubuh, seperti pendapat Imam Abu Hanifah -pen).
dan jika
seseorang masih ragu
apakah
Yang disentuh itu
rambut
ataukah kulit
maka wudunya tidak batal
Seperti halnya
jika menyentuh
tangannya
terhadap
kulit
ia sendiri tidak mengerti
Apakah
kulit
laki-laki
atau perempuan
atau ragu menyentuh
apakah
menyentuh
mahram
atau orang lain
dan berkata
Guru kami (Ibnu Hajar AlHaitami)
di dalam
kitab Syahril
‘Ubab
dan jika
diberi tahu
oleh orang adil
bahwa yang ia sentuh itu
wanita
atau
bahwa seperti
keluarlah
kentut
dari duburnya
pada
saat
ia tidur
tetap ditempatnya
maka wajib
terhadapnya
menerima
pemberitahuan tersebut.
sudah dewasa
Kedua-duanya
maka tidak membatalkan wudu
Persentuhan kulit antara dua anak kecil
beserta
satu anak kecil
diantaranya
atau
pada salah satunya
karena tidak adanya
daya
tarik
Yang dimaksudkan
dengan anak kecil,
seseorang
yang belum ada daya tarik seks (syahwat)
yang menurut
ketentuan umum
tidak
membatalkan wudu
syahwat diantara keduanya
dengan
perempuan yang ada hubungan mahram
baik dari arah nasab
susuan
atau perkawinan (mertua)
sebab tidak adanya
daya tarik
birahi
dan jika
perempuan
mahramnya
yang jumlahnya dapat dihitung (diketahui dengan mudah).
berada di tengah-tengah perempuan-perempuan mirip lain
lalu ia menyentuh
satu
darinya,
maka wudunya tidak batal
Begitu juga, jika jumlah perempuan tersebut
tidak mudah
dihitung.
Atas
dasar beberapa tinjauan
dan tidak bisa hilang
Keyakinan
masih punya wudu
atau telah berhadas
lantaran persangkaan
kebalikannya
Dan juga tidak dengan keraguan
di dalamnya
dengan pemahaman
yang lebih utama
maka harus mengambil
yang diyakini
untuk menetapkan
sebelumnya
(و) رابعها: (تلاقي بشرتي ذكر وأنثى) ولو بلا شهوة، وإن كان أحدهما مكرها أو ميتا، لكن لا ينقض وضوء الميت. والمراد بالبشرة هنا غير الشعر والسن والظفر - قاله شيخنا - وغير باطن العين، وذلك لقوله تعالى: * (أو لامستم النساء) * أي لمستم. ولو شك هل ما لمسه شعر أو بشرة، لم ينتقض، كما لو وقعت يده على بشرة لا يعلم أهي بشرة رجل أو امرأة، أو شك: هل لمس محرما أو أجنبية ؟ وقال شيخنا في شرح العباب: ولو أخبره عدل بلمسها له، أو بنحو خروج ريح منه في حال نومه ممكنا، وجب عليه الاخذ بقوله. (بكبر) فيهما، فلا نقض بتلاقيهما مع صغر فيهما، أو في أحدهما، لانتفاء مظنة الشهوة. والمراد بذي الصغر: من لا يشتهى عرفا غالبا. (لا) تلاقي بشرتيهما) (مع محرمية) بينهما، بنسب أو رضاع أو مصاهرة، لانتفاء مظنة الشهوة. ولو اشتبهت محرمه بأجنبيات محصورات فلمس واحدة منهن لم ينتقض، وكذا بغير محصورات على الاوجه. (ولا يرتفع يقين وضوء أو حدث بظن ضده) ولا بالشك فيه المفهوم بالاولى فيأخذ باليقين استصحابا له.
Keempat: Persentuhan kulit laki-laki dengan wanita, meskipun tidak syahwat, dan sekalipun salah satunya terpaksa atau orang mati,
bagi yang mati wudunya tidak batal. Yang dimaksudkan dengan kulit di sini, adalah selain rambut, gigi dan kuku. Guru kami berpendapat: Dan selain biji mata. Hal itu berdasarkan firman Allah: “atau bila kalian menyentuh wanita.” Arti daripada lafal “Laa mastum” adalah menyentuh (bukan bersetubuh, seperti pendapat Imam Abu Hanifah -pen). Jika seseorang masih ragu: Yang disentuh itu rambut ataukah kulit, maka wudunya tidak batal. Seperti halnya jika tangannya menyentuh kulit, ia sendiri tidak mengerti: Apakah kulit laki-laki atau perempuan, atau ragu menyentuh mahram atau orang lain. Guru kami (Ibnu Hajar AlHaitami) di dalam kitab Syahril ‘Ubab berkata: Kalau diberi tahu oleh orang adil, bahwa yang ia sentuh itu wanita, atau bahwa ketika ia tidur dengan merapatkan pantatnya, keluarlah kentut dari duburnya, maka wajib menerima pemberitahuan tersebut. Kedua-duanya sudah dewasa.
Persentuhan kulit antara dua anak kecil, atau satu anak kecil, sedangkan yang lain dewasa, adalah tidak membatalkan wudu, karena tidak adanya daya tarik.Yang dimaksudkan dengan anak kecil, ialah semua orang yang menurut ketentuan umum belum ada daya tarik seks (syahwat). Persentuhan kulit laki-laki dengan perempuan yang ada hubungan mahram –baik dari arah nasab, susuan, atau perkawinan (mertua)–, adalah tidak membatalkan wudu, sebab tidak adanya daya tarik birahi.
Jika perempuan mahramnya berada di tengah-tengah perempuan-perempuan mirip lain yang jumlahnya dapat dihitung (diketahui dengan mudah). lalu ia menyentuh satu darinya, maka wudunya tidak batal. Begitu juga, jika jumlah perempuan tersebut tidak mudah dihitung. Atas
dasar beberapa tinjauan.
Keyakinan masih punya wudu atau telah berhadas, tidak bisa hilang lantaran persangkaan kebalikannya, Demikian pula –lebih-lebih– dengan keraguan atas kebalikan dari keyakinan, karena melangsungkan keadaan semula (sstishhab). Karena itu, keyakinanlah yang harus diambil
Penutup:
seseorang diharamkan
Sebab hadas
melakukan salat
tawaf
sujud tilawah atau syukur
membawa
Mushaf
membawa sesuatu
yang bertuliskan
yang disediakan untuk belajar
Al-Qur-an
sekalipun
hanya sebagian
ayat
misalnya batu tulis
Penilaian
adanya
tujuan menggunakan tulisan ayat
untuk belajar
dan tabaruk (mencari berkah)
terletak
ketika penulisannya
bukan
sesudah itu
atau terletak pada penulisnya
baik untuk dirinya sendiri
atau orang lain
secara cuma-cuma (tabaru’)
jika tidak dengan cuma-cuma
maka terletak pada orang yang memerintahkan menulis.
Tidaklah haram membawa Mushaf
jika bersama
barang-barang lain
di mana Mushaf
tidak
dimaksudkan
untuk dibawa
Haram menyentuh
kertas mushaf
meskipun
bagian kosong
atau
semacam
memegang bungkusnya
yang disediakan
untuk membungkus.
dan mushaf tersebut
ada di dalamnya
Tidak haram membalik
lembaran Mushaf
dengan semacam kayu kecil
asal kayu tersebut
tidak melekat
padanya
Tidak haram pula
membawa kitab Tafsir Alqur-an
yang tafsirannya
lebih banyak
walaupun tidak secara persis diketahui
dan tidak boleh di larang
Anak kecil
mumayiz
yang sedang menanggung hadas
sekalipun
junub
membawa
atau menyentuh
semacam
Mushaf
untuk kebutuhan
belajarnya
dan mengajarnya
serta washilah keduanya
seperti membawa
ke meja
dan menghadapkan
mushaf tersebut
untuk belajar
kepadanya
Haram hukumnya
memberi peluang terhadap anak
yang belum
dari
semacam
memegang (membawa) Mushaf
meskipun
hanya sebagian
ayat
Haram juga menulisnya
dengan selain huruf Arab
Demikian pula meletakkan
semacam
uang dirham
di tempat – yang tertulis Al-qur’an
atau ilmu
syarak
atau sekedar
menyisipkannya
diantara
lembaran-lembaran Mushaf ‘
berbeda dengan pendapat
Guru kami
merobek dengan maksud
menghina
yang bertuliskan
Al-Qur-an
tidak apa-apa meminum air
leburan Al-Qur-an
merentangkan
kaki
ke arah Mushaf
yang terletak
tidak lebih
pada
tinggi
dan disunnahkan
berdiri
menghormati Alqur-an
sebagaimana menghormati orang alim
bahkan menghormau Alqur-an itu
lebih utama
Makruh hukumnya
membakar sesuatu
sesuatu yang bertuliskan
Alqur-an
kecuali
bermaksud
semacam
menjaganya.
maka menghapusnya.
lebih baik
Dalam hal ini
(خاتمة) يحرم بالحدث: صلاة وطواف وسجود، وحمل مصحف، وما كتب لدرس قرآن ولو بعض آية كلوح. والعبرة في قصد الدراسة والتبرك بحالة الكتابة دون ما بعدها، وبالكاتب لنفسه أو لغيره تبرعا، وإلا فأمره لا حمله مع متاع، والمصحف غير مقصود بالحمل ومس ورقه، ولو لبياض أو نحو ظرف أعد له وهو فيه، لا قلب ورقه بعود إذا لم ينفصل عليه، ولا مع تفسير زاد ولو احتمالا. ولا يمنع صبي مميز - محدث ولو جنبا حمل ومس نحو مصحف لحاجة تعلمه ودرسه ووسيلتهما، كحمله للمكتب والاتيان به للمعلم ليعلمه منه. ويحرم تمكين غير المميز من نحو مصحف، ولو بعض آية، وكتابته بالعجمية، ووضع نحو درهم في مكتوبه وعلم شرعي. وكذا جعله بين أوراقه - خلافا لشيخنا - وتمزيقه عبثا، وبلع ما كتب عليه لا شرب محوه، ومد الرجل للمصحف ما لم يكن على مرتفع. ويسن القيام له كالعالم بل أولى، ويكره حرق ما كتب عليه إلا لغرض نحو صيانة، فغسله أولى منه
Penutup:
Sebab hadas, seseorang diharamkan melakukan salat, tawaf, sujud ulawah atau syukur, membawa Mushaf, membawa sesuatu yang bertuliskan Algur-an, yang disediakan untuk belajar, sekalipun hanya sebagian ayat, misalnya batu tulis.
Penilaian adanya tujuan menggunakan tulisan ayat untuk belajar dan tabaruk (mencari berkah), adalah terletak ketika penulisannya, bukan sesudah itu, atau terletak pada penulisnya, baik untuk dirinya sendiri atau orang lain secara cuma-cuma (tabaru’): jika tidak dengan cuma-cuma, maka terletak pada orang yang memerintahkan menulis.
Tidaklah haram membawa Mushaf, jika bersama barangbarang lain, di mana Mushaf tidak dimaksudkan untuk dibawa.
Haram pula memegang lembaran Mushaf, meskipun bagian kosong: atau memegang bungkusnya yang disediakan untuk membungkus.
Tidak haram membalik lembaran Mushaf dengan semacam kayu kecil, asal kayu tersebut tidak melekat padanya.
Tidak haram pula membawa kitab Tafsir Alqur-an yang tafsirannya lebih banyak, walaupun tidak secara persis diketahui (untuk kitab Tafsir Jalalain, yang lebih hati-hati, adalah membawanya dengan keadaan punya wudu – pen).
Anak mumayiz yang sedang menanggung hadas –sekalipun junub–, tidak dilarang membawa atau menyentuh Mushaf, untuk belajar, membaca dan wasilah mempelajarinya, seperti membawa ke meja dan menghadapkan ke depan guru untuk belajar.
Haram hukumnya memberi peluang memegang (membawa) Mushaf dan sesamanya terhadap anak yang belum tamyiz (sebab khawatir akan menyia-nyiakan’nya), meskipun hanya sebagian ayat.
Haram juga menulisnya dengan selain huruf Arab.
Demikian pula meletakkan semacam uang dirham di tempat – yang tertulis Al-qur’an atau ilmu syarak, atau menyisipkannya pada lembaran-lembaran Mushaf ‘ —berbeda dengan pendapat Guru kami–: merobek dengan maksud menghina, menelan sesuatu yang bertuliskan Algur-an –kalau meminum air leburan Algur-an, tidak apa-apa–: merentangkan kaki ke arah Mushaf yang terletak tidak tebih tinggi.
Sunah berdiri menghormati Alqur-an, sebagaimana menghormati orang alim, bahkan menghormau Alqur-an itu lebih utama.
Makruh hukumnya membakar sesuatu yang bertuliskan Alguran, kecuali jika bermaksud semacam menjaganya. Dalam hal ini lebih baik menghapusnya.
Perbuatan yang Diharamkan
Sebab Janabah
Diam
di dalam mesjid
membaca
Alqur-an
dengan sengaja
sekalipun
sebagian
ayat
yang dimana
terdengar
diri sendiri
dan meskipun
ia kanak-kanak
berbeda
dengan Fatwa (pendapat)
dalam hal ini
Imam An-Nawawi
dengan sebab sesamanya
menstruasi
tidak sedang keluarnya darah
saat melahirkan
melaksanakan shalat
membaca Alqur-an
dan puasa
dan tidak diwajibkan
mengqada'
terhadap shalat
bahkan
haram hukumnya
mengqada' shalat
menurut beberapa pendapat hukum
ويحرم بالجنابة المكث في المسجد وقراءة قرآن بقصده، ولو بعض آية، بحيث يسمع نفسه ولو صبيا - خلافا لما أفتى به النووي -. وبنحو حيض، لا بخروج طلق، صلاة وقراءة وصوم. ويجب قضاؤه لا الصلاة، بل يحرم قضاؤها على الاوجه
Perbuatan yang Diharamkan
Sebab Janabah:
Diam di dalam mesjid, membaca Alqur-an sekalipun sebagian ayat yang terdengar diri sendiri, dan meskipun ia kanak-kanak, mengenai yang ini (anak-anak yang junub), adalah bertentangan dengan pendapat Imam An-Nawawi.(Hal di atas, haram juga) atas wanita yang sedang menstruasi (dan nifas).
Tidak diperbolehkan (haram) salat, membaca Alqur-an dan puasa, bagi wanita yang mengeluarkan darah Thalg (darah yang keluar akibat menahan rasa sakit waktu melahirkan -pen).Puasa yang tertinggal di sini wajib dikadha, sedangkan salat tidak wajib, atas dasar beberapa tinjauan
Thaharah
Kedua
Mandi
Mandi
menurut arti bahasa
Mengalirkan
air
pada
sesuatu
Sedangkan menurut syarak
Mengalirkan air
pada
semua
badan
dengan niat mandi
Mandi tidak wajib dikerjakan
seketika
meskipun
sebagai durhaka (umpama berzina)
penyebab kewajibannya dikerjakan
Lain halnya
dengan mencuci najis
akibat durhaka
yang dikerjakan
Yang masyhur
pada
kalangan
ahli fiqih
lafal غُسْلٌ adalah dengan dibaca dhammmah
ghainnya
Tetapi
membaca fat-hah ghainnya
adalah lebih fasih
dengan membaca dhammah
berarti memiliki makna
antara
perbuatan mandi
dan air
yang digunakan-. nya
(و) الطهارة (الثانية: الغسل) هو لغة: سيلان الماء على الشئ. وشرعا: سيلانه على جميع البدن بالنية. ولا يجب فورا وإن عصى بسببه، بخلاف نجس عصى بسببه. والاشهر في كلام الفقهاء ضم غينه، لكن الفتح أفصح، وبضمها مشترك بين الفعل وماء الغسل.
Thaharah Kedua: Mandi
Mandi menurut arti bahasa: Mengalirkan air pada sesuatu. Sedangkan menurut syarak: Mengalirkan air pada semua badan
dengan niat mandi.Mandi tidak wajib dikerjakan seketika, meskipun penyebab kewajibannya dikerjakan sebagai durhaka (umpama berzina). Lain halnya dengan mencuci najis yang dikerjakan akibat durhaka.
Yang masyhur di kalangan fukaha, lafal غُسْلٌ adalah dengan dibaca dhammmah ghainnya. Tetapi membaca fat-hah ghainnya adalah lebih fasih. Kata-kata Ghusl mempunyai arti perbuatan mandi dan air yang digunakan-. nya.
Hal-hal yang mewajibkan mandi
ada empat
Pertama:
Keluar
air mani
yang pertama
Air mani bisa diketahui
melalui salah satu
yang khususnya
dari tiga ciri-ciri:
terasa lezat
Keluar dengan tercurat
berbau
adukan bahan roti
dan berbau putih
telur
setelah kering
maka jika
tidak terdapat tanda-tanda
hal ini
yang dikhususkan
maka tidak wajib mandi
Memang!
Jika seseorang meragukan
terhadap sesuatu
sesuatu
apakah mani
yaitu
atau madzi
maka boleh memilih
meskipun
sekehendak hatinya
maka jika
ia mau
menjadikannya
mani
lalu mandi
atau madzi
lalu mencuci
dan berwudu
dan jika
seseorang melihat
mani
kering
terhadap
seperti yang menempel
pada pakaiannya
maka ia wajib
mandi
dan mengulangi
setiap
salatnya
yang diyakini dikerjakan
setelah keluar mani tersebut
selagi
tidak berlaku
suatu kebiasaan
bahwa mani tersebut
dari
orang lain
Kedua:
Masuknya
kepala zakar (penis)
atau tengkuknya
bagi orang yang tidak mempunyai kepala penis
walaupun
ada
dari
penis
lepasan
atau
dari
binatang
ataupun orang mati
Ke dalam farji
kubul (vagina)
atau dubur (anus)
sekalipun
farji binatang
misalnya ikan
atau orang mati
Orang mati yang seperti ini tidak wajib
dimandikan lagi
sebab sudah bukan
mukalaf lagi
(وموجبه) أربعة: أحدها: (خروج منيه أولا) ويعرف بأحد خواصه الثلاث: من تلذذ بخروجه، أو تدفق، أو ريح عجين رطبا وبياض بيض جافا. فإن فقدت هذه الخواص فلا غسل. نعم، لو شك في شئ أمني هو أو مذي ؟ تخير ولو بالتشهي. فإن شاء جعله منيا واغتسل، أو مذيا وغسله وتوضأ. ولو رأى منيا مجففا في نحو ثوبه لزمه الغسل وإعادة كل صلاة تيقنها بعده، ما لم يحتمل عادة كونه من غيره. (و) ثانيها: (دخول حشفة) أو قدرها من فاقدها، ولو كانت من ذكر مقطوع أو من بهيمة أو ميت. (فرجا) قبلا أو دبرا، (ولو لبهيمة) كسمكة أو ميت، ولا يعاد غسله لانقطاع تكليفه.
Hal-hal yang mewajibkan mandi ada empat:
“Pertama: Keluar air mani yang pertama.
Air mani bisa diketahui melalui salah satu dari tiga ciri-ciri: Waktu keluar terasa lezat, Keluar dengan tercurat: Waktu basah berbau adukan bahan roti dan setelah kering berbau putih telur.
Bila tidak terdapat tanda-tanda di atas
maka tidak wajib mandi. Memang! Jika seseorang meragukan, apakah mani atau madzi, walaupun keluarnya dengan syahwat, ia boleh memilih: menganggap mini, lalu mandi: atau menganggap madazi, lalu mencuci dan berwudu.
Jika seseorang melihat mani kering yang menempel pada pakaiannya, maka ia wajib mandi dan mengulangi salatnya yang diyakini dikerjakan setelah keluar mani tersebut, selagi tidak berlaku suatu kebiasaan, bahwa mani tersebut dari orang lain.
Kedua: Masuknya kepala zakar (penis), atau tengkuknya, bagi orang yang tidak mempunyai kepala penis, walaupun dari penis lepasan, binatang ataupun orang mati. Ke dalam farji –kubul (vagina) atau dubur (anus)–, sekalipun farji binatang, misalnya ikan atau orang mati.
Orang mati yang seperti ini tidak wajib dimandikan lagi, sebab sudah bukan mukalaf lagi.
Ketiga:
Haid (menstruasi)
Artinya
setelah terputus darah haid
Haid ialah
Darah
yang keluar
dari
pangkal
rahim
wanita
pada
hari-hari
tertentu.
dan paling sedikit keluarnya
usia perempuan
adalah sembilan
tahun
gamaniyah
Artinya
secara penuh
Memang!
Jika
seorang wanita mengeluarkan darah
sebelum
berusia 9 tahun
kurang
enam belas
hari
maka darah tersebut
dinamakan juga dengan haid
Masa keluar darah haid paling sedikit
sehari
semalam
dan paling lama
lima belas
hari
sebagaimana masa terpendek
untuk suci
di antara
dua kali haid
Diharamkan
sebab haid
Semua yang diharamkan
sebab janabah
dan hubungan seksual
antara
pusar
dan lutut
Dikatakan
Tidak diharamkan
selain
persetubuhan
Pendapat inilah yang dipilih
oleh Imam An-Nawawi
dalam
kitab At-Tahqiq
berdasarkan hadis
yang diriwayatkan Imam Muslim
Berbuatlah
sesuka
hatimu
selain bersetubuh
Manakala
sudah berhenti
pendarahan itu
diperbolehkan
kepadanya
sebelum
mandi,
berpuasa
berpuasa
tidak boleh bersetubuh
Hal ini (bersetubuh) bertentangan
dengan hasil pembahasan
Al-‘Allamah
As -Suyuthi
Semoga Allah merahmatinya
Keempat:
Nifas
Artinya
setelah berhenti pendarahan.
Nifas adalah
darah
haid
kumpulan
yang keluar
setelah
sempurna
keseluruhan
kelahiran
Masa minimalnya
adalah setetes
biasanya
empat puluh
hari
dan batas maksimal
enam puluh
hari
dan yang diharamkan
sebab nifas
adalah Semua yang diharamkan
sebab haid
dan diwajibkan
mandi
Juga
sebab melahirkan
sekalipun
tidak basah
dan yang keluar
berupa segumpal darah
atau daging
dan wajib mandi sebab mati
bagi seorang muslim
yang bukan
syahid
(و) ثالثها: (حيض) أي انقطاعه، وهو دم يخرج من أقصى رحم المرأة في أوقات مخصوصة. (وأقل سنة تسع سنين قمرية) أي استكمالها. نعم، إن رأته قبل تمامها بدون ستة عشر يوما فهو حيض، وأقله يوم وليلة، وأكثره خمسة عشر يوما، كأقل طهر بين الحيضتين. ويحرم به ما يحرم بالجنابة، ومباشرة ما بين سرتها وركبتها. وقيل: لا يحرم غير الوطئ. واختاره النووي في التحقيق، لخبر مسلم: اصنعوا كل شئ إلا النكاح. وإذا انقطع دمها حل لها قبل الغسل صوم لا وطئ، خلافا لما بحثه العلامة الجلال السيوطي رحمه الله. (و) رابعها: (نفاس) أي انقطاعه، وهو دم حيض مجتمع يخرج بعد فراغ جميع الرحم، وأقله لحظة، وغالبه أربعون يوما، وأكثره ستون يوما. ويحرم به ما يحرم بالحبض، ويجب الغسل أيضا بولادة ولو بلا بلل، وإلقاء علقة ومضغة، وبموت مسلم غير شهيد.
Ketiga: Haid (menstruasi):
Artinya setelah terputus darah haid.Haid ialah: Darah yang keluar dari pangkal rahim wanita pada hari-hari tertentu. Usia termuda seorang wanita mengeluarkan darah haid, adalah 9 tahun gamaniyah, secara penuh.
Memang! Jika seorang wanita mengeluarkan darah sebelum berusia 9 tahun kurang 16 hari, maka darah tersebut dinamakan juga dengan haid. Masa keluar darah haid paling sedikit I hari 1 malam, dan terpanjang 15 hari (15 malam, walaupun darah tersebut tidak berturut-turut keluarnya -pen), sebagaimana masa terpendek untuk suci di antara dua kali haid.
Diharamkan sebab haid: Semua yang diharamkan sebab janabah dan hubungan seksual antara pusat dan lutut. Dikatakan: Tidak diharamkan selain persetubuhan. Pendapat inilah yang dipilih oleh Imam An-Nawawi dalam kitab At-Tahqiq, berdasarkan hadis yang diriwayatkan Imam Muslim: “Berbuatlah sesuka hatimu, selain bersetubuh.”
Manakala pendarahan itu sudah berhenti, diperbolehkan sebelum mandi, berpuasa, tidak boleh bersetubuh. Hal ini (bersetubuh) bertentangan dengan hasil pembahasan Al-‘Allamah Al-Jalal As -Suyuthi r.a. Keempat: Nifas: artinya, setelah berhenti pendarahan. Nifas adalah kumpulan darah haid yang keluar setelah sempurna kelahiran. Masa minimalnya adalah setetes, biasanya 40 hari, dan batas maksimal 60 hari. Semua yang diharamkan sebab haid, adalah diharamkan sebab nifas.Juga diwajibkan mandi sebab melahirkan, sekalipun tidak basah dan yang keluar berupa segumpal darah atau daging: dan wajib mandi sebab mati bagi seorang muslim yang bukan syahid.
Fardu Mandi
maksudnya
mandi
ada dua
Pertama:
Niat
menghilangkan
janabah
bagi orang yang junub
atau haid
bagi yang haid
Maksudnya
menghilangkan
hukum janabah dan haid
atau
Boleh juga niat
menunaikan
fardu
mandi
atau
menghilangkan
hadas
bersuci
dari hadas
atau
niat menunaikan
ibadah mandi
Begitu juga
niat mandi
untuk menunaikan salat
Tidaklah
cukup jika niat mandi
saja
dan wajib
melakukan
Niat
bersama-sama
permulaan mandi
maksudnya
mandi
Yakni
yang pertama kali
Basuhan
tubuh
sekalipun mulai membasuhnya
dari bawah tubuh
maka Jika
baru niat
setelah
membasuh
sepotong anggota badan
maka wajib
mengulangi
basuhan anggota tersebut
dan jika
seseorang niat
menghilangkan
janabah
dan membasuh
sebagian
badan
lalu
tidur
setelah bangun
dan meneruskan
membasuh
anggota tubuh yang lain
maka baginya tidak perlu
mengulangi
niatnya
(وفرضه) - أي الغسل - شيئان: أحدهما: (نية رفع الجنابة) للجنب، أو الحيض للحائض. أي رفع حكمه. (أو) نية (أداء فرض الغسل) أو رفع حدث، أو الطهارة عنه، أو أداء الغسل. وكذا الغسل للصلاة لا الغسل فقط. ويجب أن تكون النية (مقرونة بأوله) - أي الغسل - يعني بأول مغسول من البدن، ولو من أسفله. فلو نوى بعد غسل جزء وجب إعادة غسله. ولو نوى رفع الجنابة وغسل بعض البدن ثم نام فاستيقظ وأراد غسل الباقي لم يحتج إلى إعادة النية.
Fardu Mandi
Fardu mandi ada dua:
Pertama: Niat menghilangkan janabah bagi orang yang junub, atau haid bagi yang haid. Maksudnya, menghilangkan hukum janabah dan haid.Boleh juga niat menunaikan . fardu mandi, menghilangkan hadas, bersuci dari hadas, atau niat menunaikan ibadah mandi. Begitu juga niat mandi untuk menunaikan salat. Tidaklah
cukup jika niat mandi saja.Niat itu wajib bersama-sama permulaan mandi. Yakni: Basuhan tubuh yang pertama kali, sekalipun mulai membasuhnya dari bawah tubuh.
Jika baru niat setelah membasuh sepotong anggota badan, maka wajib mengulangi basuhan anggota tersebut.Jika seseorang niat menghilangkan janabah dan mem, basuh sebagian badan, lalu tidur, setelah bangun ia bermaksud meneruskan basuhan yang lain, maka baginya tidak perlu mengulangi niatnya.
Kedua:
Meratakan air
pada bagian
badan
sampai
pada kuku
kulit bawah kuku
rambut
luar
dalam
sekalipun
tumbuh lebat
dan semua
yang tampak
seperti
misalnya
pangkal
rambut
yang telah lepas
sebelum
terbasuh
lubang telinga
bagian-bagian farji
wanita
yang tampak
ketika duduk
di atas
dua telapak kakinya
dan lubang
Bagian dalam
pada bisul cacar
yang menganga (terbuka)
pucuknya
Tidak termasuk wajib dibasuh
Bagian dalam bekas koreng
yang menonjol keluar
dan tertutup
rapat
sehingga tidak
tampak
sesuatu
bagian dalamnya
dan haram
membelah
jari-jari yang rekat
yang berada
di bawah
kuncup
bagi orang yang belum dikhitan
Ia wajib
membasuh
bagian dalamnya
sebab pada dasarnya
kulit glans penis
harus dihilangkan
Tidak termasuk wajib dibasuh
Dasar rambut
yang tumbuh
dengan sendirinya
sekalipun
banyak jumlahnya.
dan tidak wajib
Berkumur
dan menyesap air ke hidung
tetapi
makruh
meninggalkannya
dengan menggunakan air
yang menyucikan
telah lewat
pembahasan air
tentang bahaya
perubahan
air
dengan perubahan
yang merusak kesucian air
meskipun
dengan sesuatu
pada
anggota sendiri
berbeda dengan pendapat
segolongan ulama'
cukup
dengan adanya
persangkaan
Untuk meratakan air
pada kulit
dan rambut
, meskipun
ia tidak merasa yakin adanya
maka tidak wajib baginya
untuk yakin
telah ratanya air
bahkan
cukup
dengan suatu
persangkaan
padanya
yang didalamnya
sebagaimana dalam masalah wudu
(و) ثانيهما: (تعميم) ظاهر (بدن حتى) الاظفار وما تحتها، و (الشعر) ظاهرا وباطنا وإن كثف، وما ظهر من نحو منبت شعرة زالت قبل غسلها، وصماخ وفرج امرأة عند جلوسها على قدميها، وشقوق (وباطن جدري) انفتح رأسه لا باطن قرحة برئت وارتفع قشرها ولم يظهر شئ مما تحته. ويحرم فتق الملتحم (وما تحت قلفة) من الاقلف فيجب غسل باطنها لانها مستحقة الازالة، لا باطن شعر انعقد بنفسه وإن كثر، ولا يجب مضمضة واستنشاق بل يكره تركهما. (بماء طهور) ومر أنه يضر تغير الماء تغيرا ضارا ولو بما على العضو، خلافا لجمع. (ويكفي ظن عمومه) - أي الماء - على البشرة والشعر وإن لم يتيقنه، فلا يجب تيقن عمومه بل يكفي غلبة الظن به فيه كالوضوء.
Kedua: Meratakan air pada bagian badan, termasuk kuku, kulit bawah kuku, rambut luar-dalam, sekalipun tumbuh lebat: dan semua yang tampak, misalnya pangkal rambut yang telah lepas sebelum terbasuh, lubang telinga, bagian-bagian farji wanita yang tampak ketika duduk di atas dua telapak kakinya, dan lubang: lubang serta retak-retak pada badan. Termasuk juga yang harus dibasuh: Bagian dalam pada bisul cacar yang pucuknya menganga (terbuka). Tidak termasuk wajib dibasuh: Bagian dalam bekas koreng yang menonjol keluar dan tertutup rapat, sehingga tidak tampak bagian dalamnya,
Haram membelah anggota tubuh yang tergandeng rapat asli, Termasuk wajib dibasuh: Bagian di bawah kulit kepala zakar (glans penis) bagi orang yang belum dikhitan (kulit kepala zakar masih utuh). Ia wajib membasuhnya, sebab pada dasarnya, kulit glans penis harus dihilangkan.Tidak termasuk wajib dibasuh: Dasar rambut yang tumbuh dengan sendirinya (pada tempattempat yang tidak biasa tumbuh), sekalipun banyak jumlahnya.
Berkumur dan menyesap air ke hidung adalah tidak wajib, tetapi meninggalkannya adalah makruh (karena menghindari perselisihan dengan Imam Abu Hanifah r.a. yang mengatakan wajib -pen).(Membasuh anggota badan di atas) dengan menggunakan air yang menyucikan.Seperti keterangan yang telah lewat, bahwa perubahan air pada salah satu sifatnya adalah mempengaruhi atas dapat digunakan mandi janabah, meskipun perubahan tersebut terjadi di anggota badan orang yang mandi.Hal ini bertentangan dengan pendapat segolongan ulama. Untuk meratakan air pada kulit dan rambut, adalah cukup dengan adanya persangkaan, meskipun ia tidak merasa yakin adanya. Tetapi yang cukup adalah dengan suatu persangkaan, sebagaimana dalam masalah wudu.
Sunah-sunah Mandi
Disunahkan ketika mandi
wajib
dan sunah
membaca Basmalah
mengawalinya
Membuang
kotoran
yang suci
misalnya sperma
dan ingus
dan kotoran yang najis
misalnya madzi
sekalipun
menghilangkan
hadas dan kotoran
dapat dilakukan satu basuhan
sekaligus
Kencing
sebab inzal (ejakulasi, keluar sperma),
sebelum
mandi bagi orang yang wajib mandi
agar ikut keluar
sisa sperma
bersama air kencing itu
maka
setelah
membuang
kotoran
Berkumur
dan menyesap air ke dalam hidung
kemudian
berwudu
dengan sempurna
karena ituba’ kepada Rasul saw
sebagaimana yang diriwayatkan
oleh Imam Bukhari-Muslim.
dan disunnahkan
bagi orang yang mandi
melanggengkan wudunya dari hadas kecil
sampai selesai mandi
sehingga
jika ia berhadas di tengah-tengah mandi
disunahkan
baginya
berwudu lagi
dan Pendapat
Imam Al-Muhamili
bahwa wudu hanya disunahkan
dalam mandi
wajib saja
adalah pendapat daif (lemah).
Yang lebih utama
tidak
menunda
membasuh
kedua telapak kaki
daripada mandi sedikit
seperti yang telah
dijelaskan
oleh Imam Nawawi
dalam kitab Ar-Raudhah
walaupun
ada keterangan
mengenai penundaannya
dalam kitab Al-Bukhari
Jika ia berwudu
di tengah-tengah
mandi
atau sesudahnya
mencukupi pula
baginya
sebagai
kesunahan
tetapi
yang lebih utama
mendahulukan wudu sebelum mandi
dan makruh hukumnya
Meninggalkan wudu dalam masalah mandi
dan hendaknya niat
Dalam wudu di sini
sebagai sunah
mandi
jika sunyi
janabahnya
dari hadas kecil
Jika berhadas kecil
maka hendaknya niat
terhadapnya
menghilangkan
hadas
kecil itu
dan sepadannya
Karena menghindari
pendapat ulama
yang menetapkan wajib wudu
dengan alasan
hadas kecil tidak dapat masuk
dalam hadas besar.
dan jika
seseorang berhadas
setelah
hilangnya
janabah
semua anggota
wudu
maka ia wajib
wudu lagi
secara tertib
dengan niat
Memperhatikan dalam membasuh
anggota-anggota yang berlipat-lipat
misalnya telinga
ketiak
pusar
ckor mata
dan bagian-bagian
yang retak-retak,
Memperhatikan dalam membasuh
pangkal
rambut
kemudian
menyiram
kepala
dengan siraman air yang banyak
setelah
rambut diurai
jika
ada
padanya
sebuah rambut
dan tidak ada kesunahan
mendahulukan kepala kanan
bagi selain
seseorang yang tangannya terpotong
kemudian
membasuh
bagian badan
kanan
kemudian
kirinya.
dan Menggosok-gosok
bagian badan yang bisa dijamah
oleh tangannya
dari anggota badannya
karena menghindari
perselisihan dengan ulama
yang mengatakan wajib menggosok-gosok (yaitu Imam Malik, sedangkan khuruj minal khilaf, mustahab -pen).
Mengulang tiga kali
basuhan
pada seluruh
badan
menggosok badan
membaca Basmalah
dan berdoa
setelah mandi
kesunahan ini akan didapatkan
di air yang diam
dengan menggerak-gerakkan
seluruh anggota
badan
sebanyak tiga kali
sekalipun
tidak berubah
telapak kaki
pada
tempat
asalnya
atas dasar beberapa hasil peninjauan
Disunnahkan menghadap
ke arah kiblat
sambung-menyambung
dan meninggalkan
pembicaraan
tanpa ada hajat
dan tidak menyeka air
tanpa ada uzur
dan disunnahkan membaca
kalimat syahadat
serta doa sambungannya
dalam Wudu
seperti
yang ada dalam Bab Wudu
beserta doanya
Sesudah
mandi
Sunah untuk tidak mandi
janabah
dan lainnya
seperti wudu
dengan air
yang diam
yang tidak menjadi banyak
misalnya telaga
dari
mata air
yang tidak
mengalir.
(وسن) للغسل الواجب والمندوب (تسمية) أوله، (وإزالة قذر طاهر) كمني ومخاط، ونجس كمذي، وإن كفى لهما غسلة واحدة، وأن يبول من أنزل قبل أن يغتسل ليخرج ما بقي بمجراه. (ف) - بعد إزالة القذر (مضمضة واستنشاق ثم وضوء) كاملا - للاتباع -، رواه الشيخان. ويسن له استصحابه إلى الفراغ، حتى لو أحدث، سن له إعادته. وزعم المحاملي اختصاصه بالغسل الواجب ضعيف، والافضل عدم تأخير غسل قدميه عن الغسل، كما صرح به في الروضة، وإن ثبت تأخيرهما في البخاري. ولو توضأ أثناء الغسل أو بعده حصل له أصل السنة، لكن الافضل تقديمه، ويكره تركه. وينوي به سنة الغسل إن تجردت جنابته عن الاصغر، وإلا نوى به رفع الحدث الاصغر أو نحوه، خروجا من خلاف موجبه القائل بعدم الاندراج. ولو أحدث بعد ارتفاع جنابة أعضاء الوضوء لزمه الوضوء مرتبا بالنية. (فتعهد معاطف) كالاذن والابط والسرة والموق ومحل شق، وتعهد أصول شعر، ثم غسل رأس بالافاضة بعد تخليله إن كان عليه شعر، ولا تيامن فيه لغير أقطع. ثم غسل شق أيمن ثم أيسر، ودلك لما تصله يده من بدنه، خروجا من خلاف من أوجبه. (وتثليث) لغسل جميع البدن، والدلك والتسمية والذكر عقبه، ويحصل في راكد بتحرك جميع البدن ثلاثا، وإن لم ينقل قدميه إلى موضع آخر، على الاوجه (واستقبال) للقبلة وموالاة، وترك تكلم بلا حاجة، وتنشيف بلا عذر. وتسن الشهادتان المتقدمتان في الوضوء مع ما معهما عقب الغسل، وأن لا يغتسل لجنابة أو غيرها، كالوضوء في ماء راكد لم يستبحر كنابع من عين غير جار.
Sunah-sunah Mandi
Disunahkan ketika mandi wajib dan sunah:
agar sisa sperma ikut keluar bersama air kencing itu.
Berkumur dan menyesap air ke dalam hidung dan berwudu dengan sempurna setelah membuang kotoran, karena ituba’ kepada Rasul saw. sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari-Muslim.
Sunah bagi orang yang mandi melanggengkan wudunya dari hadas kecil sampai selesai mandi, sehingga jika ia berhadas di tengah-tengah mandi, baginya disunahkan berwudu lagi.
Pendapat Imam Al-Muhamili, bahwa wudu hanya disunahkandalam mandi wajib saja, adalah pendapat daif (lemah). Yang lebih utama tidak menunda membasuh kedua telapak kaki daripada mandi sediku –seperti yang telah dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam kitab Ar-Raudhah–, walaupun ada keterangan mengenai penundaannya dalam kitab Al-Bukhari. Jika ia berwudu di tengah-tengah mandi atau sesudahnya, mencukupi pula sebagai kesunahan, tetapi yang lebih utama adalah mendahulukan wudu sebelum mandi.
Meninggalkan wudu dalam masalah mandi, adalah makruh (sebab menghindari ulama yang mengatakan wajib wudu -pen). Dalam wudu di sini hendaknya diniau sebagai sunah mandi, jika janabahnya sunyi dari hadas kecil. Jika berhadas kecil, maka hendaknya niat menghilangkan hadas itu dan sepadannya. Karena menghindari pendapat ulama yang menetapkan wajib wudu, dengan alasan, hadas kecil tidak dapat masuk dalam hadas besar. Jika wudunya batal setelah semua anggota wudu dibasuh, maka ia wajib wudu lagi secara tertib dengan niat (jika ia hendak melakukan salat -pen).Memperhatikan dalam membasuh anggota-anggota yang berlipat-lipat, misalnya telinga, ketiak, pusat, ckor mata dan bagian-bagian yang retak-retak, Memperhatikan dalam membasuh pangkal rambut, Jalu menyiram kepala dengan siraman air yang banyak setelah rambut diurai. Bagi selain orang yang putus tangan kanan dan kirinya, ia tidak disunahkan mendahulukan bagian kanan kepalanya. Lantas membasuh badan bagian kanan dan diteruskan kirinya. Menggosok-gosok bagian badan yang bisa dijamah oleh : tangannya
karena menghindari perselisihan dengan ulama yang mengatakan wajib menggosok-gosok (yaitu Imam Malik, sedangkan khuruj minal khilaf, mustahab -pen).
Mengulang tiga kali basuhan pada seluruh badan, menggosok badan, membaca Basmalah dan berdoa setelah mandi.
Dalam masalah mandi dengan air yang mengalir, kesunahan mengulang tiga kali sudah berhasil dengan menggerakgerakkan badan sebanyak tiga kali, sekalipun telapak kaki tidak berubah dari asal (berpijak), atas dasar beberapa hasil peninjauan.
Menghadap kiblat, sambungmenyambung, tidak berbicara tanpa ada hajat, dan tidak menyeka air tanpa ada uzur.
Sesudah mandi, sunah membaca kalimat syahadat serta doa sambungannya, seperti yang ada dalam Bab Wudu.
Sunah untuk tidak mandi janabah dan lainnya, seperti wudu dengan air yang tidak mengalir yang tidak menjadi banyak, misalnya telaga yang tidak mengalir.
Cabang:
Jika seseorang mandi
dengan niat mandi janabah
dan semacam
mandi Jum'at
dengan niat sekaligus
maka hasillah kedua-duanya
Meskipun
yang lebih utama
memisahkan
masing-masing
dengan mandi sendiri-sendiri
Atau niat dengan salah satunya
maka berhasillah
apa yang diniati saja
dan jika
seseorang berhadas
kemudian
junub
maka cukuplah baginya
mandi
sekali saja
meskipun
tidak diniati
bersamaan
berwudu
dan tidak secara tertib.
membasuh anggota wudu
(فرع) لو اغتسل لجنابة ونحو جمعة بنيتهما حصلا، وإن كان الافضل إفراد كل بغسل، أو لاحدهما حصل فقط. (ولو أحدث ثم أجنب كفى غسل واحد) وإن لم ينو معه الوضوء ولا رتب أعضاءه..
Cabang:
Jika seseorang mandi dengan niat mandi janabah dan semacam mandiJumat dengan niat sekaligus, maka hasillah keduaduanya. Meskipun yang lebih utama adalah memisahkan masing-masing dnegan mandi sendiri-sendiri.Atau niat dengan salah satunya, maka berhasillah apa yang diniati saja.Jika seseorang berhadas dan junub, maka cukuplah baginya sekali mandi saja, meskipun tidak diniati berwudu dan tidak membasuh anggota wudu secara tertib.
Cabang:
disunahkan
bagi Orang yang junub
haid
dan nifas
setelah
berhenti
pendarahannya
mencuci
farji
dan berwudu
bila akan tidur
makan
dan minum
dan hukumnya makruh
mengerjakan
hal-hal
tersebut
Seyogianya
jangan membuang
sebelum
mandi
rambut
kuku
dan juga
darah (baru).
sebab sesungguhnya
semua itu nanti
akan dikembalikan
di akhirat
dalam keadaan junub
diperbolehkan
membuka aurat
baginya
Waktu mandi
di tempat yang sepi
atau di hadapan
orang yang boleh
melihat
pada auratnya
misalnya istri
misalnya istri
dan budak wanita
dan menutupnya.
yang lebih utama
Hukumnya haram
jika
mandi
dengan telanjang
di hadapan orang yang haram
melihat
auratnya
sebagaimana
haram telanjang
di tempat sepi
tanpa ada hajat
tanpa ada hajat
Diperbolehkan telanjang
di tempat sepi, (jika memang ada. kepentingan)
meskipun kepentingan itu
kecil sekali
seperti yang akan
diterangkan nanti
(فرع) يسن لجنب وحائض ونفساء بعد انقطاع دمهما غسل فرج ووضوء لنوم وأكل وشرب، ويكره فعل شئ من ذلك بلا وضوء. وينبغي أن لا يزيلوا قبل الغسل شعرا أو ظفرا، وكذا دما، لان ذلك يرد في الآخرة جنبا. (وجاز تكشف له) أي للغسل، (في خلوة) أو بحضرة من يجوز نظره إلى عورته كزوجة وأمة، والستر أفضل. وحرم إن كان ثم من يحرم نظره إليها، كما حرم في الخلوة بلا حاجة وحل فيها لادنى غرض، كما يأتي.
Cabang:
Orang yang junub, haid dan nifas setelah berhenti pendarahannya, bagi mereka disunahkan mencuci farji, dan berwudu bila akan tidur, makan dan minum. Jika mereka. (orang yang junub dan seterusnya) mengerjakan hal-hal tersebut sebelum berwudu, adalah makruh. Seyogianya, sebelum mandi jangan membuang rambut, kuku dan darah (baru). Sebab semua itu nanti di akhirat akan dikembalikan dalam keadaan junub
Waktu mandi, boleh telanjang di tempat yang sepi, atau di hadapan orang yang boleh melihat auratnya, misalnya istri dan budak wanita. Namun, yang lebih utama adalah menutupnya
Hukumnya haram mandi dengan telanjang di hadapan orang yang haram melihat auratnya, sebagaimana haram telanjang di tempat sepi tanpa ada hajat.
Diperbolehkan telanjang di tempat sepi, (jika memang ada. kepentingan), meskipun kepentingan itu kecil sekali, seperti yang akan diterangkan nanti.
Kedua
yaitu
Kedua:
syarat-syarat
Salat
Suci
Badan
Yang termasuk badan
adalah dalam
mulut
hidung
Suci pakaiannya
dan lainnya
dari
setiap
yang dibawa
baginya
meskipun
tidak ikut bergerak
jika ia bergerak
suci tempat
ia mengerjakan salat
di dalamnya
dari
semua najis
yang tidak
diampuni
keadaannya
Karena itu tidak sah
salat
orang yang tidak suci dari najis
sekalipun
ia lupa
(tidak mengerti)
keberadaan najis
atau lupa kalau keberadaan najis itu
membatalkan salat
Berdasarkan firman Allah
subhanahu wa ta'ala
Dan pakaianmu
sucikanlah
dan . berdasarkan hadis
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari Muslim.
dan Tidaklah mengapa
jika berjajaran
dengan najis
badan orang yang salat
tetapi
hukumnya adalah makruh
bersamaan
berjajaran dengan najis
sebagaimana menghadap
najis
atau barang yang terkena najis
dan melurusi terhadap atap yang najis
hukumnya juga makruh
jika dekat
darinya
sekira orang tersebut
dianggap
meluruskan
terhadapnya
secara umum
(وثانيها) أي ثاني شروط الصلاة. (طهارة بدن) ومنه داخل الفم والانف والعين. (وملبوس) وغيره من كل محمول له، وإن لم يتحرك بحركته. (ومكان) يصلى فيه (عن نجس) غير معفو عنه، فلا تصح الصلاة معه، ولو ناسيا أو جاهلا بوجوده، أو بكونه مبطلا، لقوله تعالى: * (وثيابك فطهر) * ولخبر الشيخين. ولا يضر محاذاة نجس لبدنه، لكن تكره مع محاذاته، كاستقبال نجس أو متنجس. والسقف كذلك إن قرب منه بحيث يعد محاذيا له عرفا.
Syarat Salat Kedua: Suci Badan
Yang termasuk badan adalah dalam mulut, hidung dan dua mata.
Suci pakaiannya dan segala yang dibawa, meskipun tidak ikut bergerak, jika ia bergerak, suci tempat ia mengerjakan salat,. dari semua najis yang tidak diampuni keadaannya.
Karena itu, salat orang yang tidak suci dari najis, adalah tidak sah, sekalipun
ia lupa (tidak mengerti) keberadaan najis, atau lupa (tidak mengerti) kalau keberadaan najis itu membatalkan salat. Berdasarkan firman Allah swt.: “Dan sucikanlah pakaianmu,” dan . berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari Muslim.
Tidaklah mengapa, jika badan orang yang salat berjajaran dengan najis, tetapi hukumnya adalah makruh, sebagaimana menghadap najis atau barang yang terkena najis. Demikian juga hukumnya, jika najis atau barang yang terkena najis terletak di atas atap yang tidak jauh dari ia salat, selama penilaian umum tidak mengatakan hal itu bersejajar.
tidaklah wajib
menyisikan
najis
Di
luar
salat
Hal ini
selama
tidak sengaja melumuri
dengan najis
pada
badan
atau pakaiannya
Karena itu, sengaja melumurkan
adalah haram
bila. tanpa hajat
Najis
menurut syarak
Segala kotoran
yang menghalangi
kesahan
salat yang dikerjakan
dalam keadaan
tiada keringanan
maka hal tersebut
Seperti: 1-2 Tinja (tahi, facces),
Air kemih (urine),
sekalipun
keluar
dari burung
ikan
belalang
dan binatang
yang tidak memiliki darah
baginya
mengalir
ataupun
dari binatang
yang dagingnya halal dimakan
menurut pendapat yang Ashah
berkata:
Al-Ashthakhri
dan Ar-Rauyani
dari kalangan ulama Syafi’iyah
sebagaimana pendapat Imam Malik
dan Ahmad
sesungguhnya Tinja dan air kemih
hukumnya adalah suci
dari binatang yang halal dimakan
Andaikata
ada binatang berak
atau memuntahkan
binatang tersebut
biji-bijian
maka jika
biji tersebut
keras
dalam arti
masih bisa tumbuh
maka menjadi mutanajis yang bisa menjadi suci
bila dibasuh
kemudian dimakan
kalau tidak keras
dihukumi najis
Dalam pada itu, para fukaha tidak menjelaskan
hukum
selain bijian
menjelaskan
Guru kami
dan yang
jelas
pada selain bijian itu
jika terdapat perubahan
dengan keadaan
sebelum
ditelan
meskipun
sedikit
maka hukumnya adalah najis
kalau tidak
hukumnya adalah barang yang terkena najis
Di dalam kitab Al-Majmu’
dari penjelasan
Imam Asy-Syekh Nashr
diampuni adanya (sebab darurat)
dikatakan
bahwa air kemih
sapi
penggiling
yang mengenai bijian yang digiling
Dari penjelasan
Imam Al-Juwaini
tampaklah akan begitu
pengingkarannya
untuk membahas
dan menyuakan barang tersebut.
Menurut pembahasan
Imam Al: Fazari
diampuni adanya
bahwa
tinja
jika
masuk
ke benda cair
dan sudah menjadi yang umum
bencana
hal itu
Mengenai
apa yang kita lihat
pada
lembaran-lembaran daun
setengah
dari pohon
seperti buih
adalah najis
Sebab perkara tersebut
keluar
dari perut
sebagian
ulat
sebagaimana yang telah
kita saksikan sendiri
hal tersebut
bukanlah termasuk
‘Anbar
tinja
berbeda
dengan pendapat
yang mengategorikannya
tapi
ia adalah tumbuhan
yang tumbuh
di laut.
ولا يجب اجتناب النجس) في غير الصلاة، ومحله في غير التضمخ به في بدن أو ثوب، فهو حرام بلا حاجة، وهو شرعا مستقذر، يمنع صحة الصلاة حيث لا مرخص، فهو (كروث وبول ولو) كانا من طائر وسمك وجراد وما لا نفس له سائلة، أو (من مأكول) لحمه على الاصح. قال الاصطخري والروياني من أئمتنا، كمالك وأحمد: إنهما طاهران من المأكول. ولو راثت أو قاءت بهيمة حيا، فإن كان صلبا بحيث لو زرع نبت، فمتنجس يغسل ويؤكل، وإلا فنجس. ولم يبينوا حكم غير الحب. قال شيخنا: والذي يظهر أنه إن تغير عن حاله قبل البلع ولو يسيرا فنجس، وإلا فمتنجس. وفي المجموع عن شيخ نصر: العفو عن بول بقر الدياسة على الحب. وعن الجويني: تشديد النكير على البحث عنه وتطهيره. وبحث الفزاري العفو عن بعر الفأرة إذا وقع في مائع وعمت البلوى به. وأما ما يوجد على ورق بعض الشجر كالرغوة فنجس، لانه يخرج من باطن بعض الديدان، كما شوهد ذلك وليس العنبر روثا، خلافا لمن زعمه، بل هو نبات في البحر
Di luar salat, tidaklah wajib menyisikan najis. Hal ini selama tidak sengaja melumuri najis pada badan atau pakaiannya. Karena itu, sengaja melumurkan adalah haram, bila. tanpa hajat
Najis menurut syarak: Segala kotoran yang menghalangi kesahan salat yang dikerjakan dalam keadaan tiada keringanan.
Seperti: 1-2 Tinja (tahi, facces), Air kemih (urine), sekalipun keluar dari burung, ikan, belalang dan binatang yang berdarah tidak mengalir, ataupun dari binatang yang dagingnya halal dimakan, menurut pendapat yang Ashah.
Al-Ashthakhri dan Ar-Rauyani, dari kalangan ulama Syafi’iyah, sebagaimana pendapat Imam Malik dan Ahmad, berkata: Tinja dan air kemih dari binatang yang halal dimakan hukumnya adalah suci. Andaikata ada binatang berak atau memuntahkan biji-bijian, maka jika biji tersebut keras, dalam arti kalau ditanam masih bisa tumbuh, adalah dihukumi seperti barang yang terkena najis: kalau tidak keras, dihukumi najis.
Dalam pada itu, para fukaha tidak menjelaskan hukum selain bijian.
Guru kami menjelaskan: Yang jelas, jika pada selain bijian itu terdapat perubahan dengan keadaan sebelum ditelan, meskipun sedikit, maka hukumnya adalah najis: kalau tidak, hukumnya adalah barang yang terkena najis.
Di dalam kitab Al-Majmu’ dari penjelasan Imam Asy-Syekh Nashr dikatakan, bahwa air kemih sapi penggiling yang mengenai bijian yang digiling, adalah diampuni adanya (sebab darurat).
Dari penjelasan Imam Al-Juwaini, tampaklah akan begitu pengingkarannya untuk membahas . dan menyuakan barang tersebut.
Menurut pembahasan Imam Al: Fazari, bahwa tinja tikus jika masuk ke benda cair dan hal itu sudah menjadi bencana yang umum, adalah diampuni adanya.
Mengenai apa yang kita lihat pada lembaran-lembaran daun, seperti buih, adalah najis. Sebab perkara tersebut keluar dari perut ulat, sebagaimana yang telah kita saksikan sendiri.
‘Anbar bukanlah termasuk tinja –berbeda dengan pendapat yang mengategorikannya–, tapi ia adalah tumbuhan yang tumbuh di laut.
Madzi:
dengan dititik dalnya
dengan alasan adanya perintah
membasuh
zakar
darinya
Ia adalah
air
yang berwarna putih
atau kuning
yang bersifat cair
yang keluar
biasanya
sewaktu
bergejolak
nafsu seks
tidak begitu
nafsu tersebut
kuat.
Wadi,
tertulis dengan dal tidak bertitik
Yaitu:
air
putih
kotor
dan kental
yang keluar
biasanya
setelah
buang air kencing
atau
sewaktu
membawa
sesuatu
yang berat
Darah,
sekalipun
hanya percikan
yang masih tertinggal
pada
semacam
tulang.
Hanya saja darah yang semacam itu
dima'fu
hukumnya
Para fukaha mengecualikan
dari darah
hati,
limpa,
misik
maksudnya
sekalipun
dari kijang mati
yang terjadi
segumpal darah bibit bayi
segumpal daging bibit bayi
air susu
yang keluar
berwarna
darah
dan darah
telur yang masih segar
belum busuk
Nanah,
karena ia merupakan
darah
yang telah mengalami perubahan
Juga nanah darah
Yaitu:
cairan
tidak kental
yang bercampur
darah
dan juga
air
luka
air bisul,
air koreng
jika telah berubah
kalau tidak . berubah
maka air tersebut
suci seperti semula
Muntahan
dari perut
sekalipun
tidak berubah dari keadaan aslinya.
Muntahan adalah
makanan yang keluar kembali
setelah
sampai
ke dalam perut
sekalipun
berupa air
Mengenai
makanan yang keluar lagi
sebelum
sampai
dalam perut
baik diyakinkan
atau dimungkinkan
maka bukan termasuk
najis
bukan juga
benda terkena najis
lain halnya
dengan pendapat Imam Al-Qaffal
berfatwa
Guru kami
Sesungguhnya
bayi
apabila
yang sakit
sering
muntah
adalah dima’fu
yang mengenai puting susu
ibu
yang masuk
dalam
mulutnya
lain halnya dengan muntah
yang mengena pada waktu mencium
atau memegang mulutnya
seperti Empedu
air susu binatang
yang tidak
halal dimakan
selain manusia
dan makanan kunyahan kedua kalinya
dari semisal
unta (binatang pemamah biak).
Mengenai
air sperma
hukumnya adalah suci
lain halnya
dengan pendapat Imam Malik r.a
Termasuk suci lagi
liur dahak
selain
yang keluar dari perut
seperti dari kepala
atau dada
dan air
lendir
dari mulut
orang tidur
sekalipun
berbau busuk
juga menguning
selagi tidak jelas keluar
lendir tersebut
dari perut
selain
lendir orang
yang berpenyakit
selalu mengeluarkan lendir perut,
maka dima’fu
lendir semacam ini
sekalipun
jumlahnya banyak
(ومذي) بمعجمة، للامر بغسل الذكر منه، وهو ماء أبيض أو أصفر رقيق، يخرج غالبا عند ثوران الشهوة بغير شهوة قوية. (وودي) بمهملة، وهو ماء أبيض كدر ثخين، يخرج غالبا عقب البول أو عند حمل شئ ثقيل. (ودم) حتى ما بقي على نحو عظم، لكنه معفو عنه. واستثنوا منه الكبد والطحال والمسك، أي ولو من ميت، إن انعقد. والعلقة والمضغة، ولبنا خرج بلون دم، ودم بيضة لم تفسد. (وقيح) لانه دم مستحيل، وصديد: وهو ماء رقيق يخالطه دم، وكذا ماء جرح. وجدري ونفط إن تغير، وإلا فماؤها طاهر (وقئ معدة) وإن لم يتغير، وهو الراجع بعد الوصول للمعدة ولو ماء، أما الراجع قبل الوصول إليها يقينا أو احتمالا فلا يكون نجسا ولا متنجسا، خلافا للقفال. وأفتى شيخنا أن الصبي إذا ابتلي بتتابع القئ عفي عن ثدي أمه الداخل في فيه، لا عن مقبله أو مماسه، وكمرة ولبن غير مأكول إلا الآدمي، وجرة نحو بعير. أما المني فطاهر، خلافا لمالك. وكذا بلغم غير معدة من رأس أو صدر وماء سائل من فم نائم، ولو نتنا أو أصفر، ما لم يتحقق أنه من معدة، إلا ممن ابتلي به فيعفى عنه وإن كثر.
Madzi: dengan dititik dalnya — dengan alasan adanya perintah membasuh zakar darinya.
Ia adalah barang cair yang berwarna putih atau kuning, yang biasanya keluar sewaktu nafsu seks bergejolak tidak begitu kuat.
Wadi, tertulis dengan dal tidak bertitik. Yaitu: Air putih, kotor dan kental yang biasa keluar setelah buang air kencing, atau ketika membawa sesuatu yang berat.
Darah, sekalipun hanya percikan yang masih tertinggal pada semacam tulang. Hanya saja darah yang semacam itu hukumnya maju. Para fukaha mengecualikan: hati, limpa, misik –sekalipun yang terjadi dari kijang mati-segumpal darah bibit bayi
segumpal daging bibit bayi, air susu yang keluar berwarna darah dan darah telur yang masih segar, belum busuk.
Nanah, karena ia merupakan darah yang telah mengalami perubahan. Jug# nanah darah, yaitu cairan tidak kental yang bercampur darah.
Air luka, air bisul, air koreng, jika telah berubah, kalau tidak . berubah, maka air tersebut suci seperti semula.
Muntahan dari perut, sekalipun tidak berubah dari keadaan aslinya.
Muntahan adalah makanan yang keluar kembali setelah sampai ke dalam perut, sekalipun berupa air.Mengenai makanan yang keluar lagi sebelum sampai dalam perut, –baik diyakinkan atau dimungkinkan–, maka bukan termasuk najis bukan juga benda terkena najis, lain halnya
dengan pendapat Imam Al-Qaffal. Guru kami berfatwa: Sesungguhnya bayi yang sakit sering muntah, muntahnya yang mengena puting susu ibu yang masuk dalam mulutnya adalah dima’fu: lain halnya dengan muntah yang mengena pada waktu mencium atau memegang mulutnya.
Empedu, air susu binatang yang tidak halal dimakan, selain manusia dan makanan kunyahan kedua kalinya dari semisal unta (binatang pemamah biak).
Mengenai air sperma, hukumnya adalah suci, lain halnya dengan pendapat Imam Malik r.a. Termasuk suci lagi, liur dahak selain yang keluar dari perut, seperti dari kepala atau dada, dan lendir dari mulut orang tidur, sekalipun berbau busuk juga menguning, selagi tidak jelas keluar dari perut: selain lendir orang yang berpenyakit selalu mengeluarkan lendir perut, maka lendir semacam ini dima’fu, sekalipun jumlahnya banyak.
termasuk suci,
Air farji (kelenjar bartholini)
yaitu
Air ini
menurut
pendapat yang Ashah
yaitu
air
putih
bersifat tengah-tengah
antara
madzi
dan keringat
keluar
dari
bagian dalam
farji
yang
tidak wajib
dibasuh
Berbeda
dengan yang keluar
dari dalam farji
yang wajib
dibasuh
maka sesungguhnya hal itu
adalah suci
secara pasti
dan Air
yang keluar
dari
dalam
bilik
farji
maka sesungguhnya air ini
hukumnya najis
secara pasti
seperti segala sesuatu
yang keluar
dari dalam farji (kecuali telor. dan bayi),
dan seperti air
yang keluar
bersamaan
bayi lahir
atau menjelangnya
tidak ada perbedaan
antara
sudah terpisah
atau belum dari farji
Menurut
pendapat yang Muktamad
berkata
Sebagian ulama
Perbedaan
antara
air farji
yang suci
dan najis
bertemu
dan terpisahnya cairan itu
maka jika cairan tersebut terpisah
Dalam kitab
Al-Kifayah
dari pendapat Imam Al-Haramain
bahwa air yang terpisah
hukumnya najis
Tidak wajib
membasuh
zakar
setelah bersetubuh
telor
dan anak yang baru lahir
ورطوبة فرج، أي قبل على الاصح. وهي ماء أبيض متردد بين المذي والعرق، يخرج من باطن الفرج الذي لا يجب غسله، بخلاف ما يخرج مما يجب غسله فإنه طاهر قطعا، وما يخرج من وراء باطن الفرج فإنه نجس قطعا، ككل خارج من الباطن، وكالماء الخارج مع الولد أو قبله، ولا فرق بين انفصالها وعدمه على المعتمد. قال بعضهم: الفرق بين الرطوبة الطاهرة والنجسة الاتصال والانفصال. فلو انفصلت، ففي الكفاية عن الامام أنها نجسة، ولا يجب غسل ذكر المجامع والبيض والولد.
Air farji (kelenjar bartholini) termasuk suci, yaitu air putih bersifat tengah-tengah antara madzi dan keringat, keluar
dari bagian dalam farji yang tidak wajib dibasuh, Air ini menurut pendapat yang Ashah hukumnya adalah suci secara pasti tanpa ada perselisihan). Berbeda dengan yang keluar dari dalam farji yang wajib dibasuh. Air yang keluar dari dalam bilik farji, secara pasti air ini hukumnya najis, hukumnya seperti segala sesuatu yang keluar dari dalam farji, (kecuali telor. dan bayi), dan seperti air yang keluar bersamaan atau menjelang bayi lahir. Menurut pendapat yang Muktamad: Air yang ada dalam farji tersebut, semua adalah tidak ada perbedaan antara sudah terpisah atau belum dari farji:
Sebagian ulama berkata: Perbedaan antara air farji yang suci dan najis, adalah terletak pada terpisah atau tidaknya. Dalam kitab Al-Kifayah dari pendapat Imam Al-Haramain, bahwa air yang terpisah hukumnya najis.
Tidak wajib membasuh zakar setelah bersetubuh, telor dan anak yang baru lahir
berfatwa
Guru kami
bahwa diampuni
basaban
bawasir
bagi orang yang terkena penyakit tersebut
Termasuk suci lagi
dan juga
Telor binatang
yang tidak halal
dimakan dagingnya
dan halal
dimakan
menurut
pendapat Ashah
rambut
yang halal dimakan
dan bulu binatang
jika
telah dicabut
waktu
hidupnya
Jika diragukan
di dalam
Rambut
atau sejenisnya
apakah rambut (bulu) tersebut
dari binatang yang halal dimakan
atau haram
atau
apakah
terpisah
dari
binatang yang masih hidup
atau bangkai
maka hukum rambut (bulu) tersebut
adalah suci
dapat dikiaskan hukumnya
Dalam hal ini
tulang
dengan bulu
Seperti itulah
yang dijelaskan
di dalam
kitab Al-Jawahir
Telor
bangkai itu
jika sudah mengeras
hukumnya adalah suci
kalau masih lunak
hukumnya adalah najis
Air sisa minuman
dari
binatang
yang suci
adalah suci juga
Andaikata
terkena najis
moncongnya
kemudian
menjilat
dalam air
yang sedikit
atau benda cair lainnya
maka hukumnya Jika
waktu minum itu
setelah
pergi jauh
yang memungkinkan
dalam temponya
untuk menyucikan moncongnya
kembali dengan mencelupkan
ke dalam
air
yang banyak
atau air mengalir
maka air yang sedikit tersebut adalah tetap suci
sekalipun binatang itu
adalah kucing
bila tidak demikian itu
maka hukumnya najis
وأفتى شيخنا بالعفو عن رطوبة الباسور لمبتلى بها، وكذا بيض غير مأكول، ويحل أكله على الاصح. وشعر مأكول وريشه إذا أبين في حياته. ولو شك في شعر أو نحوه، أهو من مأكول أو غيره ؟ أو هل انفصل من حي أو ميت ؟ فهو طاهر، وقياسه أن العظم كذلك. وبه صرح في الجواهر. وبيض الميتة إن تصلب طاهر وإلا فنجس. وسؤر كل حيوان طاهر طاهر، فلو تنجس فمه ثم ولغ في ماء قليل أو مائع، فإن كان بعد غيبة يمكن فيها طهارته بولوغه في ماء كثير أو جار لم ينجسه ولو هرا وإلا نجسه.
Guru kami berfatwa, bahwa basaban bawasir (cairan tran, sudasi plasma) itu diampuni bagi orang yang terkena penyakit tersebut. Termasuk suci lagi: Telor binatang yang tidak halal dimakan dagingnya, -telor binatang ini menurut pendapat Ashah adalah halal dimakan-, rambut dan bulu binatang yang halal dimakan, jika telah dicabut
waktu hidupnya. Jika diragukan, apakah rambut (bulu) tersebut dari binatang yang halal dimakan atau haram: atau apakah terpisah dari binatang yang masih hidup atau bangkai, maka hukum rambut (bulu) tersebut adalah suci.
Dalam hal ini, tulang dapat dikiaskan hukumnya dengan bulu. Seperti itulah yang dijelaskan dalam kitab Al-Jawahir.
Telor bangkai itu jika sudah mengeras, hukumnya adalah suci, kalau masih lunak, hukumnya adalah najis.
Air sisa minuman dari binatang yang suci, adalah suci juga. Andaikata moncongnya terkena najis, lalu menjilat air yang sedikit atau benda cair lainnya, maka hukumnya: Jika waktu minum itu setelah pergi jauh dalam tempo yang memungkinkan untuk menyucikan moncongnya, kembali dengan mencelupkan ke air yang banyak atau air mengalir, maka air yang sedikit tersebut adalah tetap suci, sekalipun binatang itu adalah kucing, kalau tidak habis pergi seperti tersebut di atas, maka hukum air sedikit itu adalah najis.
berkata
Guru kami (Ibnu Hajar AlHaitami)
sebagaimana Imam As-Suyuti
dengan mengikuti
sebagian ulama'
Mutaakhirin
Sesungguhnya najis yang sedikit
dima’fu
menurut penilaian
secara umum
yaitu rambut
dari
selain
najis mughallazhah
dan dari
asap benda
najis
najis yang terdapat
pada
kaki
lalat
meskipun
terlihat oleh mata
najis yang terdapat
pada lubang kotoran
selain
manusia
yakni dari sesuatu
yang keluar
dari lubang tersebut
dan kotoran
burung
dan najis yang ada
pada
moncongnya
kotoran binatang
yang tumbuh
dalam air (misalnya lintah)
atau
antara
dedaunan
pohon
kelapa
yang
digunakan
terhadapnya
di atap rumah
untuk menahan air hujan
sekira
sulit
menyelamatkan
air
dari kotoran tersebut
berpendapat
Segolongan ulama
Termasuk najis
yang diampuni adanya
kotoran
dari hewan tikus
di tempat-tempat
pembuangan (wc)
jika
sudah umum
terjadi
terhadapnya
Pendapat ini dikuatkan
oleh pembahasan
Imam Al-Fazari
Syarat
najis-najis tersebut
semuanya diampuni
jika
najis tersebut
pada air
tidak sampai mengubahnya
selesai
Binatang musang kasturi
adalah suci
diampuni adanya najis
di beberapa helai
bulunya
umpama tiga helai
begitu pula
memutlakkan permasalahan tersebut
dan tidak dijelaskan
Apakah yang dimaksudkan
dengan rambut yang sedikit itu
yang diambil dari musang
yang digunakan
atau
di dalam
wadah tempat musang tersebut
diambil
minyaknya
menerangkan Dalam hal ini
Guru kami
Pendapat yang jelas
alasannya
adalah yang awal
jika
bahan minyak kasturi tersebut
sudah padat
sebab sesungguhnya
yang ditinjau
dalam kepadatan
pada tempat
najis
saja
maka jika
najisnya banyak
dan berada pada
satu tempat
maka tidak diampuni adanya
di tempat tersebut
kalau najisnya sedikit
diampuni
Lain halnya
dengan benda cair
sebab jumlah
keseluruhannya
seperti barang
tunggal.
maka jika
sedikit
rambut yang berada
dalam benda cair itu
maka diampuni
adanya
kalau tidak demikian
tidak diampuni.
Dan tidak ada sangkut pautnya lagi
dengan rambut musang yang diambil
dalam keadaan minyak kasturi berupa cair
menukil
sebagai pegangannya
Imam Al-Muhib Ath-Thabari
dari
Ibnu Shabagh
yang dijadikan pedoman
bahwa sesungguhnya
diampuni
dari
mamahan kedua kali
seekor unta
dan sejenisnya
maka tidak menajiskan
air yang diminum
dan Ia juga menyamakan
sebuah hukum
mulut binatang
pemamah biak
seperti
anak
lembu
dan biri-biri
waktu
menyesap
puting
induknya
berkata
Ibnu Shalah
diampuni adanya
Sesuatu yang terkena
sedikit
dengannya
kotoran
dari mulut
sang bayi
yang
sudah jelas
dihukumi najis
menyamakan hukum mulut
Selain Ibnu Shalah
mulut anak kecil di atas
dengah mulut
orang-orang gila
telah memegang kuat
Seperti ini
Imam Az-Zarkasyi
قال شيخنا - كالسيوطي، تبعا لبعض المتأخرين - إنه يعفى عن يسير عرفا، من شعر نجس من غير مغلظ، ومن دخان نجاسة، وما على رجل ذباب، وإن رؤي، وما على منفذ غير آدمي مما خرج منه، وذرق طير وما على فمه، وروث ما نشؤه من الماء أو بين أوراق شجر النارجيل التي تستر بها البيوت عن المفطر حيث يعسر صون الماء عنه. قال جمع: وكذا ما تلقيه الفئران من الروث في حياض الا خلية إذا عم الابتلاء به، ويؤيده بحث الفزاري، وشرط ذلك كله إذا كان في الماء أن لا يغير. انتهى. والزباد طاهر، ويعفى عن قليل شعره كالثلاث. كذا أطلقوه ولم يبينوا أن المراد القليل في المأخوذ للاستعمال أو في الاناء المأخوذ منه. قال شيخنا: والذي يتجه الاول إن كان جامدا، لان العبرة فيه بمحل النجاسة فقط، فإن كثرت في محل واحد لم يعف عنه، وإلا عفي، بخلاف المائع فإن جميعه كالشئ الواحد. فإن قل الشعر فيه عفي عنه وإلا فلا، ولا نظر للمأخوذ حينئذ. ونقل المحب الطبري عن ابن الصباغ واعتمده، أنه يعفى عن جرة البعير ونحوه فلا ينجس ما شرب منه، وألحق به فم ما يجتر من ولد البقرة والضأن إذا التقم أخلاف أمه. وقال ابن الصلاح: يعفى عما اتصل به شئ من أفواه الصبيان مع تحقق نجاستها، وألحق غيره بهم أفواه المجانين. وجزم به الزركشي.
Guru kami (Ibnu Hajar AlHaitami, sebagaimana Imam As-Suyuti berkata –dengan mengikuti Ulama Mutaakhirin–: Sesungguhnya najis yang sedikit menurut penilaian umuin adalah dima’fu, yaitu rambut najis, selain najis mughallazhah, asap benda najis, najis yang terdapat di kaki lalat meskipun terlihat oleh mata, kotoran yang tertinggal pada pintu pelepasannya (anus), kotoran burung, najis yang ada pada moncongnya, kotoran binatang yang tumbuh dalam air (misalnya lintah) atau kotoran binatang kecil yang hidup di selasela daun nyiur yang dianyam
untuk menahan air hujan di atap rumah, sekira sulit menyelamatkan air dari kotoran tersebut.Segolongan ulama berpendapat: Termasuk najis yang diampuni adanya, yaitu najis yang terbawa oleh tikus dari kamar-kamar WC, jika najis itu meratai, Pendapat ini dikuatkan oleh pembahasan Imam Al-Fazari.Syarat najis-najis tersebut diampuni, jika najis tersebut tidak sampai mengubah air. -selesai-. Binatang musang kasturi adalah suci. Sedang najis yang ada di beberapa helai bulunya, umpama tiga helai, diampuni adanya. Para ulama tidak menjelaskan: Apakah yang dimaksudkan dengan rambut yang sedikit itu yang diambil dari musang ataukah yang tertinggal di dalam wadah tempat musang tersebut diambil minyaknya.
Dalam hal. ini, Guru kami menerangkan: Pendapat yang jelas alasannya adalah yang awal (rambut yang diambil dari musang), jika bahan minyak kasturi tersebut sudah padat. Sebab yang ditinjau dalam kepadatan adalah pada tempat najis saja (dasarnya: Hadis yang berkaitan dengan masalah tikus yang jatuh ke dalam bubur saman pen). Jika najisnya banyak dan berada pada satu tempat, maka tidak diampuni adanya di tempat tersebut (benda padat): kalau najisnya sedikit, diampuni. Lain halnya dengan benda cair, sebab jumlah keseluruhannya seperti barang tunggal. Jika rambut yang berada dalam benda cair itu sedikit, maka diampuni adanya: kalau tidak demikian, tidak diampuni. Dan tidak ada sangkut pautnya lagi dengan rambut musang yang diambil dalam keadaan minyak kasturi berupa cair. Imam Al-Muhib Ath-Thabari menukil sebagai pegangannya, dari Ibnu Shabagh, bahwa makanan yang dikeluarkan untuk dikunyah kedua kali oleh unta dan binatang lainnya (pemamah biak), adalah tidak menajiskan air yang diminumnya. Ia juga menyamakan hukum. mulut binatang pemamah biak, seperti anak lembu dan biri-biri, waktu menyesap puting induknya, dengan masalah di atas. Ibnu Shalah berkata: Sesuatu yang terkena sedikit kotoran dari mulut sang bayi, yang jelas – jelas najis adalah diampuni adanya. Selain Ibnu Shalah menyamakan hukum mulut orang-orang gila dengah mulut anak kecil di atas. Seperti ini, Imam Az-Zarkasyi telah memegang kuat
Bangkai
meskipun
sejenis
bangkai lalat
yaitu
yang tidak berdarah
binatang-binatang
mengalir
Pendapat ini bertentangan
dengan Imam Al-qaffal
dan ulama
yang mengikutinya
dalam
perkataannya
tentang kesucian binatang sejenis lalat
dengan alasan
tidak ada darah
busuk padanya
seperti pendapat Imam Malik r.a.
dan Imam Abu Hanifah
Oleh karena itu, bangkai
adalah najis
sekalipun
tidak mengalir (darah dingin)
darahnya
Begitu juga
rambut
tulang
dan tanduknya
Pendapat tersebut berbeda
dengan Imam Abu Hanifah r.a.
jika
tidak terdapat
padanya
lemak
mengeluarkan fatwa
Al-Hafizh
Ibnu Hajar
Al-‘Asqalani
tetap sah
salatnya
jika
membawa
orang yang shalat tersebut
bangkai
lalat
jika
ia berada
di tempat
yang sulit
menghilangkan
darinya
Selain
bangkai manusia
ikan
dan belalang
Dengan alasan halal
dimakan.
ikan dan belalang
Mengenai bangkai
manusia
berdasarkan firman Allah
subhanahu wa ta'ala
Dan sungguh
telah Kami muliakan
keturunan
adam (manusia)
Dan di antara bentuk
memuliakannya
tidak menghukumi
kenajisannya
sebab mati
Dan selain
binatang hasil buruan
yang tidak ditemukan
sembelihannya
Begitu juga janin
binatang
yang mati
sebab induknya disembelih
Hukumnya adalah halal
memakan
ulat
yang ikut termakan
bersama perkara yang menyertainya
juga tidak wajib
mencuci
semacam
mulut
setelah memakannya.
Dinukil
dalam kitab Al-Jawahsy
dari beberapa Ashhabus Syafi’iyah
Hukumnya tidak boleh
memakan
ikan
asin
sebelum
dibersihkan kotoran-kotoran
yang berada
dalam perutnya
maksudnya
dari kotoran tersebut
secara lahir
tidak ada perbedaan
antara
ikan besar
dan kecil
Akan tetapi
mengemukakan
Guru kami (Ibnu Hajar Al-Haitami)
kebolehan
memakan
ikan asin kecil
bersama
kotoran yang berada
di dalam
perutnya
karena sulit
membersihkan
yang di dalamnya
(وكميتة) ولو نحو ذباب مما لا نفس له سائلة، خلافا للقفال ومن تبعه في قوله بطهارته لعدم الدم المتعفن، كمالك وأبي حنيفة. فالميتة نجسة وإن لم يسل دمها، وكذا شعرها وعظمها وقرنها، خلافا لابي حنيفة، إذا لم يكن عليها دسم. وأفتى الحافظ ابن حجر العسقلاني بصحة الصلاة إذا حمل المصلي ميتة ذباب إن كان في محل يشق الاحتراز عنه. (غير بشر وسمك وجراد) لحل تناول الاخيرين. وأما الآدمي فلقوله تعالى: * (ولقد كرمنا بني آدم) * وقضية التكريم أن لا يحكم بنجاستهم بالموت. وغير صيد لم تدرك ذكاته، وجنين مذكاة مات بذكاتها. ويحل أكل دود مأكول معه، ولا يجب غسل نحو الفم منه. ونقل في الجواهر عن الاصحاب: لا يجوز أكل سمك ملح ولم ينزع ما في جوفه، أي من المستقذرات. وظاهره: لا فرق بين كبيره وصغيره. لكن ذكر الشيخان جواز أكل الصغير مع ما في جوفه لعسر تنقية ما فيه.
(Termasuk benda najis lagi): Bangkai, meskipun sejenis bangkai lalat, yaitu binatangbinatang yang berdarah tidak mengalir. Pendapat ini bertentangan dengan Imam AlOaffal dan ulama yang mengikutinya, tentang kesucian binatang sejenis lalat dengan alasan tidak ada darah busuk padanya, hal ini seiring dengan pendapat Imam Abu Hanifah dan Malik r.a.
Oleh karena itu, bangkai adalah najis, sekalipun tidak berdarah mengalir (darah dingin). Begitu juga rambut, tulang dan tanduknya. Pendapat tersebut berbeda dengan Imam Abu Hanifah r.a. Beliau berpendapat: Rambut bangkai dan seterusnya adalah suci, jika tidak terdapat lemak padanya (jika ada lemaknya, maka hukumnya najis).
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani (ulama yang terkenal ahli hadis) mengeluarkan fatwa, bahwa salat orang yang membawa bangkai lalat adalah sah, jika ia berada di tempat yang sulit untuk menghilangkannya.Selain bangkai manusia, ikan dan belalang. Dengan alasan, ikan dan belalang adalah halal dimakan. Mengenai bangkai manusia, berdasarkan firman Allah swt.:
“Dan sungguh telah Kami muliakan manusia”, Dan di antar2 bentuk memuliakannya, adalah menghukumi akan ke- udaknajisannya sebab mati. Dan selain binatang hasil buruan. yang mati sebelum disembelih (misalnya mati sebab binatang pemburu atau alat tajam). Begitu juga janin binatang yang mati : sebab induknya disembelih.Hukumnya adalah halal, ulat yang ikut termakan bersama perkara yang menyertainya (misalnya buah-buahan), juga tidak wajib mencuci mulut setelah memakannya.
Dinukil dari beberapa Ashhabus Syafi’iyah dalam kitab Al-Jawahsy, bahwa hukumnya tidak halah memakan ikan asin sebelum dibersihkan kotoran-kotoran yang berada dalam perutnya. Menurut lahir penJapat tersebut, “adalah tidak ada perbedaan antara ikan besar dan kecil. Akan tetapi, Guru kami (Ibnu Hajar Al-Haitami) mengemuka“kan kebolehan memakan ikin asin kecil bersama kotoran yang berada di dalam perutnya, karena sulit membersihkannya.
Barang yang memabukkan
Artinya
segala yang dapat
memabukkan
termasuk di sini setetes
barang
yang bisa memabukkan
Yang cair
misalnya arak
yaitu minuman
yang terbuat
dari anggur
dan nabidz
yaitu minuman yang memabukkan.
yang terbuat
dari selain anggur
terkecualikan
Kata-kata “cair”
sejenis
pohon ganja
dan rumput
dapat menjadi suci
Khamar
setelah berubah menjadi cuka
dengan sendirinya
dengan
tanpa
dicampuri
benda
yang lain
terhadapnya
sekalipun
tidak mempengaruhi
dalam perubahannya menjadi cuka
misalnya krikil
dan wadahnya
menjadi suci
juga
sekalipun
meresap
arak tersebut
atau mendidih
di dalamnya
dan membuih
lalu sebab
pendidihan
kemudian
ke bawah lagi
adapun
Jika
pembuihan khamar tersebut
bukan karena pendidihan
tetapi
sebab dikocok
umpama
maka khamar tersebut tidak dihukumi suci
Sekalipun
dituangkan
di atas wadah
sebelum
kering
atau sesudah
atas dasar
beberapa peninjauan
seperti
yang dipegang teguh
terhadapnya
oleh Guru kami
Menurut
apa yang dipegang
oleh Guru kami
Al-Muhaggig
Abdur Rahman
bin Ziyad
sesungguhnya arak
menjadi suci
jika penuangan
arak bagian atas
sebelum
kering
bukan yang kering setelahnya
Kemudian
beliau berkata
Jika dituangkan
arak
dalam wadah
Kemudian
diambil
kembali
dan dituangi
di dalamnya
arak
lain
setelah
kering
wadah itu
dan sebelum
wadah dicuci
maka arak ini tidak bisa suci
sekalipun
baru berubah
setelah
dipindahkan
arak itu
ke tempat
lain
Selesai
Tanda-tanda
yang menunjukkan
kalau khamar itu
menjadi cuka
adalah masam
pada rasanya
meskipun
belum benar-benar
menjadi
masam
sekalipun
masih
membuih
bisa menjadi suci
Kulit
yang najis
pada bangkai
Dengan cara disamak
sampai bersih
sekiranya
tidak akan
padanya
busuk
dan hancur setelah itu
jika direndam
dalam air
(وكمسكر) أي صالح للاسكار، فدخلت القطرة من المسكر. (مائع) كخمر، وهي المتخذة من العنب، ونبيذ، وهو المتخذ من غيره. وخرج بالمائع نحو البنج والحشيش. وتطهر خمر تخللت بنفسها من غير مصاحبة عين أجنبية لها وإن لم تؤثر في التخليل كحصاة. ويتبعها في الطهارة الدن، وإن تشرب منها أو غلت فيه وارتفعت بسبب الغليان ثم نزلت، أما إذا ارتفعت بلا غليان بل بفعل فاعل فلا تطهر، وإن غمر المرتفع قبل جفافه أو بعده بخمر أخرى - على الاوجه. كما جزم به شيخنا. والذي اعتمده شيخنا المحقق عبد الرحمن بن زياد أنها تطهر إن غمر المرتفع قبل الجفاف لا بعده. ثم قال: لو صب خمر في إناء ثم أخرجت منه، وصب فيه خمر أخرى بعد جفاف الاناء وقبل غسله لم تطهر، وإن تخللت بعد نقلها منه في إناء آخر. انتهى. والدليل على كون الخمر خلا. الحموضة في طعمها، وإن لم توجد نهاية الحموضة، وإن قذفت بالزبد. ويطهر جلد نجس بالموت باندباغ نقاه بحيث لا يعود إليه نتن ولا فساد لو نقع في الماء
Barang yang memabukkan, Artinya, segala yang dapat memabukkan, termasuk di sini setetes barang yang bisa memabukkan.Yang cair, misalnya arak, yaitu minuman yang terbuat dari anggurdan .nabidz,. yaitu minuman yang memabukkan. yang terbuat dari selain anggur
Kata-kata “cair”, terkecualikan sejenis pohon ganja dan rumput. Khamar dapat menjadi suci setelah berubah menjadi cuka dengan sendirinya, tanpa dicampuri benda lain –sekalipun tidak mempengaruhi dalam perubahannya menjadi cuka, misalnya krikil-wadahnya menjadi suci juga, sekalipun arak mendidih dan membuih, lalu sebab pendidihan surut ke bawah lagi.
Jika pembuihan khamar tersebut bukan karena pendidihan, tetapi sebab dikocok umpama, maka khamar tersebut tidak dihukumi suci. Sekalipun dituangkan arak lain di atas wadah sebelum atau sesudah kering, atas dasar beberapa peninjauan, seperti yang dipegang teguh oleh Guru kami. Menurut apa yang dipegang oleh Guru kami, Al-Muhaggig Abdur Rahman bin Ziyad: Arak menjadi suci jika penuangan arak lain sebelum kering arak bagian atas, bukan yang kering setelahnya. Kemudian beliau berkata: Jika arak dituangkan dalam wadah dan diambil kembali, Talu setelah kering wadah itu dituangi arak lain dan wadah belum dicuci, maka arak ini tidak
bisa suci, sekalipun arak itu baru berubah setelah dipindahkan ke tempat lain. -Selesai-. Tanda-tanda yang menunjukkan kalau khamar itu menjadi cuka, adalah rasanya masam, meskipun belum benar-benar masam dan masih membuih.
Kulit bangkai yang najis bisa menjadi suci: Dengan cara disamak sampai bersih: sekiranya tidak akan busuk dan hancur setelah itu, jika direndam dalam air.
Termasuk najis: Anjing
dan babi
dan keturunan
masing-masing
dalam tunggal
yang sejenis
atau
berkawin dengan
binatang (suci) lainnya.
Ulat
bangkai anjing dan babi
adalah suci
Begitu juga
benang
laba-laba
menurut pendapat yang masyhur
seperti
yang dikemukakan
oleh Imam As: Subki
dan Imam Al-Adzra’i
memantapkan
Pengarang kitab
Al-Uddah
dan Al-Hawi
atas najis benang laba-laba
dan perkara
yang keluar
dari kulit
semacam
ular
yang hidup
sebagaimana hukum keringatnya
padanya
telah difatwakan
Hal ini
oleh sebagian ulama.
Akan tetapi
berpendapat
Guru kami
Dalam masalah tersebut
ada tinjauan khusus
Yang lebih mendekati kebenaran
bahwa perkara yang keluar dari semacam ular hidup
adalah najis
sebab merupakan
bagian
yang terbentuk sendiri
yang terpisah
dari
binatang hidup
maka hukumnya
sebagaimana bangkai
Guru kami berpendapat
lagi
Jika menyetubuhi
seekor anjing
atau babi
dengan wanita
lalu melahirkan
bayi manusia
maka bayi itu hukumnya
adalah najis
Di samping
hal tersebut
ia termasuk
mukalaf
yang wajib salat
dan lain-lainnya
Yang jelas
sesungguhnya
diampuni
dalam keadaan
terpaksa
persentuhan (orang lain) dengan anak tersebut
dan Sesungguhnya
dia sah
menjadi imam salat
sebab
tidak wajib mengulangi
salatnya
boleh masuk
mesjid
sekira badannya
tidak basah (kering)
untuk berjamaah
dan lain-lainnya
(وككلب وخنزير) وفرع كل منهما مع الآخر أو مع غيره، ودود ميتتهما طاهر، وكذا نسج عنكبوت على المشهور. كما قاله السبكي والاذرعي، وجزم صاحب العدة والحاوي بنجاسته. وما يخرج من جلد نحو حية في حياتها كالعرق، على ما أفتى به بعضهم. لكن قال شيخنا: فيه نظر، بل الاقرب أنه نجس لانه جزء متجسد منفصل من حي، فهو كميتته. وقال أيضا: لو نزا كلب أو خنزير على آدمية فولدت آدميا كان الولد نجسا، ومع ذلك هو مكلف بالصلاة وغيرها. وظاهر أنه يعفى عما يضطر إلى ملامسته، وأنه تجوز إمامته إذ لا إعادة عليه، ودخوله المسجد حيث لا رطوبة للجماعة ونحوها
Termasuk najis: Anjing, babi, dan keturunan masing-masing dalam tunggal jenis atau berkawin dengan binatang (suci) lainnya. Ulat bangkai anjing dan babi adalah suci. Begitu juga benang laba-laba: menurut pendapat yang masyhur, seperti yang dikemukakan
oleh Imam As: Subki dan Imam Al-Adzra’i. Pengarang kitab AlUddah dan AlHawi memantapkan atas najis benang laba-laba dan perkara yang keluar dari kulit, semacam ular hidup, sebagaimana hukum keringatnya. Hal ini telah difatwakan oleh sebagian ulama.
Akan tetapi Guru kami berpendapat: Dalam masalah tersebut, ada tinjauan khusus. Yang lebih mendekati kebenaran, bahwa perkara yang keluar dari semacam ular hidup adalah najis, sebab merupakan bagian yang terbentuk sendiri, yang terpisah dari binatang hidup, maka hukumnya sebagaimana bangkai.
Guru kami berpendapat lagi: Jika seekor anjing atau babi menyetubuhi wanita, lalu melahirkan bayi manusia, maka bayi itu hukumnya adalah najis. Di samping itu, ia termasuk mukalaf yang wajib salat dan lain-lainnya. Yang jelas, persentuhan (orang lain) dengan anak tersebut dalam keadaan terpaksa, adalah diampuni. Sesungguhnya dia sah menjadi imam salat –sebab dia tidak wajib mengulangi salatnya-boleh masuk mesjid untuk berjamaah dan lain-lainnya, sekira badannya kering
Mencuci barang
yang terkena najis
Ainiyah
dengan membasuhnya
sampai hilang
sifat-sifat najis
baik rasa
warna
dan baunya
dan tidak masalah
bekas najis
Warna
atau baunya
yang sulit
dihilangkan
sekalipun
dari najis mughallazhah
maka Jika
masih terdapat
warna dan baunya
maka benda tersebut belum suci.
Barang yang terkena najis
hukmiyah
seperti air kencing
yang telah kering
tidak melekat (hilang)
padanya
semua sifat-sifat
cukup disucikan dengan mengalirkan
pada najis tersebut
satu kali
dan jika
barang tersebut
berupa biji-bijian
atau daging
yang dimasak
dengan barang najis
atau pakaian
yang diwarna
dengan benda najis
maka bisa menjadi suci
dalamnya
dengan menyiram
air
pada
bagian luarnya
seperti halnya pedang
yang disiram
sedang pedang tersebut
telah dibakar
dengan najis
Disyaratkan
agar suci
tempat yang terkena najis
hendaklah sampai
air
yang sedikit
pada
tempat
yang terkena najis
maka jika
sampai (dicelupkan)
barang yang terkena najis
pada
air
sedikit
bukan banyak
maka hukumnya menjadi najis
sekalipun
air tidak mengalami perubahan
Karena itu, air tersebut tidak bisa menyucikan
barang lain
dan tidak sama
Air yang mendatangi (mengairi)
dengan lainnya
sebab dengan kekuatannya
yang ada pada bentuk pertama
bisa menolak najis
maka jika
seseorang terkena najis
mulutnya
maka cukuplah
mengambil
air
dengan tangan
lalu membasuhnya
sekalipun
tidak mencucurkan air
dari atas mulutnya
sebagaimana
pendapat
Guru kami
dan wajib
membasuh
setiap
anggota yang berada
pada
batasan
luar
dari mulut
meskipun
sekadar memutarkan air dengan tangannya.
Sebagaimana menuangkan
air
dalam wadah
yang terkena najis
lalu memutar-mutarkannya
ke samping kanan
dan tidak boleh
baginya
menelan
sesuatu
sebelum
telah suci
mulutnya
meskipun sekadar
membolak-balik dalam kerongkongan.
ويطهر متنجس بعينية بغسل مزيل لصفاتها، من طعم ولون وريح. ولا يضر بقاء لون أو ريح عسر زواله ولو من مغلظ، فإن بقيا معا لم يطهر. ومتنجس بحكمية كبول جف لم يدرك له صفة بجري الماء عليه مرة، وإن كان حبا أو لحما طبخ بنجس، أو ثوبا صبغ بنجس، فيطهر باطنها بصب الماء على ظاهرها، كسيف سقي وهو محمى بنجس. ويشترط في طهر المحل ورود الماء القليل على المحل المتنجس، فإن ورد متنجس على ماء قليل لا كثير تنجس، وإن لم يتغير فلا يطهر غيره. وفارق الوارد غيره بقوته لكونه عاملا، فلو تنجس فمه كفى أخذ الماء بيده إليه وإن لم يعلها عليه - كما قال شيخنا - ويجب غسل كل ما في حد الظاهر منه ولو بالادارة، كصب ماء في إناء متنجس وإدارته بجوانبه. ولا يجوز له ابتلاع شئ قبل تطهير فمه، حتى بالغرغرة.
Mencuci barang yang terkena najis Ainiyah, adalah dengan membasuhnya sampai hilang sifat-sifat najis, baik rasa, bau dan: warngnya. : : Warna bekas najis atau baunya yang sulit dihilangkan
sekalipun dari najis mughallazhah–, adalah tidak menjadi masalah.Jika masih terdapat warna dan baunya, maka benda tersebut belum suci.
Barang yang terkena najis hukmiyah –seperti air kencing yang telah kering dan hilang semua sifat-sifatnya–, cukup disucikan dengan merigalirkan air satu kali. Jika barang tersebut berupa biji-bijian atau daging yang dimasak dengan barang najis, atau pakaian yang diwarna dengan benda najis, maka dalamnya bisa menjadi suci dengan menyiram luarnya, seperti halnya pedang yang ditempa dengan benda najis, maka cukup disiram bagian luarnya, sucilah seluruhnya.
Disyaratkan agar suci tempat yang terkena najis, hendaklah air yang sedikit sampai pada tempat najis.Jika barang yang terkena najis sampai (dicelupkan) pada air sedikit, bukan banyak, maka air sedikit tersebut hukumnya menjadi najis, sekalipun air tidak mengalami perubahan. Karena itu, air tersebut tidak bisa menyucikan barang lain.
Air yang mendatangi (mengairi) pada tempat yang terkena najis, tidak gama dengan lainnya (batang terkena najis, yang mendatangi/memasuki air), sebab air yang ada pada bentuk pertama dengan kekuatannya bisa menolak najis (pada diri dan lainnya).Jika mulut seseorang terkena najis, maka cukuplah
mengambil air dengan tangan lalu membasuhnya, sekalipun udak mencucurkan air dari atas mulutnya, sebagaimana pendapat Guru kami.Di samping itu, dha wajib mencua bagian luar mulut, meskipun sekadar memutarkan air dengan tangannya.
Sebagaimana menuangkan air dalam wadah yang terkena najis, lalu memutar-mutarkannya ke samping kun-kanan (hal wu sudah mencukupi atas kesuaan wadah tersebut –pen). Bagi orang seperu di mas, udak boleh menelan sesuatu sebelum mulutnya sua kembali, meskupun sekadar membolak-balik dalam kerongkongan.
Cabang:
Jika sejengkal
tanah terkena
semacam
air kencing
dan telah kering
lalu dituangkan
pada
tempat itu
air
sampai merata
maka hukumnya suci tanah tersebut
sekalipun
air tidak masuk
dalam pori-pori tanah
baik
tanah itu
keras
ataupun gembur
dan jika
tanah itu
tidak dapat meresap
najis yang mengenai
padanya
maka wajib
untuk menghilangkan
benda najisnya
sebelum
menuangkan
air
yang sedikit
padanya
sebagaimana
jika najis itu berada
di suatu tempat
dan jika
najis itu
keras
dan telah hancur
lalu bercampur
dengan debu
maka tidak bisa menjadi suci
sebagaimana debu yang tercampur
sejenis
nanah berdarah
sebab dengan menuangkan
padanya
bahkan
wajib
untuk menghilangkan
semua
yang tercampuri
tanah (debu)
najis itu
dan berfatwa
Sebagian fukaha
terhadap Mushaf
yang terkena najis
yang tidak
ma’fu,
darinya
diwajibkan
untuk membasuh
sekalipun
menyebabkan
pada kerusakan
sekalipun
milik
anak yatim
berkata
dan dihukumi
fardu ain
menghilangkan najis
jika
mengenai
najis tersebut
sesuatu
dari al-Qur'an
Lain halnya
jika najisnya
hanya
mengenai
pada
sejenis
sampul
atau tepian Mushaf
(فرع) لو أصاب الارض نحو بول وجف، فصب على موضعه ماء فغمره، طهر، ولو لم ينضب - أي يغور - سواء كانت الارض صلبة أم رخوة. وإذا كانت الارض لم تتشرب ما تنجست به فلا بد من إزالة العين قبل صب الماء القليل عليها، كما لو كانت في إناء. ولو كانت النجاسة جامدة فتفتتت واختلطت بالتراب لم يطهر، كالمختلط بنحو صديد، بإفاضة الماء عليه. بل لا بد من إزالة جميع التراب المختلط بها. وأفتى بعضهم في مصحف تنجس بغير معفو عنه بوجوب غسله وإن أدى إلى تلفه، وإن كان ليتيم. قال شيخنا: ويتعين فرضه فيما إذا مست النجاسة شيئا من القرآن، بخلاف ما إذا كانت في نحو الجلد أو الحواشي.
Cabang:
Jika sejengkal tanah terkena semacam air kencing dan telah kering, lalu pada tempat itu dituangkan air sampai merata, maka tanah tersebut sudah menjadi sua, sekalipun air tidak masuk dalam pori-pori tanah, baik tanah itu keras ataupun gembur.
Jika tanahnya tidak dapat meresap najis yang mengenainya, maka sebelum menuangkan air yang sedikit, harus dihilangkan benda najisnya, sebagaimana jika najis itu berada di suatu tempat.Jika najis itu keras dan telah hancur, lalu bercampur dengan debu, maka tempat yang terkena najis tidak bisa menjadi suci sebab dengan menuangkan air “sebagaimana debu yang tercampur sejenis nanah berdarah–, tetapi semua tanah (debu) yang tercampuri najis itu harus dihilangkan. Sebagian fukaha memfatwakan kewajiban membasuh Mushaf yang terkena najis yang tidak ma’fu, sekalipun menyebabkan rusak, atau milik anak yatim.Guru kami berkata: Bahkan membasuh Alqur-an yang terkena najis dihukumi fardu ain. Lain halnya jika najisnya hanya mengenai pada sejenis sampul atau tepian Mushaf.
Cabang :
Air bekas basuhan
yang terkena najis
sekalipun
dima'fu
suci hukumnya
seperti darah
setitik
Jika air telah pisah (dari tempat yang dicuci)
sedangkan telah
hilang
materi
dan sifat-sifat
dan tidak berubah
serta bertambah
timbangannya
setelah
air
yang meresap
pada baju (yang dicuci)
dari air tersebut
dan air tambahan
dari kotoran
dan sungguh
kesucian dari
tempat yang terkena najis (baju)
dapat suci kembali
berkata
Guru kami
Yang jelas
cukup
untuk perhitungan banyaknya air yang terserap dan yang tambahan dari kotoran
dengan persangkaan saja
(فرع) غسالة المتنجس - ولو معفوا عنه كدم قليل - إن انفصلت وقد زالت العين وصفاتها، ولم تتغير ولم يزد وزنها - بعد اعتبار ما يأخذه الثوب من الماء والماء من الوسخ - وقد طهر المحل: طاهرة. قال شيخنا: ويظهر الاكتفاء فيهما بالظن.
Cabang :
Air bekas basuhan barang yang terkena najis –sekalipun najis ma’fu, seperti setitik darah adalah suci hukumnya. Jika air telah pisah (dari tempat yang dicuci), sedangkan materi dan sifat-sifat najis telah hilang, air tidak berubah, timbangannya tidak bertambah setelah diperhitungkan air yang meresap pada baju (yang dicuci) dan air tambahan dari kotoran, serta tempat yang terkena najis (baju) yang suci kembali.
Guru kami berkata: Yang jelas, untuk perhitungan banyaknya air yang terserap dan yang tambahan dari kotoran, adalah cukup dengan persangkaan saja.
Cabang:
Umpama
ada seekor tikus jatuh
di tengah-tengah makanan
yang padat
misalnya bubur samin
kemudian tikus itu
di tengah-tengah
lalu mati
maka cukuplah diambil
serta membuang bagian sekelilingnya
yang terkena najis
saja
Sedangkan sisanya
Sedangkan sisanya
tetap suci
Batas makanan disebut padat
yaitu
yang
apabila
sebagian
dari mengambilnya
maka tidak meleleh ke bagian yang terambil tadi.
bagian kiri-kanannya
(فرع) إذا وقع في طعام جامد كسمن فأرة مثلا فماتت، ألقيت وما حولها مما ماسها فقط، والباقي طاهر. والجامد هو الذي إذا غرف منه لا يتراد على قرب.
Cabang:
Umpama ada seekor tikus jatuh di tengah-tengah makanan yang padat, misalnya bubur samin, lalu mati, maka cukuplah diambil serta membuang bagian sekelilingnya yang terkena. Sedangkan sisanya tetap suci.Batas makanan disebut padat adalah bila diambil sebagian, maka bagian kiri-kanannya tidak meleleh ke bagian yang terambil tadi.
Cabang:
Jika
terkena najis
air
perigi
yang sedikit
dengan yang terkena
najis
maka tidak bisa suci
dengan cara dikuras
Tapi
harus lebih dahulu
dibiarkan
agar bertambah banyak
air tersebut
dari sumbernya
atau menuangkan
air tersebut
di dalamnya
Kalau air perigi itu banyak
tetapi telah berubah
lantaran najis tersebut
maka air itu tidak bisa menjadi suci
sebelum perubahan itu hilang
maka jika
masih tertinggal
di dalamnya
najis
misalnya bulu
tikus
sedangkan air tidak berubah
maka air tersebut dihukumi suci
yang sulit
digunakan
sebab
tidak mungkin terlepas
dari bulu tersebut
setiap timba
maka kuraslah
semuanya
maka jika
seseorang menciduk
sebelum
air dikuras
serta ia tidak meyakini
di dalamnya
terdapat basuhan
rambut tikus
maka tidaklah mengapa
meskipun
hanya prasangka saja terhadapnya
sebab mengamalkan kaidah
mendahulukan
asal
daripada
hukum lahir
(فرع) إذا تنجس ماء البئر القليل بملاقاة نجس لم يطهر بالنزح، بل ينبغي أن لا ينزح ليكثر الماء بنبع أو صب ماء فيه، أو الكثير بتغير به لم يطهر إلا بزواله. فإن بقيت فيه نجاسة كشعر فأرة ولم يتغير فطهور تعذر استعماله إذ لا يخلو منه دلو فلينزح كله. فإن اغترف قبل النزح ولم يتيقن فيما اغترفه شعرا لم يضر وإن ظنه، عملا بتقديم الاصل على الظاهر
Cabang:
Jika air perigi yang sedikit terkena najis, maka tidak bisa suci dengan cara dikuras. Tapi harus dibiarkan lebih dahulu, agar air bertambah banyak dari sumbernya, atau dengan menambah air yang lain:Kalau air perigi itu banyak, tetapi telah berubah lantaran najis tersebut, maka air itu tidak bisa menjadi suci sebelum perubahan itu hilang.
Jika dalam air perigi yang banyak ini masih tertinggal najis, misalnya bulu tikus, sedangkan 2ir udak berubah, maka air tersebut dihukumi suci, dan menyucikan namun tidak bisa digunakan (dengan diambil menggunakan timba atau lainnya -pen).(Air tersebut tidak bisa dipergunakan) sebab timba penciduknya senantiasa terkena ramLut najis itu. Hendaknya air yang berada dalam perigi dikuras dulu semuanya.Jika seseorang menciduk sebelum air dikuras, serta ia tidak meyakini ada rambut tikus yang ikut, maka tidaklah mengapa (air tetap suci), bahkan meskipun ia mempunyai persangkaan rambut (bulu) ikut terciduk terikutnya rambut, dasarnya adalah mele: takkan prinsip mendahulukan asal dari pada hukum lahir.
dan tidak bisa suci
Barang yang terkena najis
semacam
anjing (najis mughallazhah)
kecuali
dengan tujuh kali basuhan
mencucinya
setelah
hilang
materi najisnya
dalam hal ini banya dihitung sekali
sekalipun baru hilang
setelah beberapa
basuhan
Salah satu di antara basuhan tersebut
dicampur dengan debu
yang sah digunakan tayamun
yang dicampur
dengan air
sekira menjadi keruh
pada air
sampai
suci
dan ada bekasnya
di air itu
dan sampai
pada bagian yang dibasuh
keseluruhannya
meratai
tempat
yang terkena najis
maka cukuplah
yang diam itu
dengan menggerakkan
sebanyak tujuh kali.
berkata
Guru kami
Dalam hal ini telah jelas
bahwa gerakan ke sana
dihitung sekali
dan kembali lagi
dihitung satu kali lagi
cukup dengan air yang mengalir
dengan lewatnya
tujuh kali
aliran air
maka air tidak usah dicampur
Jika di tanah
yang berdebu
ولا يطهر متنجس بنحو كلب إلا بسبع غسلات بعد زوال العين ولو بمرات، فمزيلها مرة واحدة، إحداهن بتراب تيمم ممزوج بالماء، بأن يكدر الماء حتى يظهر أثره فيه ويصل بواسطته إلى جميع أجزاء المحل المتنجس. ويكفي في الراكد تحريكه سبعا. قال شيخنا: يظهر أن الذهاب مرة والعود أ خرى. وفي الجاري مرور سبع جريات، ولا تتريب في أرض ترابية.
Barang yang terkena najis semacam anjing (najis mughallazhah) bisa suci kembali dengan mencucinya tujuh kali basuhan, setelah materi najisnya hilang, sekalipun baru hilang setelah beberapa basuhan, dalam hal ini banya dihitung sekali. Salah satu di antara basuhan tersebut dicampur dengan debu yang sah digunakan tayamun, yang dicampur dengan air, sekira menjadi keruh dan ada bekasnya di air itu, serta ketujuh basuhan tersebut meratai tempat yang terkena najis.
Jika barang yang terkena najis dimasukkan dalam air yang tidak mengalir, maka cukuplah dengan menggerakkan sebanyak tujuh kali.
Guru kami berkata: Dalam hal ini telah jelas, bahwa gerakan ke sana dihitung sekali, dan kembali lagi dihitung satu kali lagi.Jika dimasukkan dalam air yang mengalir, cukuplah dengan lewatnya tujuh kali aliran air. Jika di tanah yang berdebu, maka air tidak usah dicampur dengan debu lagi (maksudnya tanah yang terkena najis ini, lalu disucikanpen).
Cabang:
Jika seseorang menyentuh
anjing
dalam
air
yang banyak
maka tidak menjadi najis
tangannya
dan jika
mengangkat
anjing
kepalanya
dari wadah yang terisi air (sedikit)
dan mulutnya
basah
tetapi tidak diketahui
ia telah menyentuhnya
pada anjing tersebut
maka air tersebut tidak dihukumi najis
berkata
Imam Malik
dan Imam Dawud r.a
Anjing itu
hukumnya suci
dan tidak menjadi najis
Air
sedikit
yang terjilat anjing
dan sesungguhnya
wajib
dibasuh
semata-mata
yang terjilat anjing
karena penekanan ibadah
(فرع) لو مس كلبا داخل ماء كثير لم تنجس يده، ولو رفع كلب رأسه من ماء وفمه مترطب، ولم يعلم مماسته له، لم ينجس. قال مالك وداود: الكلب طاهر ولا ينجس الماء القليل بولوغه، وإنما يجب غسل الاناء بولوغه تعبدا.
Cabang:
Jika seseorang menyentuh anjing dalam air yang banyak, maka tangannya tidak menjadi najis.
Jika anjing mengangkat kepalanya dari wadah yang terisi air (sedikit) dan mulutnya basah, tetapi tidak diketahui ia telah menyentuhnya, maka air tersebut tidak dihukumi najis.
Imam Malik dan Imam Dawudr.a. berkata: Anjing itu hukumnya sua (begitu juga menurut Imam Malik, babi itu hukumnya suci -pen). Air sedikit yang terjilat anjing tidak menjadi najis. Hanya saja wadah yang terjilat anjing wajib dibasuh, semata-mata karena penekanan ibadah (bukan karena najis).
Najis yang diampuni (ma’fu)
dari
darah
Semacam
nyamuk
termasuk segala serangga
yang tidak berdarah
baginya
mengalir (darah dingin)
misalnya mrutu
dan kutu
tidak termasuk
dari
kulitnya
dan Darah
sejenis
kudis
misalnya bisul api (udun semat)
darah luka-luka
dan dari
nanah
dan nanah darah
Sekalipun
banyak
darah
nyamuk dan kudis itu
bersama-sama
keringat
atau sangat banyak sekali
Untuk yang pertama (darah nyamuk)
meskipun sampai
meratai
pakaian
menurut
nukilan
yang dapat dipegangi
Dengan syarat bukan
diusahakan oleh orang yang bersangkutan
maka jika
banyak
karena diusahakan
sepenuhnya
misalnya sengaja
membunuh
semacam
nyamuk
pada pakaiannya
atau memeras
semacam
kudis
atau memakai
pakaian
yang berlumuran
darah
nyamuk
misalnya
lalu dipakai salat
terhadapnya
atau tikar yang dipakai
untuk salat
berlumuran darah
atau tambahan
pada
memakai pakaian yang berdarah
tanpa
tujuan
sebagaimana berhias
maka darah semacam ini tidak diampuni adanya
kecuali
jika darah itu hanya sedikit
sebagaimana yang dikatakan
oleh pendapat yang Ashah
Hal di atas sebagaimana
yang termaktub dalam kitab At-Tahqiq
dan Al-Majmu’
Meskipun menetapkan
pembicaraan
“kitab” Ar-Raudhah
diampuni adanya
dari
banyak
darah
sejenis
kudis
sekalipun
diperas
Di mana berpegangan kitab Ar-Raudhah tersebut
Ibnu Nagib
dan Al-Adzra’i
Status
ampunan
dalam masalah ini
dan yang akan
dituturkan nanti
terletak
pada penggunaan salat
bukan
pada semacam
air
yang sedikit
karena menjadikan air najis
hal ini
sekalipun
yang mengenai sedikit
dan Tidak mempengaruhi
yang mengenai
badan
baginya
dalam keadaan basah
lagi pula tidak wajib
menyeka
badan
sebab hal tersebut sulit dilakukan
dan
dari
sedikit
semacam
Darah
dari orang lain
maksudnya
yang timbul
yang bukan
najis mughallazhah
Lain halnya
jika najis berjumlah banyak
Termasuk kategori darah orang lain
misalnya
yang dikatakan
oleh Imam Al-Adzra’i
Darah
yang telah terpisah
dengan sendirinya
kemudian
mengenai pada badannya.
(ويعفى عن دم نحو برغوث) مما لا نفس له سائلة كبعوض وقمل، لا عن جلده. (و) دم نحو (دمل) كبثرة وجرح، وعن قيحه وصديده، (وإن كثر) الدم فيهما وانتشر بعرق، أو فحش الاول بحيث طبق الثوب - على النقول المعتمدة - (بغير فعله) فإن كثر بفعله قصدا، كأن قتل نحو برغوث في ثوبه، أو عصر نحو دمل أو حمل ثوبا فيه دم براغيث مثلا، وصلى فيه أو فرشه وصلى عليه، أو زاد على ملبوسه لا لغرض كتجمل، فلا يعفى إلا عن القليل على الاصح - كما في التحقيق والمجموع - وإن اقتضى كلام الروضة العفو عن كثير دم نحو الدمل وإن عصر. واعتمده ابن النقيب والاذرعي. ومحل العفو - هنا وفيما يأتي - بالنسبة للصلاة لا لنحو ماء قليل، فينجس به وإن قل، ولا أثر لملاقاة البدن له رطبا، ولا يكلف تنشيف البدن لعسره. (و) عن (قليل) نحو دم (غيره) - أي أجنبي - غير مغلظ، بخلاف كثيره. ومنه كما قال الاذرعي: دم انفصل من بدنه ثم أصابه.
Najis yang diampuni (ma’fu) adanya:
Semacam darah nyamuk, termasuk segala serangga yang berdarah tidak mengalir (darah dingin), misalnya mrutu dan kutu. Kalau kulitnya tidak termasuk diampuni.
Darah sejenis kudis,
misalnya bisul api (udun semat), darah luka-luka, nanah dan nanah darah (nanah uwuk: Jawa).
Sekalipun darah nyamuk dan kudis itu banyak dan mengalir bersama-sama keringat.
Untuk yang pertama (darah nyamuk), meskipun sampai meratai pakaian –menurut nukilan. nukilan yang dapat dipegangi–. (Dengan syarat) darah-darah tersebut bukan diusahakan oleh orang yang bersangkutan. Jika darah-darah tersebut banyak karena diusahakan, misalnya sengaja
membunuh nyamuk pada pakaiannya, memeras kudis, memakai pakaian yang berlumuran darah nyamuk misalnya, lalu dipakai salat, atau tikar yang dipakai salat berlumuran darah, atau memakai pakaian tambahan yang berdarah tanpa tujuan sebagaimana berhias, maka darah semacam ini tidak diampuni adanya, kecuali jika darah itu hanya sedikit –sebagaimana yang dikatakan oleh pendapat yang Ashah– Hal di atas sebagaimana yang termaktub dalam kitab At-Tahqiq dan Al-Majmu’, Meskipun pembicaraan “kitab” Ar-Raudhah menetepkan, babnya darah sejenis kudis sekalipun diperas dan jumlahnya banyak, adalah dumpuni adanya: Di mana Ibnu Nagib dan Al-Adzra’i berpegangan kitab Ar-Raudhah tersebut.
Status ampunan dalam masalah ini dan yang akan dituturkan nanti, adalah terletak pada penggunaan salat, bukan pada semacam air yang sedikit, karena hal ini menjadikan air najis, sekalipun jumlah najis yang mengenai sedikit.Tidak mempengaruhi bagi badan yang dalam keadaan basah terpercik darah sedikit yang diampuni adanya, lagi pula udak | wajib menyeka badan, sebab hal tersebut sulit dilakukan,
Darah sedikit yang timbul dari orang lain, yang bukan najis mughallazhah. Lain halnya jika najis berjumlah banyak. Termasuk kategori darah orang lain, misalnya yang dikatakan oleh Imam Al-Adzra’i, adalah: Darah sendiri yang telah terpisah, lalu mengenai pada badannya.
dan
dari
sedikit
sejenis
Darah
haid
dan darah hidung
sebagaimana yang termaktub
dalam
kitab Al-Majmu’
Dikiaskan
dengan keduanya
darah
semua
lubang tubuh
selain
lubang
dari jalan
najis
seperti tempat
keluarnya berak
Dasar penilaian
sedikit
dan banyak
adalah kebiasaan yang berlaku
dan Sesuatu
yang masih disangsikan
akan banyaknya
maka terhadapnya
dihukumi
sedikit
dan jika
ada darah
berceceran
di berbagai
tempat
seandainya
dikumpulkan
jumlahnya banyak
bahwa
darah itu
dihukumi
sedikit
menurut
Imam Al-Haramain
dan kebanyakan
Sedangkan menurut
Al-Mutawalh
Imam AlGhazali
dan lainnya
Pendapat yang terakhir ini telah dikuatkan
oleh sebagian fukaha
dan diampuni adanya
dari
Darah
semacam
sebab tusuk jarum
dan bekam
selagi masih berada di tempatnya
sekalipun
banyak
dihukumi sah
Salat
bagi orang
yang berdarah
gusinya
sebelum
dicuci
mulut
selagi
ia belum menelan
ludah
ketika salat
Sebab,
darah
gusi itu
dima’fu adanya
dalam arti
bila bercampur
dengan air ludah sendiri.
dan jika seseorang
mengeluarkan darah hidung
sebelum
salat
dan terus-menerus keluar darahnya
maka jika
masih luas
dapat diharapkan pendarahannya
dalam waktu salat
selesai
hendaknya ia menanti berhentinya
kalau tidak
hendaknya disumbat
sebagaimana orang yang beser kencing
Lain halnya dengan pendapat
yang mengatakan
bahwa orang itu wajib
menanti berhenti pendarahan
sekalipun
terlewat
waktunya
sebagaimana salat
harus ditunda
lantaran mencuci
pakaian
yang terkena najis
sekalipun
waktunya terlewat
haruslah dibedakan
Masalah hidung yang berdarah dengan pencucian pakaian
adanya kemampuan
terhadap
menghilangkan
najis
dari
asalnya
maka wajib dihilangkan
Lain halnya
dengan masalah pendarahan hidung
dan dari
Sedikit
lumpur
tempat air
berlalu
yang telah diyakini
najisnya
sekalipun
berupa najis mughallazhah
Sebab, rasanya berat untuk menghindarinya
selagi
tidak tampak
materi najisnya
dengan jelas
dibedakan
Masalah pengampunan najis ini
sesuai dengan waktu
dan tempatnya
yaitu pakaian
dan badan
dan jika
dipastikan datang
suatu
najis
dari jalanan
sekalipun
jalanan
anjing
maka tidak diampuni
adanya
bahkan
meratai
jalan
Hal ini berdasarkan
berbagai tinjauan pendapat
berfatwa
Guru kami
tentang jalan
yang tidak berlumpur
tetapi
di situ terdapat
kotoran
manusia
dan kotoran
anjing
dan binatang-binatang lain
dan sungguh
lalu terkena
air hujan
maka najis tersebut diampuni adanya
di kala
sulit
menghindarinya
(و) عن قليل (نحو دم حيض ورعاف) كما في المجموع. ويقاس بهما دم سائر المنافذ، إلا الخارج من معدن النجاسة كمحل الغائط. والمرجع في القلة والكثرة العرف، وما شك في كثرته له حكم القليل. ولو تفرق النجس في محال - ولو جمع كثر - كان له حكم القليل عند الامام، والكثير عند المتولي والغزالي وغيرهما، ورجحه بعضهم. ويعفى عن دم نحو فصد وحجم بمحلهما وإن كثر. وتصح صلاة من أدمى لثته قبل غسل الفم، إذا لم يبتلع ريقه فيها، لان دم اللثة معفو عنه بالنسبة إلى الريق. ولو رعف قبل الصلاة ودام فإن رجا انقطاعه والوقت متسع انتظره، وإلا تحفظ - كالسلس - خلافا لمن زعم انتظاره، وإن خرج الوقت. كما تؤخر لغسل ثوبه المتنجس وإن خرج. ويفرق بقدرة هذا على إزالة النجس من أصله فلزمته، بخلافه في مسألتنا. وعن قليل طين محل مرور متيقن نجاسته ولو بمغلظ، للمشقة، ما لم تبق عينها متميزة. ويختلف ذلك بالوقت ومحله من الثوب والبدن. وإذا تعين عين النجاسة في الطريق، ولو مواطئ كلب، فلا يعفى عنها، (وإن عمت الطريق على الاوجه). (وأفتى شيخنا) في طريق لا طين بها بل فيها قذر الادمي وروث الكلاب والبهائم وقد أصابها المطر، بالعفو عند مشقة الاحتراز.
Darah sedikit jenis haid dan darah hidung, sebagaimana yang termaktub dalam kitab Al-Majmu’
Dikiaskan dengan keduanya, adalah darah semua lubang tubuh selain lubang jalan najis, seperti cloaca (lubang anus atau dubur).Dasar penilaian sedikit dan banyak, adalah kebiasaan yang berlaku.Sesuatu yang masih disangsikan akan banyaknya, adalah dihukumi sedikit.
Jika ada darah berceceran di berbagai tempat, seandainya dikumpulkan jumlahnya banyak, menurut Imam Al-Haramain, darah itu dihukumi sedikit. Sedangkan menurut Imam AlGhazali, Al-Mutawalh dan lainnya, adalah dihukumi darah banyak. Pendapat yang terakhir ini telah dikuatkan oleh sebagian fukaha.
Darah yang keluar sebab tusuk jarum dan bekam, sekalipun banyak, selagi masih berada di tempatnya.
Salat dihukumi sah, bagi orang yang gusinya berdarah sebelum dicuci,
selagi ia belum menelan ludah ketika salat. Sebab, darah gusi itu dima’fu adanya, dalam arti bila bercampur dengan air ludah sendiri. Jika seseorang mulai mengeluarkan darah hidung sebelum salat dan terus-menerus keluar darahnya,. maka jika dapat diharapkan pendarahannya selesai dalam waktu salat masih luas, hendaknya ia menanti berhentinya, kalau tidak, hendaknya disumbat sebagaimana orang yang beser kencing, membalut penisnya.
Lain halnya dengan pendapat yang mengatakan, bahwa orang itu wajib menanti berhenti pendarahan, sekalipun waktunya terlewat, sebagaimana salat harus ditunda lantaran mencuci pakaian yang terkena najis, sekalipun waktunya terlewat. Masalah hidung yang berdarah dengan pencucian pakaian, haruslah dibedakan, sebab dalam masalah pencucian pakaian yang terkena najis, adalah adanya kemampuan menghilangkan najis dari asalnya (sebelum mengerjakan salat): Lain halnya dengan masalah pendarahan hidung (sebab orang yang – berdarah hidungnya tidak mampu menghilangkan darah tersebut -pen).
Sedikit lumpur tempat air berlalu yang telah diyakini najisnya, sekalipun berupa najis mughallazhah. Sebab, rasanya berat untuk menghindarinya. (Tetapi) selagi materi najisnya tidak tampak dengan jelas.
(Masalah pengampunan najis ini), adalah dibedakan sesuai dengan waktu (karena itu, yang dima’fu di musim hujan, tidaklah dima’fu di musim kemarau)
dan tempatnya, yaitu pakaian dan badan (karena itu, yang dima’fu di pakaian bagian bawah dan di kaki, adalah tidak dima’fu di lengan baju dan ditangan -pen).
Jika suatu najis sudah dipastikan datang dari jalanan, maka tidak diampuni adanya, sekalipun jalanan anjing, bahkan meratai jalan. Hal ini berdasarkan berbagai tinjauan pendapat.
Guru kami berfatwa tentang jalan yang tidak berlumpur, tetapi di situ terdapat kotoran manusia, anjing dan binatang-binatang lain, lalu terkena air hujan, maka najis tersebut diampuni adanya, di kala sulit menghindarinya.
Kaidah
Penting
Yaitu
sesungguhnya
Sesuatu
yang asalnya
suci
lalu diperkirakan
dengan alasan
menjadi najis
bahwa barang
yang semacam itu
pada umumnya najis
dalam masalah seperti ini
ada dua pendapat
yang terkenal
dengan perkataan
asal
dan lahir
atau ghalib
Yang lebih kuat dari kedua pendapat
adalah barang tersebut
hukumnya suci
dengan dasar
Asal
keyakinan yang telah ada
di mana hal ini
lebih tepercaya
daripada kebiasaan kejadian
yang selalu berbeda
menurut keadaan
dan masa
Hal itu dapat dicontohkan
dengan pakaian
pembuat khamar (arak)
orang yang haid
anak-anak
tempat
pemeluk agama yang ajarannya
menggunakan barang najis
dedaunan
yang pada ghalibnya
jatuh
pada
tempat najis
air liur
bayi
sutera jukh
yang terkenal
dibuat
dari lemak
babi
keju
Syam (Siria)
yang terkenal
dibuat
dari perut besar
babi
dan ketika
datang Rasulullah saw.
pernah disuguhi keju
dari penduduk Syam
lalu beliau makan
sebagian
serta tidak bertanya
dari
apa keju tersebut dibuat
Demikianlah sebagian besar kaidah yang dituturkan
oleh : Guru kami (Ibnu Hajar Al-Haitami)
dalam
Syarah
Mimhaj
(قاعدة مهمة): وهي أن ما أصله الطهارة وغلب على الظن تنجسه لغلبة النجاسة في مثله، فيه قولان معروفان بقولي الاصل. والظاهر أو الغالب أرجحهما أنه طاهر، عملا بالاصل المتيقن، لانه أضبط من الغالب المختلف بالاحوال والازمان، (وذلك كثياب خمار وحائض وصبيان)، وأواني متدينين بالنجاسة، وورق يغلب نثره على نجس، ولعاب صبي، وجوخ اشتهر عمله بشحم الخنزير، وجبن شامي اشتهر عمله بإنفحة الخنزير. وقد جاءه (ص) جبنة من عندهم فأكل منها ولم يسأل عن ذلك. ذكره شيخنا في شرح المنهاج.
Kaidah Penting:
Yaitu: Sesuatu yang asalnya suci, lalu diperkirakan menjadi najis dengan alasan, bahwa barang yang semacam itu pada umumnya najis, dalam masalah seperti ini ada dua pendapat yang terkenal dengan asal dan lahir atau ghalib.
Yang lebih kuat dari kedua pendapat, adalah barang tersebut hukumnya suci, dengan dasar “Asal keyakinan yang telah ada”, di mana hal ini lebih tepercaya daripada “kebiasaan kejadian”
yang selalu berbeda menurut keadaan dan masa.Hal itu dapat dicontohkan dengan pakaian pembuat khamar (arak),
orang yang haid, anakanak, tempat pemeluk agama yang ajarannya menggunakan barang najis, dedaunan yang pada ghalibnya jatuh di tempat najis, air liur bayi, sutera jukh yang terkenal dibuat dari lemak babi, keju Syam (Siria) yang terkenal terbuat dari perut besar babi.
(Landasan yang menguatkan asal-pen) Rasulullah saw. pernah disuguhi keju dari penduduk Syam, lalu beliau makan sebagian, serta tidak bertanya dari apa keju tersebut dibuat. Demikianlah sebagian besar kaidah yang dituturkan oleh : Guru kami (Ibnu Hajar Al-Haitami) dalam Syarah Mimhaj.
dan
di ampuni
dari
Bekas tempat
Istijmar (bersuci/ istinja dengan batu)
dan
dari
noda
kotoran lalat
air kemih
dan kotoran
kelelawar
pada tempat salat
jika mengena
pakaian
dan badan
meskipun
banyak
sebab hal itu sulit
untuk menjaga
darinya
dan diampuni
dengan syarat
sudah kering
dari
Kotoran
segala
burung
Tempat tersebut
jika
mengena
pada suatu tempat
dengannya
Bahkan menurut kesimpulan
dari pembicaraan
kitab Al-Majmu’ (milik Imam Nawawi)
termasuk diampuni
jika kotoran tersebut mengena
pada pakaian
dan badan
juga
dan tidak diampuni adanya
dari
Kotoran
tikus
sekalipun
sudah kering
atas dasar
beberapa peninjauan pendapat
Akan tetapi
telah mengeluarkan fatwa
Guru kami
Ibnu Ziyad
sebagaimana pendapat sebagian
ulama Mutaakhirin
diampuni adanya
kotoran tikus itu
jika
memang sudah
Meratai
dengannya
sebagaimana yang sudah merata
pada
kotoran
burung
Tidaklah sah
salat
seorang
yang menggendong
orang beristinja dengan batu
atau membawa binatang
yang pada pintu pelepasan (cloaca)
terdapat najis
atau binatang disembelih
yang telah dibersihkan
tempat penyembelihannya
tetapi belum dibuang
kotoran dalam perutnya
atau bangkai
suci
misalnya manusia
atau ikan
yang belum dibersihkan
kotoran dalam perutnya
atau membawa telor
mandul
yang di dalamnya
terdapat darah
Tidak sah pula salat seseorang
yang membawa sesuatu
di mana
ujungnya
terkena najis
sekalipun ujung tersebut
tidak bergerak
sebab geraknya
(و) يعفى عن (محل استجماره و) عن (ونيم ذباب) وبول (وروث خفاش) في المكان، وكذا الثوب والبدن، وإن كثرت، لعسر الاحتراز عنها. ويعفى عما جف من ذرق سائر الطيور في المكان إذا عمت البلوى به. وقضية كلام المجموع العفو عنه في الثوب والبدن أيضا، ولا يعفى عن بعر الفأر - ولو يابسا - على الاوجه. لكن أفتى شيخنا ابن زياد - كبعض المتأخرين - بالعفو عنه إذا عمت البلوى به، كعمومها في ذرق الطيور. ولا تصح صلاة من حمل مستجمرا أو حيوانا بمنفذه نجس، أو مذكى غسل مذبحه دون جوفه، أو ميتا طاهرا كآدمي وسمك يغسل باطنه، أو بيضة مذرة في باطنها دم. ولا صلاة قابض طرف متصل بنجس وإن لم يتحرك بحركته.
Bekas tempat Istijmar (bersuci/ istinja dengan batu), noda . kotoran lalat, air kemih dan kotoran kelelawar, jika mengena pada tempat salat, pakaian dan badan, meskipun banyak, sebab hal itu sulit untuk menjaganya.
Kotoran segala burung jika mengena pada suatu tempat, dengan syarat: Tempat tersebut memang kepadatan kotoran itu dan sudah kering. Bahkan menurut kesimpulan dari pembicaraan kitab Al-Majmu’ (milik Imam Nawawi), termasuk diampuni juga, jika kotoran tersebut mengena pada pakaian dan badan. ,
Kotoran tikus sekalipun sudah kering, adalah tidak diampuni adanya –atas dasar beberapa peninjauan pendapat.
Akan tetapi, Guru kami Ibnu Ziyad telah mengeluarkan fatwa sebagaimana pendapat sebagian ulama Mutaakhirin, bahwa kotoran tikus itu diampuni adanya, jika memang sudah Meratai, sebagaimana kotoran burung yang sudah merata.
Tidaklah sah, salat seorang
yang menggendong orang beristinja dengan batu, membawa binatang yang pada pintu pelepasan (cloaca) terdapat najis, binatang disembelih yang telah dibersihkan tempat penyembelihannya, tetapi kotoran dalam perutnya belum dibuang, atau bangkai suci, misalnya manusia atau ikan yang belum dibersihkan kotoran dalam perutnya, atau membawa telor mandul yang di dalamnya terdapat darah.
Tidak sah pula, salat seseorang ‘ yang membawa sesuatu, di mana ujungnya terkena najis, sekalipun ujung tersebut tidak bergerak sebab geraknya.
Cabang:
Jika seseorang melihat
orang lain akan mengerjakan
salat
padahal di pakaiannya
terdapat najis
yang tidak
dima’fu
maka baginya
wajib
memberi tahu akan hal itu
Begitu juga
wajib
mengajar
seseorang yang melihat
melanggar
kewajiban
beribadah
menurut imam
yang diikutinya
فرع: لو رأى من يريد صلاة وبثوبه نجس غير معفو عنه لزمه إعلامه. وكذا يلزم تعليم من رآه يخل بواجب عبادة في رأي مقلده.
Cabang:
Jika seseorang melihat orang lain akan mengerjakan salat, padahal di pakaiannya terdapat najis yang tidak dima’fu, maka baginya wajib memberi tahu akan hal itu.
Begitu juga wajib mengajar seseorang yang:a lihat melanggar kewajiban beribadah menurut imam yang diikutinya
Penyempurnaan (Istinja)
hukumnya wajib
Istinja
dari
setiap
yang keluar
yang meleleh basah
pada air tersebut
sudah dianggap mencukupi
dalam Istinja
setelah
diperkirakan
bahwa telah hilang
najisnya
dan tidaklah disunahkan
bagi seseorang
membau (mencium)
tangannya
Wajib istinja itu dilakukan
dengan mengendorkan anggota badan
agar tidak ada
yang tertinggal
sisa-sisa najis
di lipatan lipatan tepian
lubang
dubur (cloaca).
atau dengan cara tiga kali
usapan
dengan benda keras
yang dapat meresap
yang
masing-masing
sekali
serta
meratai
tempat najis
dan membersihkannya
Disunahkan
bagi orang yang masuk
tempat pembuangan (wc)
agar mendahulukan
kaki kiri
dan mendahulukan kaki kanan
jika mau keluar
Hal ini kebalikan
masuk/keluar mesjid
Sunah juga agar melepas
sesuatu yang ada
suratan agung
misalnya Alqur-an
nama
Nabi
dan Malaikat
sekalipun nama-nama tersebut
digunakan juga menamai yang lain
misalnya Aziz
dan Ahmad
jika
dikehendaki
nama-nama tersebut
sebagai nama yang agung
Disunahkan pula diam
pada saat
kotoran
keluar
sekalipun
dari
bukan
berupa zikir
dan jika
selain
keadaan tersebut
hendaknya meninggalkan
bentuk zikir saja
Hendaknya mengambil tempat yang jauh dari manusia
, serta membuat penutup.
Hendaknya tidak membuang
hajat
di perairan
umum
yang tidak mengalir
juga tidak menyumber
di tempat bercanda
selain
tempatnya sendiri
milik umum
di jalanan
ada pendapat yang mengatakan
dan diharamkan
membuang hajat
di dalamnya
di bawah pohon
berbuah yang tumbuh
di tanah milik sendiri
atau tanah milik orang lain
yang sudah diketahui
kerelaan
pemiliknya
jika belum diketahui
maka hukumnya adalah haram
Hendaknya tidak menghadap
pada kiblat
ataupun membelakanginya
Maka hal ini hukumnya haram jika dilakukan
pada
tempat yang tidak disediakan
untuk buang hajat
serta sekira
tidak bertabir
maka Jika
menghadap kiblat
dadanya
dan dipalingkan
alat kelaminnya
darinya
kemudian
kencing
maka hal ini tidaklah menjadi masalah
Lain halnya
jika melakukan kebalikan dari itu
Sunah juga tidak bersiwak
dan meludahi
pada
kencingnya
dan hendaknya
berdoa
di saat
masuk WC
Ya, Allah
sesungguhnya aku
berlindung
kepada-Mu
dari godaan setan jantan
dan betina
Ketika keluar berdoa
Aku mohon ampun kepada-Mu
Segala puji milik Allah
Dzat yang
telah menghilangkan
dariku
penyakit
dan menganugerahkan kesehatan kepadaku
Lalu setelah
istinja membaca
Ya, Allah
sucikanlah
hatiku
dari sifat munafik
dan bentengilah
kemaluanku
dari bentuk perbuatan-perbuatan keji
berkata
Al-Baghawi
Jika merasa ragu
setelah
beristinja
apakah
Sudah membasuh
zakar atau belum
Maka baginya tidak wajib
mengulanginya.
تتمة: يجب الاستنجاء من كل خارج ملوث بماء. ويكفي فيه غلبة ظن زوال النجاسة، ولا يسن حينئذ شم يده، وينبغي الاسترخاء لئلا يبقى أثرها في تضاعيف شرج المقعدة، أو بثلاث مسحات تعم المحل في كل مرة، مع تنقية بجامد قالع. ويندب لداخل الخلاء أن يقدم يساره، ويمينه لانصرافه، بعكس المسجد. وينحي ما عليه معظم، من قرآن واسم نبي أو ملك، ولو مشتركا كعزيز وأحمد إن قصد به معظم. ويسكت حال خروج خارج ولو عن غير ذكر وفي غير حال الخروج عن ذكر. ويبعد ويستتر. وأن لا يقضي حاجته في ماء مباح راكد ما لم يستبحر. ومتحدث غير مملوك لاحد، وطريق. وقيل: يحرم التغوط فيها. وتحت مثمر بملكه، أو مملوك علم رضا مالكه، وإلا حرم. ولا يستقبل عين القبلة ولا يستدبرها، ويحرمان في غير المعد وحيث لا ساتر. فلو استقبلها بصدره وحول فرجه عنها ثم بال، لم يضر، بخلاف عكسه. ولا يستاك ولا يبزق في بوله. وأن يقول عند دخوله: اللهم إني أعوذ بك من الخبث والخبائث. والخروج: غفرانك، الحمد لله الذي أذهب عني الاذى وعافاني. وبعد الاستنجاء: اللهم طهر قلبي من النفاق وحصن فرجي من الفواحش. قال البغوي: لو شك بعد الاستنجاء هل غسل ذكره لم تلزمه إعادته.
Istinja
Penyempurnaan:
Istinja memakai air hukumnya wajib, setelah mengeluarkan setiap yang meleleh basah.Istinja sudah dianggap mencukupi, setelah diperkirakan, bahwa najisnya telah hilang. Dengan demikian bagi seseorang tidaklah disunahkan membau (mencium) tangannya.Wajib istinja itu dilakukan dengan mengendorkan anggota badan, agar sisa-sisa najis tidak ada yang tertinggal di lipatanlipatan tepian lubang dubur (cloaca).
Istinja itu juga bisa dilakukan dengan menggunakan benda keras yang dapat meresap, dengan cara tiga kali usapan, yang masing-masing meratal tempat najis dan membersihkannya.Disunahkan bagi orang yang masuk WC, agar mendahulukan kaki kiri, dan mendahulukan kaki kanan jika mau keluar. Hal ini kebalikan masuk/keluar mesjid.Sunah juga agar melepas sesuatu yang ada suratan agung, misalnya Alqur-an, nama Nabi dan Malaikat, sekalipun namanama tersebut digunakan juga menamai yang lain, misalnya Aziz dan Ahmad, jika nama-nama tersebut dikehendaki sebagai nama yang agung. Disuriahkan pula diam pada saat kotoran sedang keluar
sekalipun bukan berupa zikir: kalau di luar saat tersebut, hendaknya meninggalkan bentuk zikir saja.
Hendaknya mengambil tempat yang jauh dari manusia, serta membuat penutup.
Hendaknya tidak membuang hajat di perairan umum yang tidak mengalir, juga tidak menyumber, di tempat bercanda milik umum: di jalanan –ada pendapat yang mengatakan hukum untuk ini adalah haram–: di bawah pohon berbuah yang tumbuh di tanah milik sendiri, atau tanah milik orang lain
yang sudah diketahui kerelaannya, jika belum diketahui kerelaan buang hajat di situ, maka hukumnya adalah haram.
Hendaknya tidak menghadap kiblat ataupun membelakanginya. Maka hal ini hukumnya haram, jika dilakukan di tempat yang tidak disediakan untuk buang hajat serta tidak bertabir.
Jika dadanya menghadap kiblat dan alat kelaminnya dipalingkan, lalu kencing, maka hal ini tidaklah menjadi masalah. Lain halnya jika melakukan kebalikan dari itu.
Sunah juga tidak bersiwak dan meludahi kencingnya.
Hendaknya berdoa di saat masuk WC: Allahumma … dan seterusnya (Ya, Allah, aku berlindung kepada-Mu dari godaan setan jantan ‘ dan betina).
Ketika keluar berdoa:. Alhamdulillahilladzi… dan seterusnya. (Aku mohon ampun kepada-Mu. Segala puji milik Allah, Dzat yang telah menghilangkan penyakit dariku dan menganugerahkan kesehatan kepadaku).
Lalu setelah istinja membaca: Allahumma … dan seterusnya. (Ya, Allah, sucikanlah hatiku dari sifat munafik, dan bentengilah farjiku dari bentuk perbuatanperbuatan keji).
Al-Baghawi berkata: Jika setelah beristinja merasa ragu: Sudah membasuh zakar atau belum? Maka baginya tidak wajib mengulanginya.
ketiga
Yaitu
syarat-syarat
shalat
mulai pusat
hingga lutut bagi laki-laki
sekalipun
kanak-kanak
dan budak wanita
sekalipun mukatab
atau ummu walad
anggota badan
diantara
pusar
dan lutut
pada keduanya
meskipun
menyepi
di tempat gelap
Berdasarkan sebuah hadis
sahih
tidak akan menerima
Allah
salat
orang haid
Yaitu
orang balig
kecuali
dengan memakai tutup kepala (bagi seorang wanita).
dan Wajib
menutup
bagian
dari pusat dan lutut
agar nyata
terhadapnya
bahwa telah tertutup
auratnya
dan
menutup
seluruh badan
sekalipun
kanak-kanak
selain
muka
dan kedua tapak tangan
bagian luar keduanya
dan bagian dalam keduanya
sampai pergelangan
dengan sesuatu
yang tidak mensifati
warna
Yaitu
warna
kulit
dalam
tempat
percakapan
Demikianlah
batasan
yang telah diberikan
oleh Ahmad bin Musa
bin ‘Ujail
Boleh menutup aurat
dengan suatu pakaian
yang menampakkan
bentuk badan
tetapi hal ini
khilaful
aula
Kewajiban
menutup
adalah dari bagian atas
dan samping
bukan
dari bawah
(Wajib menutup itu)
yaitu
jika masing-masing
dari laki-laki
wanita merdeka
dan amat
atas menutup tersebut
maksudnya
mampu menutupnya
Mengenai
orang
yang tidak
mampu menutup
aurat
maka ketika shalat
diperbolehkan
dengan telanjang
dan tidak wajib mengulangi salatnya
sekalipun
terhadapnya
masih punya
penutup
yang terkena najis
di mana ia berhalangan
mencucinya
Lain halnya
jika ia mampu
untuk menyucikannya
sekalipun
sampai keluar
waktu (salat)
dan jika seseorang
hanya mampu
pada
menutup
sebagian
auratnya
maka ia wajib
menutupnya
dengan sesuatu
yang ada
Dalam.hal ini, agar mendahulukan
menutup kubul dan dubur
jika tidak cukup, maka menutup kubul saja
kemudian dubur
maka tidak boleh salat
dengan cara telanjang
Jika
yang dimiliki
pakaian dari sutera
tapi
wajib memakai
sutera itu
Sebab, memakai sutera
diperbolehkan
manakala ada hajat
ia wajib melumuri auratnya
dengan lumpur
Bila tidak mempunyai
pakaian
atau sejenisnya
sah salatnya
bermakmum
kepada orang
yang telanjang
dan tidak boleh
bagi orang yang telanjang
ghasab
pakaian untuk salat
disunahkan
Bagi orang yang salat
mengenakan pakaian
yang paling bagus
pada pakaiannya
berselendang
memakai serban
baju kurung
dan baju toga
dan jika seseorang
hanya
memiliki
dua pakaian salat
saja
maka dipakai
yang satu
dan disampirkan (diselendangkan)
yang satu lagi
jika
memang di situ
sudah ada
sutrah
jika belum ada sutrah
maka hendaknya digunakan
sajadah salat
sebagaimana
yang difatwakan
hal tersebut
oleh Guru kami.
(ثالثها): (أي شروط الصلاة) (ستر رجل) ولو صبيا، (وأمة) ولو مكاتبة وأم ولد. (ما بين سرة وركبة) لهما، ولو خاليا في ظلمة. للخبر الصحيح: لا يقبل الله صلاة حائض - أي بالغ - إلا بخمار. ويجب ستر جزء منهما ليتحقق به ستر العورة. (و) ستر (حرة) ولو صغيرة (غير وجه وكفين) ظهرهما وبطنهما إلى الكوعين (بما لا يصف لونا) أي لون البشرة في مجلس التخاطب. كذا ضبطه بذلك أحمد بن موسى بن عجيل. ويكفي ما يحكي لحجم الاعضاء، لكنه خلاف الاولى، ويجب الستر من الاعلى والجوانب لا من الاسفل (إن قدر) أي كل من الرجل والحرة والامة. (عليه) أي الستر. أما العاجز عما يستر العورة فيصلي وجوبا عاريا بلا إعادة، ولو مع وجود ساتر متنجس تعذر غسله، لا من أمكنه تطهيره، وإن خرج الوقت، ولو قدر على ساتر بعض العورة لزمه الستر بما وجد، وقدم السوأتين فالقبل فالدبر، ولا يصلي عاريا مع وجود حرير بل لابسا له، لانه يباح للحاجة. ويلزم التطيين لو عدم الثوب أو نحوه. ويجوز لمكتس اقتداء بعار، وليس للعاري غصب الثوب. ويسن للمصلي أن يلبس أحسن ثيابه ويرتدي ويتعمم ويتقمص ويتطيلس، ولو كان عنده ثوبان فقط لبس أحدهما وارتدى بالآخر إن كان ثم سترة، وإلا جعله مصلى. كما أفتى به شيخنا.
Syarat Salat Ketiga: Menutup Bagian Badan
Yaitu mulai pusat hingga lutut! bagi laki-laki, sekalipun kanak-kanak, dan sekalipun mukatab atau ummu walad, meskipup menyepi di tempat gelap. Berdasarkan sebuah hadis sahih: “Allah tidak akan menerima salat orang balig, kecuali dengan memakai tutup kepala (bagi seorang wanita).”
Wajib menutup bagian dari pusat dan lutut, agar nyata, bahwa aurat telah tertutup (karena: Maala yatimmul waajibu illa bihi, fahuwa waajib -pen). Dan menutup seluruh badan, selain muka dan kedua tapak tangan sampai pergelangan, bagi wanita merdeka sekalipun kanak-kanak.
Penutupnya adalah sesuatu yang tidak bisa menampakkan warna kulit dalam percakapan. Demikianlah, batasan yang telah diberikan oleh Ahmad bin Musa bin ‘Ujail. Boleh menutup aurat dengan suatu pakaian yang menampakkan bentuk badan, tetapi hal ini khilaful aula. Kewajiban menutup, adalah dari bagian atas dan samping, bukan dari bawah.
(Wajib menutup itu) jika masingmasing dari laki-laki, wanita merdeka dan amat, mampu menutupnya. Mengenai orang yang tidak mampu menutup aurat, ia wajib salat dengan telanjang dan tidak wajib mengulangi salatnya, sekalipun ia masih punya penutup yang terkena najis, di mana ia berhalangan mencucinya. Lain halnya jika ia mampu untuk menyucikannya, (maka ia tidak boleh salat secara telanjang, tapi wajib mencucinya) sekalipun sampai keluar waktu (salat).
Jika seseorang hanya mampu menutup sebagian auratnya, maka ia wajib menutupnya dengan sesuatu yang ada. Dalam.hal ini, agar mendahulukan menutup kubul dan dubur: jika tidak cukup, maka menutup kubul saja, kemudian dubur. Jika yang dimiliki adalah pakaian dari sutera, maka tidak boleh salat . dengan cara telanjang, tapi wajib memakai sutera itu. Sebab, memakai sutera manakala ada hajat, hukumnya adalah boleh. Bila tidak mempunyai pakaian, ia wajib melumuri auratnya dengan lumpur atau sejenisnya. Orang yang memakai pakaian, sah salatnya bermakmum kepada orang yang telanjang. (Sekalipun akan salat) secara telanjang, baginya tetap tidak boleh ghasab pakaian untuk salat. Bagi orang yang salat, disunahkan mengenakan pakaian yang paling bagus, berselendang, memakai serban, baju kurung dan baju toga. Jika seseorang hanya memiliki dua pakaian salat, maka yang satu : dipakai dan yang satu lagi disampirkan (diselendangkan), jika memang di situ sudah ada sutrah (batas yang ada di hadapan untuk salat), jika belum ada sutrah, maka yang satu tersebut hendaknya digunakan sajadah salat, sebagaimana yang difatwakan oleh Guru kami.
Cabang:
diwajibkan juga
Menutup aurat
di luar
shalat
seperti tertuturkan dj atas
sekalipun
dengan pakaian
najis
atau sutera
jika tidak ada
yang lainnya
walaupun ia berada
di tempat sepi
Hanya saja yang wajib
di tempat sepi
menutup
kubul dan dubur
bagi seorang laki-laki
dan menutup
diantaranya
mulai pusat
sampai lutut
bagi selain laki-laki
Boleh hukumnya
membuka aurat
hanya untuk keperluan kecil
meskipun
di dalam mesjid
sebab minimal
tujuan
misalnya untuk mendinginkan badan
menjaga
pakaian
dari kotoran
dan debu
ketika
menyapu
rumah
mandi atau sejenisnya.
(فرع) يجب هذا الستر خارج الصلاة أيضا، ولو بثوب نجس أو حرير لم يجد غيره، حتى في الخلوة، لكن الواجب فيها ستر سوأتي الرجل، وما بين سرة وركبة غيره. ويجوز كشفها في الخلوة، ولو من المسجد، لادنى غرض كتبريد وصيانة ثوب من الدنس، والغبار عند كنس البيت، وكغسل.
Cabang:
Menutup aurat seperti tertuturkan dj atas, diwajibkan juga di luar galat, sekalipun dengan pakaian najis atau sutera, jika hanya itu yang ditemukan, walaupun ia berada di tempat sepi. Hanya saja di tempat sepi yang wajib bagi seorang laki-laki, adalah menutup kubul dan dubur, sedang bagi selain laki-laki, wajib menutup mulai pusat sampai lutut. Boleh hukumnya, membuka aurat hanya untuk keperluan kecil, meskipun di dalam mesjid, misalnya untuk mendinginkan badan, menjaga pakaian dari kotoran dan debu ketika menyapu rumah, mandi atau sejenisnya.
Syarat Salat Keempat
mengetahui
masuknya
Waktu Salat
dengan penuh keyakinan
atau perkiraan
maka Barangsiapa
melakukan salat
tanpa mengetahui waktu masuknya
maka tidak sah
salatnya
Sekalipun
ternyata dilakukan
dalam waktunya
sebab sesungguhnya
penilaian
suatu ibadah
dengan sebab
pada
perkiraan
si mukalaf
dan dengan sebab
pada
keinginan
realitanya
dan dalam
keadaan akad
dengan sebab
pada
keinginan
realitanya
saja
maka pada Waktu
salat Zhuhur
mulai condong
matahari
ke arah barat
dengan perkiraan
setiap
bayang-bayang
menyamai bendanya
setelah
memperkirakan
bayang-bayang istiwak
yaitu memperkirakan
yang ada
pada bayangan tersebut
jika
memang ada
Diberi nama
seperti itu (dzuhur)
sebab sesungguhnya
pertama sekali
salat dilakukan
dengan jelas (dalam agama Islam)
maka
pada waktu
salat Asar
mulai habis
waktu
zhuhur
sampai terbenamnya di ufuk
sampai seluruh
bulatan
matahari
maka
pada waktu
salat Magrib
mulai matahari terbenam
sampai
lenyap
mega
merah
maka
pada waktu
salat Isyak
mulai hilangnya
mega merah
Dalam hal ini berpendapat
Guru kami
Sebaiknya
sunah
mengakhirkan salat Isyak
sampai hilangnya
teja kuning
dan putih
atas dasar menghindari
perselisihan
dengan ulama yang mewajibkan
hal tersebut
dan telah disepakati waktu isyak
sampai
terbitnya
fajar
shadik
maka
pada waktu
salat Subuh
mulai terbit
fajar shadik
bukan fajar kadzib
sampai
matahari terbit
sebagian
busur matahari
Salat Asar
itulah yang dinamakan
salat
“Wustha”
sebagaimana yang dinyatakan
dalam hadis
yang shahih
Salat Asar adalah
yang paling utama
salat
lalu secara berurutan di bawahnya
yaitu Subuh
kemudian
Isyak
kemudian
Zhuhur
kemudian
Magrib
Hal ini seperti
yang dijelaskan
oleh Guru kami
dari beberapa dalil
Hanya saja
para ulama melebihkan
jamaah
salat Subuh
dan Isyak
sebab di sini
untuk melakukannya
lebih terasa berat
berkata
Imam Ar-Rafi’i
adapun
Salat Subuh
adalah salat
Nabi Adam a.s
Salat Zhuhur
adalah salat
Nabi Dawud a.s
Salat Asar
adalah salat
Nabi Sulaiman a.s
salat Magrib
Nabi Ya’qub a.s
adalah salat
salat Isyak
Nabi Yunus a.s
adalah salat
kepada mereka
shalawat
serta keselamatan
-habis-.
ورابعها: معرفة دخول وقت) يقينا أو ظنا. فمن صلى بدونها لم تصح صلاته وإن وقعت في الوقت، لان الاعتبار في العبادات بما في ظن المكلف، وبما في نفس الامر، وفي العقود بما في نفس الامر فقط. (فوقت ظهر من زوال) الشمس (إلى مصير ظل كل شئ مثله، غير ظل استواء) أي الظل الموجود عنده، إن وجد. وسميت بذلك لانها أول صلاة ظهرت. (ف) - وقت (عصر) من آخر وقت الظهر (إلى غروب) جميع قرص شمس، (ف) - وقت (مغرب) من الغروب (إلى مغيب الشفق الاحمر، ف) - وقت (عشاء) من مغيب الشفق. قال شيخنا: وينبغي ندب تأخيرها لزوال الاصفر والابيض، خروجا من خلاف من أوجب ذلك. ويمتد (إلى طلوع (فجر) صادق، (ف) - وقت (صبح) من طلوع الفجر الصادق لا الكاذب (إلى طلوع) بعض (الشمس)، والعصر هي الصلاة الوسطى، لصحة الحديث به. فهي أفضل الصلوات، ويليها الصبح، ثم العشاء، ثم الظهر، ثم المغرب، كما استظهره شيخنا من الادلة. وإنما فضلوا جماعة الصبح والعشاء لانها فيهما أشق. قال الرافعي: كانت الصبح صلاة آدم، والظهر صلاة داود، والعصر صلاة سليمان، والمغرب صلاة يعقوب، والعشاء صلاة يونس، عليهم الصلاة والسلام. انتهى.
Syarat Salat Keempat: Mengetahui Waktu Salat
Yaitu, mengetahui waktu salat telah tiba,” dengan penuh keyakinan atau perkiraan. Barangsiapa melakukan salat tanpa mengetahui waktu masuknya, maka salatnya tidak sah. Sekalipun ternyata dilakukan dalam waktunya.Sebab, penilaian suatu ibadah adalah perkiraan si mukalaf dan kenyataannya. Sedangkan penilaian suatu akad, adalah keadaan akad itu sendiri.
Waktu salat Zhuhur, adalah mulai matahari condong ke arah barat, sampai panjang bayang-bayang menyamai bendanya, setelah memperkirakan bayang-bayang istiwak yaitu bayang-bayang yang terjadi pada waktu matahari sedang berkulminasi (berada tepat pada titik tertinggi/titik zenit), bila bayang-bayang istiwak wujud (sebab pada suatu negara bayangbayang istiwak tidak ada, misalnya di Mekah, dalam sebagian hariharinya -pen). Diberi nama “zhuhur”, sebab pertama sekali salat dilakukan dengan jelas (dalam agama Islam).Waktu salat Asar, adalah mulai waktu zhuhur habis, sampai seluruh
busur matahari terbenam di ufuk.Waktu salat Magrib, adalah mulai matahari terbenam, sampai teja merah lenyap.
Waktu salat Isyak, adalah mulai teja merah lenyap. -Dalam hal ini, Guru kami berpendapat: Sebaiknya, sunah mengakhirkan salat Isyak, sampai teja kuning dan putih lenyap, atas dasar menghindari perselisihan dengan ulama yang mewajibkannya-, sampai fajar shadik terbit.Waktu salat Subuh, adalah mulai terbit fajar shadik -bukan fajar kadzib- sampai matahari terbit sebagian busurnya.
Salat Asar itulah yang dinamakan salat “Wustha”, sebagaimana yang dinyatakan dalam hadis sahih.Safat Asar, adalah salat yang paling utama, lalu secara berurutan di bawahnya, yaitu Subuh, Isyak, Zhuhur lalu Magrib. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Guru kami dari beberapa dalil.
Hanya saja, para ulama melebihkan jamaah salat Subuh dan Isyak, sebab di sini lebih terasa berat untuk melakukannya.Imam Ar-Rafi’i berkata: Salat Subuh, adalah salat Nabi Adam a.s., Salat Zhuhur, adalah salat Nabi Dawud a.s.: Salat Asar, adalah salat Nabi Sulaiman a.s.: salat Magrib, adalah salat Nabi Ya’quba.s.: dan salat Isyak, adalah salat Nabi Yunus a.s. -habis-.
Ketahuilah!
sesungguhnya
Salat
adalah wajib
dikerjakan pada awal
waktunya
sebagaimana kewajiban
yang diluaskan waktu pelaksanaannya
Karena itu
seseorang boleh menundanya
pada
awal shalat
sampai
pada waktu
yang diperkirakan masih cukup untuk salat
dengan syarat
ia mempunyai ‘azm (maksud yang kuat)
dalam
mengerjakan salat
pada awal waktunya
dan jika
seseorang masih mendapatkan
waktu salat
untuk satu rakaat
sepenuhnya
maka salatnya dianggap
salat ada’
Kalau tidak bisa
maka salatnya dianggap kadha
dan berdosa
Mengerjakan di luar
sebagian salat
dari waktunya
sekalipun
masih mendapatkan
satu rakaat
Memang begitu
Kalau seseorang : telah memulai salat
pada
selain
salat Jumat
di mana
ditetapkan
waktunya masih Juas
maka diperbolehkan
baginya
tanpa hukum makruh
memanjangkan salat
dengan bacaan ayat
atau zikir
sehingga
lewat
waktunya
sekalipun
tidak sempat meletakkan
darinya
satu rakaat salat
dalam waktunya
menurut
pendapat yang Mu’tamad
maka Jika
sudah tidak dapat
pada waktu
memuat salat
atau memuat
salat Jumat
maka baginya tidak boleh
memanjangkan bacaannya
dan Tidak disunahkan
meringkas
pada
rukun-rukun
salat saja
hanya karena meletakkan
rakaat-rakaat salat
di dalam
waktunya
واعلم أن الصلاة تجب بأول الوقت وجوبا موسعا، فله التأخير عن أوله إلى وقت يسعها بشرط أن يعزم على فعلها فيه، ولو أدرك في الوقت ركعة لا دونها فالكل أداء وإلا فقضاء. ويأثم بإخراج بعضها عن الوقت وإن أدرك ركعة. نعم، لو شرع في غير الجمعة وقد بقي ما يسعها جاز له - بلا كراهة - أن يطولها بالقراءة أو الذكر حتى يخرج الوقت، وإن لم يوقع منها ركعة فيه - على المعتمد - فإن لم يبق من الوقت ما يسعها، أو كانت جمعة، لم يجز المد، ولا يسن الاقتصار على أركان الصلاة لادراك كلها في الوقت.
Ketahuilah! Salat adalah wajib. dikerjakan pada awal waktunya, sebagaimana kewajiban yang diluaskan waktu pelaksanaannya. Karena itu, seseorang boleh menundanya sampai pada waktu yang diperkirakan masih cukup untuk salat, dengan syarat ia mempunyai ‘azm (maksud yang kuat)
mengerjakan salat, pada awal waktunya. Jika seseorang masih mendapatkan waktu salat untuk satu rakaat (penuh), maka salatnya dianggap salat ada’, Kalau tidak bisa mendapatkan satu rakaat, maka salatnya dianggap kadha.Mengerjakan sebagian salat di luar waktunya, adalah berdosa, sekalipun masih mendapatkan satu rakaat.
Memang begitu! Kalau seseorang : telah memulai salat, selain salat Jumat, di mana waktunya masih Juas, maka ia boleh -tanpa makruhmemanjangkan salat dengan bacaan ayat atau zikir, sehingga lewat waktunya, bahkan sekalipun tidak sempat meletakkan satu rakaat salat dalam waktunya, menurut pendapat yang Mu’tamad.Jika mulainya pada waktu di mana sudah tidak dapat memuat salat atau salat Jumat, maka baginya tidak boleh memanjangkan bacaannya.Tidak disunahkan meringkas rukun-rukun salat saja, hanya karena meletakkan rakaat-rakaat salat di dalam waktunya.
Cabang:
Disunahkan
agar bersegera
mengerjakan salat
sekalipun
salat Isyak
pada awal
waktunya
Berdasarkan hadis
Perbuatan yang paling utama
adalah mengerjakan
salat
pada awal
waktunya
Sunah menunda salat
dari
awal waktunya
karena berkeyakinan
akan menemukan jamaah
di tengah-tengah waktunya
sekalipun
kurang baik
penundaan semacam itu
Kesunahan di atas
selagi belum Sempit
waktunya
karena menduga akan didirikan salat jamaah
jika
tidak tampak kurang baik
menurut ukuran umum
maka tidak disunahkan
jika meragukan keberadaan jamaah
menunda salat
secara mutlak
Salat berjamaah
dengan sedikit pengikutnya
di awal
waktu
lebih utama
daripada banyak orang
di akhir waktu.
dan mengakhirkan
Bagi orang yang ihram haji
salat
Isyaknya
hukumnya adalah wajib
lantaran
khawatir
tertinggal
ibadah haji
sebab tertinggal
wukuf
di. Arafah
kalau ia melakukan salat dahulu
secara sempurna syarat-rukunnya
karena sesungguhnya
mengadha ibadah haji
adalah lebih sulit
Salat di sini
diakhirkan
sebab kesulitannya
lebih ringan
daripada haji
Dalam hal seperti ini, ia tidak diperbolehkan
untuk salat
secara
“khauf”.
dan mengakhirkan
juga
hukumnya adalah wajib
bagi seorang
yang mengetahui
semacam
orang yang tenggelam
atau tertawan
jika ia menolongnya
maka akan kehabisan
waktu salat
(فرع) يندب تعجيل صلاة - ولو عشاء - لاول وقتها، لخبر: أفضل الاعمال الصلاة لاول وقتها وتأخيرها عن أوله لتيقن جماعة أثناءه، وإن فحش التأخير ما لم يضق الوقت، ولظنها إذا لم يفحش عرفا، لا لشك فيها مطلقا. والجماعة القليلة أول الوقت أفضل من الكثيرة آخره. ويؤخر المحرم صلاة العشاء - وجوبا - لاجل خوف فوات حج بفوت الوقوف بعرفة لو صلاها متمكنا، لان قضاءه صعب. والصلاة تؤخر لانها أسهل من مشقته، ولا يصليها صلاة شدة الخوف. ويؤخر أيضا - وجوبا - من رأى نحو غريق أو أسير لو أنقذه خرج الوقت.
Cabang:
Disunahkan agar bersegera mengerjakan salat -sekalipun salat Isyakpada awal waktunya. Berdasarkan hadis: “Perbuatan yang paling utama, adalah mengerjakan salat pada awal waktunya.”
Sunah menurida salat dari awal waktunya, karena berkeyakinan akan menemukan jamaah salat di tengah-tengah waktunya, sekalipun penundaan semacam Int kurang baik. Kesunahan di atas, selagi waktunya belum Sempit.Sunah juga menunda salat dari awal waktunya, karena menduga akan didirikan salat jamaah, jika tidak tampak kurang baik menurut ukuran umum.
(Kalau meragukan keberadaan jamaah), maka tidak disunahkan menunda salat secara mutlak (baik tampak kurang sopan ataupun tidak). Salat berjamaah dengan sedikit pengikutnya di awal waktu, itu lebih utama daripada banyak orang di akhir waktu.
Cabang:
Dimakruhkan
tidur
setelah
masuk
waktu
waktu
salat
sedangkan ia belum
mengerjakannya
kalau
ia mengira
bisa bangun
sebelum
waktu tinggal sedikit
atas dasar kebiasaan
atau ada yang membangunkan
orang lain
padanya
Jika tidak ada perkiraan seperti itu
maka haram
tidurnya
selama
tidak ngantuk berat
dalam
waktu shalat
(فرع) يكره النوم بعد دخول وقت الصلاة وقبل فعلها، حيث ظن الاستيقاظ قبل ضيقه، لعادة أو لايقاظ غيره له، وإلا حرم النوم الذي لم يغلب في الوقت.
Cabang:
Dimakruhkan tidur setelah masuk waktu salat, sedangkan ia belum mengerjakannya, kalau ia mengira bisa bangun sebelum waktu tinggal sedikit, atas dasar kebiasaan atau ada orang lain yang membangunkannya. Jika tidak ada perkiraan seperti itu, maka tidurnya adalah haram. (Yang dimaksudkan di sini semua, adalah tidur yang terjadi setelah masuk waktu salat, dan bangun setelah waktu salat habis).
Cabang:
Dimakruhkan
secara tahrim
melakukan salat
yang tidak mempunyai sebab
terhadapnya
misalnya salat sunah
Mutlak (salat sunah yang waktunya tidak ditentukan)
umpama
salat
Tasbih
atau melakukan salat
yang sebabnya
ada di belakang
misalnya dua rakaat
Istikharah
dan dua rakaat sebelum ihram
Yaitu: Setelah
mengerjakan
salat Subuh
hingga
naik
matahari
setinggi tombak
setelah salat Asar
hingga
terbenam matahari
dan di waktu
istiwak
selain
hari
Jumat
Tidak
termasuk
di sini, salat-salat
yang mempunyai sebab
berada di depannya
misal: Dua rakaat
setelah berwudu
sesudah Thawaf
Gerhana
dan salat
Jenazah
sekalipun
pada
shalat gaib
mengulangi salat
secara
berjamaah
sekalipun
menjadi imam
kadha
salat fardu
atau sunah
tanpa ada maksud
menundanya
pada waktu
yang dimakruhkan
sampai masuk waktu-waktu
di atas
atau melanggengkan
untuk mengerjakannya di waktu tersebut.
maka jika
sengaja
menunda
salat
yang tidak
memiliki
waktu
pada waktu
yang dimakruhkan tersebut
dari
sisi waktu
dengan tujuan
agar makruh
maka hal ini dihukumi haram
secara mutlak
dan tidak sah shalatnya
sekalipun salat tersebut
adalah salat Faaitah
yang wajib
dikadha
dengan seketika
Sebab, perbuatan semacam ini
adalah menentang
pada syari'at
(فرع) يكره تحريما صلاة لا سبب لها، كالنفل المطلق ومنه صلاة التسابيح، أو لها سبب متأخر كركعتي استخارة وإحرام بعد أداء صبح حتى ترتفع الشمس كرمح، وعصر حتى تغرب، وعند استواء غير يوم الجمعة. لا ما له سبب متقدم كركعتي وضوء وطواف وتحية وكسوف، وصلاة جنازة ولو على غائب، وإعادة مع جماعة ولو إماما، وكفائتة فرض أو نفل لم يقصد تأخيرها للوقت المكروه ليقضيها فيه أو يداوم عليه. فلو تحرى إيقاع صلاة غير صاحبة الوقت في الوقت المكروه من حيث كونه مكروها فتحرم مطلقا ولا تنعقد، ولو فائتة يجب قضاؤها فورا لانه معاند للشرع.
Cabang:
Dimakruhkan secara tahrim melakukan salat. yang tidak mempunyai sebab, misalnya salat sunah Mutlak (salat sunah yang waktunya tidak ditentukan), umpama salat Tasbih: atau melakukan salat yang sebabnya ada di belakang, misalnya dua rakaat Istikharah dan dua rakaat sebelum ihram. Yaitu: Setelah mengerjakan salat Subuh hingga matahari naik setinggi tombak: setelah salat Asar hingga terbenam matahari, dan di waktu istiwak selain hari Jumat.Tidak termasuk di sini, salat-salat ‘ yang mempunyai sebab berada di depannya, misal: Dua rakaat setelah berwudu, sesudah Thawaf, Tahiyatulmesjid, ‘ Gerhana dan salat Jenazah, sekalipun gaib, mengulangi salat secara
berjamaah, sekalipun menjadi imam, kadha salat fardu atau sunah tanpa ada maksud menundanya, sampai masuk waktu-waktu di atas, atau melanggengkan untuk mengerjakannya di waktu tersebut.
Jika seseorang sengaja menunda “salat yang tidak berwaktu” pada waktu yang dimakruhkan tersebut, dengan tujuan agar makruh, maka hal ini dihukumi haram, baik salat itu mempunyai sebab atau tidak. Di samping itu, salat pun tidak sah, sekalipun salat tersebut adalah salat Faaitah (tertinggal dari waktunya) yang wajib dikadha dengan seketika. Sebab, perbuatan semacam ini (berusaha/sengaja mengerjakan salat di waktu makruh), adalah menentang syarak.
Syarat Salat Kelima
Menghadap Kiblat
Yaitu,
ke Kiblat
maksudnya
ke Ka’bah
menghadapkan dada
Karena itu, tidaklah cukup
menghadap
ke arah kiblat
Lain halnya dengan pendapat
Imam Abi Hanifah
semoga Allah swt merahmatinya
kecuali
bagi
orang yang benar-benar
tidak mampu
menghadapnya
atau ketika
salat
dalam keadaan
takut
sekalipun
salat fardu
maka shalat diperbolehkan
dengan cara
semampunya saja
berjalan kaki
atau naik kendaraan
menghadap kiblat
atau membelakanginya
yaitu seperti orang yang lari
dari
kebakaran
air bah
binatang buas
dan ular
dan dari
pemiutang
jika pengutang
dalam keadaan melarat
dan takut
akan ditahan musuh.
dan
mengecualikan
pada
salat sunah yang dilakukan
di tengah perjalanan
mubah
bagi seorang yang menuju
ke suatu tempat
tertentu
maka diperbolehkan
melakukan salat sunah
sambil naik kendaraan
atau berjalan kaki
Di tengah perjalanan
jarak perjalanannya tidak jauh
sekalipun
Memang begitu
Disyaratkan
agar tempat
yang ditujunya itu
tidak kurang dari sejauh jarak
di mana sudah tidak mendengar
lagi azan
dari kampungnya
dengan syarat
sebagaimana panggilan (azan)
ketika salat Jumat
. Dikecualikan
dengan kata “mubah”
adalah perjalanan
untuk maksiat
Karena itu tidak diperbolehkan
meninggalkan
menghadap kiblat
dalam salat sunah
bagi budak yang kabur
juga bagi orang yang bepergian
dengan menanggung
utang
padahal
ia sudah mampu
membayarnya
dengan
tanpa
seizin pemiutang
padahal ia sudah mampu membayarnya
(وخامسها: استقبال) عين (القبلة) أي الكعبة، بالصدر. فلا يكفي استقبال جهتها، خلافا لابي حنيفة رحمه الله تعالى، (إلا في) حق العاجز عنه، وفي صلاة (شدة خوف) ولو فرضا، فيصلي كيف أمكنه ماشيا وراكبا مستقبلا أو مستدبرا، كهارب من حريق وسيل وسبع وحية، ومن دائن عند إعسار، وخوف حبس. (و) لا في (نفل سفر مباح) لقاصد محل معين، فيجوز النفل راكبا وماشيا فيه ولو قصيرا. نعم، يشترط أن يكون مقصده على مسافة لا يسمع النداء من بلده، بشروطه المقررة في الجمعة. وخرج بالمباح سفر المعصية فلا يجوز ترك القبلة في النفل لابق، ومسافر عليه دين حال قادر عليه من غير إذن دائنه.
Syarat Salat Kelima: Menghadap Kiblat
Yaitu, menghadapkan dada ke Kiblat, maksudnya ke Ka’bah. Karena itu, tidaklah cukup menghadap ke arah kiblat. Lain halnya dengan pendapat Imam Abi Hanifah r.a., kecuali bagi orang yang tidak mampu menghadapnya atau ketika salat Khauf, sekalipun salat fardu.Orang yang salat dalam keadaan Khauf, ia boleh, melakukan sebisanya, berjalan kaki atau naik kendaraan
menghadap kiblat atau tidak, yaitu seperti orang yang lari dari kebakaran, air bah, binatang buas dan ular, dari pemiutang. jika pengutang dalam keadaan melarat dan takut akan ditahan musuh. (Menghadap kiblat di atas), mengecualikan salat sunah yang dilakukan di tengah perjalanan mubah bagi seorang yang menuju ke suatu tempat tertentu. Di tengah perjalanan, ia boleh melakukan salat sunah sambil naik kendaraan atau berjalan kaki, sekalipun jarak perjalanannya tidak jauh.
Memang begitu! Disyaratkan agar tempat yang ditujunya itu, tidak kurang dari sejauh jarak di mana sudah tidak mendengar lagi azan dari kampungnya, dengan syarat sebagaimana panggilan (azan) ketika salat Jumat. Dikecualikan dengan kata “mubah”, adalah perjalanan untuk maksiat. Karena itu, meninggalkan menghadap kiblat bagi budak yang kabur, tidak diperbolehkan dalam salat sunah, juga bagi orang yang bepergian dengan menanggung utang tanpa seizin pemiutang, padahal ia sudah mampu membayarnya.
dan
pada
orang yang bepergian dengan berjalan kaki
ia wajib
menyempurnakan
rukuk
dan sujudnya
sebab mudah
hal itu
dilakukan
Sedang yang
dengan kendaraan
cukup dengan berisyarat saja
Bagi kedua orang di atas
wajib menghadap kiblat
ketika rukuk, sujud,
dan ketika
takbiratul ihram
dan duduk
antara
dua sujud.
Dengan demikian
ia boleh berjalan
hanya
ketika berdiri
iktidal
tasyahud
dan salam
Haram
berpaling
dari menghadap
sampainya
di tempat tujuan
dengan sengaja
mengerti akan keharaman hal ini
kecuali berpaling tersebut
untuk
menghadap kiblat
Disyaratkan di sini
agar meninggalkan
mengerjakan
banyak perbuatan
misalnya lari
atau menggerakgerakkan
kaki
yang tidak ada hajat
juga tidak
menyengaja
menginjak
najis
sekalipun kering
dan najis tersebut
merata
di jalan
dan Tidak menjadi masalah
jika menginjak najis
yang sudah kering
karena tidak sengaja
dan tidak dibebani
Bagi yang berjalan kaki
agar menghindari
benda najis.
dan wajib
menghadap kiblat
Bagi yang mengendarai
kapal laut
selain
kelasinya
. (و) يجب (على ماش إتمام ركوع وسجود) لسهولة ذلك عليه، وعلى راكب إيماء بهما. (واستقبال فيهما وفي تحرم) وجلوس بين السجدتين، فلا يمشي إلا في القيام والاعتدال والتشهد والسلام، ويحرم انحرافه عن استقبال صوب مقصده عامدا عالما مختارا إلا إلى القبلة. ويشترط ترك فعل كثير - كعدو وتحريك رجل بلا حاجة - وترك تعمد وطئ نجس - ولو يابسا - وإن عم الطريق، ولا يضر وطئ يابس خطأ، ولا يكلف ماش التحفظ عنه. ويجب الاستقبال في النفل لراكب سفينة غير ملاح.
Bagi orang yang bepergian dengan berjalan kaki, ia wajib menyempurnakan rukuk dan sujudnya, sebab hal itu mudah dilakukan: Sedang yang dengan kendaraan, cukup dengan berisyarat saja.Bagi kedua orang di atas, wajib menghadap kiblat ketika rukuk, sujud, takbiratul ihram dan duduk antara dua sujud.
Dengan demikian, ia hanya boleh berjalan ketika berdiri, iktidal, tasyahud dan salam. Haram berpaling dari menghadap sampainya di tempat tujuan dengan sengaja, mengerti akan keharaman hal ini dan dalam keadaan bebas, kecuali berpaling tersebut untuk menghadap kiblat.
Disyaratkan di sini, agar tidak mengerjakan banyak perbuatan, misalnya lari atau menggerakgerakkan kaki yang tidak ada hajat: juga tidak menyengaja menginjak najis, sekalipun kering dan najis tersebut merata di jalan.Tidak menjadi masalah, jika menginjak najis yang sudah kering karena tidak sengaja. Bagi yang berjalan kaki, ia tidak dibebani agar menghindari benda najis. Bagi yang mengendarai kapal laut selain kelasinya, wajib menghadap kiblat.
Ketahuilah
juga
termasuk
syarat-syarat
dalam
sahnya
salat
adalah mengetahui
kefarduan
salat
Karena itu, jika
seseorang tidak mengetahui
keberadaan kefarduan
pada umumnya
salat
atau kefarduan salat
yang
sedang dikerjakan
di dalamnya
maka salatnya tidak sah
Hal ini seperti yang termaktub
dalam
kitab Al-Majmu’
dan Ar-Raudhah (milik Imam Nawawi)
Dapat juga membedakan
mana yang fardu
dan yang sunah salat
Memang begitu
Jika tinjauanmempunyai iktikad
orang yang buta terhadap hukum Islam
ataupun alim
atas
beberapa tinjauan
semua perbuatan salat
adalah fardu
maka salatnya sah
Atau
berIktikad sunah
maka salatnya tidak sah
Juga harus mengetahui
cara salat
seperti yang akan
dijelaskan
nanti
Insya Allah
dzat yang maha luas
واعلم أيضا أنه يشترط في صحة الصلاة العلم بفرضية الصلاة. فلو جهل فرضية أصل الصلاة، أو صلاته التي شرع فيها، لم تصح، كما في المجموع والروضة. وتمييز فروضها من سننها. نعم، إن اعتقد العامي، أو العالم على الاوجه، الكل فرضا صحت، أو سنة فلا. والعلم بكيفيتها الآتي بيانها قريبا إن شاء الله تعالى.
Ketahuilah, termasuk syarat sah salat juga, adalah mengetahui kefarduan salat. Karena itu, jika seseorang tidak mengetahui keberadaan kefarduan salat pada umumnya atau kefarduan salat yang sedang dikerjakan, maka salatnya tidak sah. Hal ini seperti yang termaktub dalam kitab Al-Majmu’ dan Ar-Raudhah (milik Imam Nawawi). Dapat juga membedakan mana yang fardu dan yang sunah salat. Memang begitu! Jika orang yang buta terhadap hukum Islam ataupun alim -atas beberapa tinjauanmempunyai iktikad semua perbuatan salat adalah fardu, maka salatnya sah: Atau berIktikad, bahwa semua perbuatan salat adalah sunah, maka salatnya tidak sah. Juga harus mengetahui cara salat, seperti yang akan dijelaskan nanti. Insya Allah.
bab
tentang sifat
Salat
Rukun-rukun
Salat
Disebut juga
Disebut juga
dengan fardu-fardu salat
ada empat belas.
Dengan menghitung
masing-masing thuma’ninah
dalam
jumlah rukun salat
sebagai satu rukun
tersendiri
yang pertama
Niat
Yaitu
menyengaja (mengerjakan sesuatu)
dalam hati
Hal ini berdasarkan hadis
Bahwasanya sah
amal itu
harus disertai niat
diwajibkan
Dalam melakukan niat
yaitu
niat
unsur kesengajaan
mengerjakan salat
agar salat
yaitu
terpisahkan
dengan lain
perbuatan-perbuatan
Dan ta’yin (pernyataan jenis salat)
dari
Zhuhur
atau lainnya
agar dapat terpisahkan Zhuhur
dengan yang lain
Karena itu, belumlah
cukup
hanya niat
menunaikan kefarduan
waktu (secara umum)
dan jika
adapun
salat
yang dikerjakan
adalah salat sunah
yang bukan
mutlak
misalnya, salat sunah Rawatib
dan yang ditentukan
dengan waktu
atau datangnya
sebab
maka diwajibkan
selain pada
ta’yin
menyandarkan
pada
sesuatu
yang ditentukannya
misalnya, untuk salat sunah
Zhuhur
disebutkan Qobliyah
atau Ba’diyah
sekalipun
tidak diakhirkan
sunah Qabliyah itu
Demikian juga
dilakukan
pada salat
yang mempunyai
sunah
Qabliyah
dan sunah
Ba’diyah
salat hari Raya
(Adha)
atau besar
atau hari Raya Fitri
atau (kecil)
Karena itu belum
Cukup dengan niat
salat
hari raya saja
Termasuk juga salat Witir
baik
ditunaikan satu rakaat
atau lebih
terhadapnya
dan cukup
dengan niat
“witir”
dengan
tanpa
menyebutkan bilangannya
dalam niat, adalah dijuruskan (diserahkan)
pada
maksud
pelaku itu sendiri
menurut
beberapa tinjauan hukum
dan tidaklah cukup
hanya dengan
niat
sunah
Isyak
atau Rawatibnya
Juga salat sunah Tarawih
Dhuha
dan seperti shalat Istisqa’
dan Gerhana
Matahari
dan Rembulan
Mengenai
salat sunah
Mutlak
adalah tidak diwajibkan
dalam berniat
ta’yin
tapi
cukup
di dalamnya
dengan niat
mengerjakan
salat
sebagaimana halnya
dengan
dua rakaat
salat Tahiyatul mesjid
dua rakaat Wudu
dua rakaat Isukharah
Demikian pula
dengan salat
Awabin
menurut
beberapa pendapat
Guru kami
Ibnu Ziyad
dan Al-Allamah
As-Suyuthi
semoga Allah merahmati keduanya
Menurut apa
yang dikuatkan
terhadapnya
oleh Guru kami (Ibnu Hajar)
dalam
kitab Fatawinya
bahwa dalam niat
mewajibkan
salat Awabin itu
dalam ta’yin
sebagaimana salat Dhuha
dan
wajib
niat
“fardu”
di dalamnya
maksudnya
Dalam
salat fardu
sekalipun
fardu Kifayah
atau Nazar
dan sekalipun
ada
pelakunya
adalah anak-anak
agar bisa terpisahkan (terbedakan)
dengan
salat sunah
Contoh niat: Aku niat salat
fardu
Zhuhur
umpama
atau salat fardu
Jumat
sekalipun
menemui
imamnya
ketika
sedang bertasyahud
فصل في صفة الصلاة (أركان الصلاة) أي فروضها: أربعة عشر، بجعل الطمأنينة في محالها ركنا واحدا. أحدها: (نية) وهي القصد بالقلب، لخبر: إنما الاعمال بالنيات. (فيجب فيها) أي النية (قصد فعلها) أي الصلاة، لتتميز عن بقية الافعال (وتعيينها) من ظهر أو غيرها، لتتميز عن غيرها، فلا يكفي نية فرض الوقت. (ولو) كانت الصلاة المفعولة (نفلا) غير مطلق، كالرواتب والسنن المؤقتة أو ذات السبب، فيجب فيها التعيين بالاضافة إلى ما يعينها كسنة الظهر القبلية أو البعدية، وإن لم يؤخر القبلية. ومثلها كل صلاة لها سنة قبلها وسنة بعدها، وكعيد الاضحى أو الاكبر أو الفطر أو الاصغر، فلا يكفي صلاة العيد والوتر سواء الواحدة والزائدة عليها، ويكفي نية الوتر من غير عدد. ويحمل على ما يريده على الاوجه، ولا يكفي فيه نية سنة العشاء أو راتبتها، والتراويح والضحى، وكاستسقاء وكسوف شمس أو قمر. أما النفل المطلق فلا يجب فيه تعيين بل يكفي فيه نية فعل الصلاة، كما في ركعتي التحية والوضوء والاستخارة، وكذا صلاة الاوابين، على ما قاله شيخنا ابن زياد والعلامة السيوطي رحمهما الله تعالى. والذي جزم به شيخنا في فتاويه أنه لا بد فيها من التعين كالضحى. (و) تجب (نية فرض فيه) أي في الفرض، ولو كفاية أو نذرا، وإن كان الناوي صبيا، ليتميز عن النفل. (كأصلي فرض الظهر) مثلا، أو فرض الجمعة، وإن أدرك الامام في تشهدها.
Fasal tenteng sifat Salat
Rukun-rukun Salat:
Disebut juga dengan fardu-fardu salat. Dengan menghitung masing-masing thuma’ninah sebagai satu rukun tersendiri, maka jumlah rukun salat ada empat belas.
Yaitu menyengaja (mengerjakan sesuatu) dalam hati. Hal ini berdasarkan hadis: “Bahwasanya sah amal itu harus disertai niat” Dalam melakukan niat, diwajibkan meletakkan unsur “kesengaja-. an mengerjakan salat”, agar salat terpisahkan dengan perbuatanperbuatan lain, Dan ta’yin (pernyataan jenis salat) -Zhuhur atau lainnya-, agar dapat terpisahkan Zhuhur dengan yang lain.
Karena itu, belumlah cukup hanya niat menunaikan kefarduan waktu (secara umum, tanpa pernyataan jenis salat). Jika salatnya adalah salat sunah yang bukan mutlak -misalnya, salat sunah Rawatib dan yang ditentukan dengan waktu atau sebab-, maka selain ta’yin diwajibkan menyandarkan
pada sesuatu yang ditentukannya, misalnya, untuk salat sunah Zhuhur, disebutkan Qobliyah atau Ba’diyah, sekalipun sunah-Qabliyah itu dilakukan sesudah salat Zhuhur. Demikian juga, dilakukan pada salat yang mempunyai sunah Qabliyah dan Ba’diyah, salat hari Raya Akbar (Adha) atau hari Raya Fitri (kecil). Karena itu belum Cukup dengan niat “salat hari raya saja”.
Termasuk juga salat Witir, baik ditunaikan satu rakaat atau lebih. Dalam masalah ini cukup dengan niat “witir”, tanpa menyebutkan bilangannya: Jumlah bilangan yang tidak ditentukan. dalam niat, adalah dijuruskan (diserahkan) pada maksud pelaku itu sendiri –menurut beberapa tinjauan hukum-—. Dalam mengerjakan salat Witir, tidak cukup dengan niat “sunah Isyak atau Rawatibnya”.
Juga salat sunah Tarawih, Dhuha, Istisqa’, Gerhana Matahari dan Rembulan. Mengenai salat sunah Mutlak, adalah tidak diwajibkan ta’yin dalam berniat, tapi cukup dengan niat
“mengerjakan salat”, sebagaimana halnya dengan dua rakaat salat Tahiyatul mesjid dua rakaat Wudu dan dua rakaat Isukharah. Demikian pula dengan salat Awabin, menurut pendapat Guru kami, Ibnu Ziyad dan Al-Allamah As-Suyuthi r.a. Menurut apa yang dikuatkan oleh Guru kami (Ibnu Hajar) dalam kitab Fatawinya, bahwa dalam niat salat Awabin itu wajib ta’yin, sebagaimana salat Dhuha.
Dalam salat fardu, wajib niat “fardu”, sekalipun fardu Kifayah atau Nazar, dan sekalipun pelakunya adalah anak-anak, agar bisa terpisahkan (terbedakan) dengan salat sunah. Contoh niat: Aku niat salat fardu Zhuhur -umpama-, atau salat fardu Jumat, sekalipun menemui imamnya ketika sedang bertasyahud.
disunahkan
Dalam
niat
menyandarkan
kepada
Allah
Ta’ala
Dasarnya adalah menghindari
perselisihan dengan ulama
yang mewajibkannya
Di samping itu tampak jelas
arti
ikhlas
Disunahkan pula memaparkan
salat ada’
atau kadha
Memaparkan itu hukumnya tidak wajib
sekalipun
orang yang mengerjakan salat
masih mempunyai tanggungan
salat faitah
yang sama
dengan salat yang dilakukan
Lain halnya
dengan pendapat
yang dipegangi
oleh Imam Al-Adzra’i
Menurut pendapat yang Ashah
adalah sah
salat ada’
dengan niat
kadha
atau sebaliknya
jika suasana terhalangi
semisal
semisal awan
Jika tidak terganggu semisal awan
maka tidak sah
niat semacam itu
sebab mempermainkannya.
Sunah pula
menjelaskan (memaparkan) kata-kata
menghadap kiblat
dan jumlah
rakaat
atas dasar
menghindari ulama
yang mewajibkan
penjelasan
antara keduanya
dan
Sunah juga
mengucapkan
niat
sebelum
bertakbir
agar dapat membantu
lisan
hatinya
dan karena menghindari
perselisihan dengan ulama
yang menetapkan wajib
dan jika
seseorang merasa ragu
Sudahkah
ia melakukan
dengan sempurna
niat
atau belum
atau
apakah
niat
salat Zhuhur
ataukah salat Asar
maka jika
ia ingat kembali
setelah
lamanya
waktu (tempo)
atau sesudah
menunaikan
satu rukun salat
sekalipun
yang berupa rukun gauli
misalnya membaca Al Fatihah
maka batallah
salatnya
Atau ingatnya sebelum semua itu
maka salatnya tidak batal
(وسن) في النية (إضافة إلى الله) (تعالى)، خروجا من خلاف من أوجبها، وليتحقق معنى الاخلاص. (وتعرض لاداء أو قضاء) ولا يجب وإن كان عليه فائتة مماثلة للمؤداة، خلافا لما اعتمده الاذرعي. والاصح صحة الاداء بنية القضاء، وعكسه إن عذر بنحو غيم، وإلا بطلت قطعا لتلاعبه، (و) تعرض (لاستقبال وعدد ركعات) للخروج من خلاف من أوجب التعرض لهما. (و) سن (نطق بمنوي) قبل التكبير، ليساعد اللسان القلب، وخروجا من خلاف من أوجبه. ولو شك: هل أتى بكمال النية أو لا ؟ أو هل نوى ظهرا أو عصرا ؟ فإن ذكر بعد طول زمان، أو بعد إتيانه بركن - ولو قوليا كالقراءة - بطلت صلاته، أو قبلهما فلا.
Dalam niat, disunahkan menyandarkan kepada Allah Ta’ala. Dasarnya adalah menghindari perselisihan dengan ulama yang mewajibkannya. Di samping itu, dengan cara tersebut, tampak jelas arti ikhlas.Disunahkan pula memaparkan salat ada’ atau kadha. Memaparkan itu hukumnya tidak wajib,
sekalipun orang yang mengerjakan salat masih mempunyai tanggungan salat faitah, yang sama dengan salat yang dilakukan. Lain halnya dengan (pendapat yang dipegangi oleh Imam Al-Adzra’i. Menurut pendapat yang Ashah, bahwa salat ada’ dengan niat kadha atau sebaliknya, adalah sah, jika suasana terhalangi semisal awan. Jika tidak terganggu semisal awan, maka niat semacam itu adalah tidak sah, sebab mempermainkannya.
Sunah pula menjelaskan (memaparkan) kata-kata menghadap kiblat dan jumlah rakaat, atas dasar menghindari ulama yang mewajibkannya. Sunah juga mengucapkan niat sebelum bertakbir, agar lisan dapat membantu hatinya, dan karena menghindari perselisihan dengan ulama yang menetapkan wajib.
Jika seseorang merasa ragu: Sudahkah ia niat dengan sempurna atau belum, apakah niat salat Zhuhur ataukah salat Asar, maka jika ia ingat kembali setelah tempo yang cukup lama (menurut ukuran umum) atau sesudah menunaikan satu rukun salat, sekalipun yang berupa rukun gauli, misalnya membaca Al Fatihah, maka batallah salatnya,: Atau ingatnya sebelum semua itu, maka salatnya tidak batal.
dan
yang kedua
Takbiratul
Ihram
Berdasarkan sebuah hadis
yang disepakati
oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim
Jika
kamu hendak berdiri
ketika
mengerjakan salat
maka bertakbirlah
Takbir ini disebut
dengan Takbiratul ihram
sebab sesungguhnya
orang yang mengerjakan salat
diharamkan
melakukan
dengannya
sesuatu
yang
halal
dilakukan
sebelumnya
yaitu
perbuatan-perbuatan yang membatalkan
salat
Takbir dijadikan
pembukaan
salat
agar menjelaskan
orang yang mengerjakan salat
pada maknanya
yang menunjukkan
pada
keagungan
Dzat yang
ia telah siap
mengabdi kepada-Nya
sehingga
akan sempurnalah
kepadanya
rasa takut
dan khusyuknya
oleh sebab itu
takbiratul ihram
di tambah
dengan
mengulanginya
supaya selalu
ada (tampak)
dua hal tersebut
di dalam
keseluruhan
shalatnya
dilakukan bersamaan
niat salat
yaitu
Takbiratul ihram
niat
sebab sesungguhnya
Takbiratul ihram
yang pertama
sebagai rukun
salat
yang berarti wajib
bersamaan niat
dengan shalat
Bahkan
dalam niat itu wajib
mencamkan (menghadirkan)
unsur-unsur
penting
dalam niat
yang telah
tertuturkan (qasdul fili, ta’yin dan fardhiyah)
dan lainnya
misalnya gashar
bagi orang yang menggashar salat
dan menjadikannya
imam
atau makmum
dalam
salat Jumat
dan mengikuti imam
menjadi makmum
pada
selain hari jum'at
yang disertakan
pada permulaan takbiratul ihram
kemudian
telah dicamkan
yang berlangsung terus
semua itu
sampai
mengucapkan huruf ra’
Menurut
pendapat
yang telah dibenarkan
oleh Imam Ar-Rafii
cukup
dicamkan bersamaan
pada awal takbiratul ihram
dan dalam
kitab Al-Majmu’
dan Tanqihul
Mukhtar
yang dipilih
Imam Al-Ghazali
bahwa sesungguhnya
cukup
di dalamnya
bersamaannya itu
dengan ukuran umum
Bagi
orang awam
sekira
sudah disebut
mencamkan
bentuk salat
dan berkata
Imam Ibnur Rifah
Pendapat ini
adalah benar
yang
tidak boleh
selainnya
juga membenarkannya
. Imam As-Subki
Imam As-Subki berkata
Barangsiapa
tidak mengatakan
atas ketercukupan prakuk seperti itu
maka ia akan terjerumus
dalam was-was
tercela ini
Menurut
pendapat Imam Mazhab
yang tiga (selain Imam Syafi’i)
Boleh
mendahulukan
niat
atas
takbiratul ihram
selang waktu
yang pendek
dan ditentukan
Bacaan takbiratul ihram
bagi
orang yang mampu
dengan kalimat
Allaahu Akbar
sebagai ittiba’ kepada Nabi saw
atau boleh juga
Allahul Akbar
dan tidak boleh membaca
Ketika takbir “Akbarullaah"
dan juga
"Allaahu Kabiir "
atau
lafadz "uadzhimu"
dan juga
Arrahmaanu Akbar
menjadi masalah
Merusak
satu huruf
pada
lafal “Allaahu Akbar“
Demikian pula menambah
satu huruf
yang dapat mengubah
makna kalimat tersebut
misalnya: Memanjangkan
hamzah
pada lafal. اللهُ (sebab, kalimat tersebut akan berbentuk istifham (pertanyaan) Apakah Allah Maha Besar? -pen)
menambah huruf alif
setelah
ba’ (maknanya: Beberapa genderang – pen)
menambah
huruf wawu
sebelum
lafal اللهُ (kahryat tersebut akan berbunyi وَاللهُ اكْبَرْ Hal ini menjadi masalah, sebab faedah huruf wawu adalah ‘athaf, di mana kalimat tersebut belum didahului oleh kaiimat lain -pen)
meletakkan
wawu
baik mati
atau hidup
di antara
dua kalimat (اللهُ dan, اَكْبَرُ )
demikian Pula
menambah
memperpanjang
bacaan alif
yang berada
di antara
lam
dan ha’
sampai
dengan panjang
tidak memperbolehkannya
satupun
dari
ahli qiraah
dan Tidak menjadi masalah
berhenti
sebentar bernapas
di antara
dua kalimat (Allah dan Akbar)
yakni
sebatas diam
mengambil nafas
begitu juga
membaca dhammah
huruf ra’
(و) ثانيها: (تكبير تحرم) للخبر المتفق عليه: إذا قمت إلى الصلاة فكبر. سمي بذلك لان المصلي يحرم عليه به ما كان حلالا له قبله من مفسدات الصلاة، وجعل فاتحة الصلاة ليستحضر المصلي معناه الدال على عظمة من تهيأ لخدمته حتى تتم له الهيبة والخشوع، ومن ثم زيد في تكراره ليدوم استصحاب ذينك في جميع صلاته. (مقرونا به) أي بالتكبير، (النية) لان التكبير أول أركان الصلاة فتجب مقارنتها به، بل لا بد أن يستحضر كل معتبر فيها مما مر وغيره. كالقصر للقاصر، وكونه إماما أو مأموما في الجمعة، والقدوة لمأموم في غيرها، مع ابتدائه. ثم يستمر مستصحبا لذلك كله إلى الراء. وفي قول صححه الرافعي، يكفي قرنها بأوله. وفي المجموع والتنقيح المختار ما اختاره الامام والغزالي: أنه يكفي فيها المقارنة العرفية عند العوام بحيث يعد مستحضرا للصلاة. وقال ابن الرفعة: إنه الحق الذي لا يجوز سواه. وصوبه السبكي، وقال: من لم يقل به وقع في الوسواس المذموم. وعند الائمة الثلاثة: يجوز تقديم النية على التكبير بالزمن اليسير. (ويتعين) فيه على القادر لفظ: (الله أكبر) للاتباع، أو الله الاكبر. ولا يكفي أكبر الله، ولا الله كبير، أو أعظم، ولا الرحمن أكبر. ويضر إخلال بحرف من الله أكبر. وزيادة حرف يغير المعنى، كمد همزة الله، وكألف بعد الباء، وزيادة واو قبل الجلالة، وتخلل واو ساكنة ومتحركة بين الكلمتين، وكذا زيادة مد الالف التي بين اللام والهاء إلى حد لا يراه أحد من القراء. ولا يضر وقفة يسيرة بين كلمتيه، وهي سكتة التنفس، ولا ضم الراء.
Takbiratul Ihram
Berdasarkan sebuah hadis yang disepakati oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim: “Jika kamu hendak berdiri mengerjakan salat, maka bertakbirlah!” Takbir ini disebut Takbiratul ihram, sebab orang yang mengerjakan salat,diharamkan melakukan sesuatu yang sebelumnya halal dilakukan, yaitu perbuatanperbuatan yang membatalkan salat.
Takbir dijadikan pembukaan salat, agar orang yang mengerjakan salat nencamkan maknanya, yang menunjukkan keagungan Dzat yang ia telah siap mengabdi kepada-Nya, sehingga akan sempurnalah rasa takut dan khusyuknya. Berangkat dari situ, maka takbir .selalu disebut berulang kali dalam salat, agar rasa takut dan khusyuk kepada Allah swt. selalu bersama di dalam semua salatnya.
Takbiratul ihram harus dilakukan bersamaan niat salat. Sebab, ia sebagai rukun salat yang pertama, yang berarti wajib bersamaan niat salat.Bahkan dalam niat itu wajib
mencamkan (menghadirkan) unsur-unsur penting niat, yang telah tertuturkan (qasdul fili, ta’yin dan fardhiyah) dan lainnya, misalnya gashar bagi orang yang menggashar salat, menjadi imam atau makmum dalam salat Jumat, bermakmum pada selain jamaah, Jumat, yang semua itu telah dicamkan di awal takbiratul ihram yang berlangsung terus sampai mengucapkan huruf ra’ di akhir takbiratul ihram.
Menurut pendapat yang telah dibenarkan oleh Imam Ar-Rafii, semua unsur yang disebutkan di atas, adalah cukup dicamkan bersamaan pada awal takbiratul ihram Menurut pendapat yang dipilih Imam Al-Ghazali, yang tersebut dalam kitab Al-Majmu’ dan Tanqihul Mukhtar: Bagi orang awam, bersamaannya itu, adalah cukup dengan ukuran umum, sekira sudah disebut mencamkan bentuk salat (menurut ukuran umum, Al-istikhdhar al-‘urfi-pen).
Imam Ibnur Rifah berkata: Pendapat ini adalah satu-satunya yang benar. Imam As-Subki juga membenarkannya. Imam As-Subki berkata: Barangsiapa tidak mengatakan atas ketercukupan prakuk seperti itu (muqaranah ‘urfiyyah: membarengkan niat dengan bagian yang mana saja dari takbiratul ihram -pen), maka ja akan terjerumus dalam was-was tercela ini.
Menurut pendapat Imam Mazhab yang tiga (selain Imam Syafi’i): Boleh mendahulukan niat atas . takbiratul ihram dalam selang waktu yang pendek. Bacaan takbiratul ihram bagi orang yang mampu, adalah ditentukan dengan kalimat: “Allaahu Akbar“, sebagai ittiba’ kepada Nabi saw., atau boleh juga “Allahul Akbar“ Ketika takbir, tidak boleh mem. baca: “Akbarullaah, Allaahu Kabiir (A’zham), atau Arrahmaanu Akbar. Merusak satu huruf pada lafal “Allaahu Akbar“, menjadi masalah. Demikian pula menambah satu huruf yang dapat mengubah makna kalimat tersebut. (Menambah huruf) misalnya: Memanjangkan hamzah pada lafal. اللهُ (sebab, kalimat tersebut akan berbentuk istifham (pertanyaan): Apakah Allah Maha Besar? -pen), menambah huruf alif setelah ba’ (maknanya: Beberapa genderang – pen): menambah huruf wawu sebelum lafal اللهُ (kahryat tersebut akan berbunyi وَاللهُ اكْبَرْ Hal ini menjadi masalah, sebab faedah huruf wawu adalah ‘athaf, di mana kalimat tersebut belum didahului oleh kaiimat lain -pen), meletakkan wawu, baik mati atgu hidup di antara. اللهُ dan, اَكْبَرُ demikian Pula memperpanjang bacaan ai di antara lam dan ha’ di mana perpanjangan tersebut tidak ada ahli qiraah yang memperbolehkannya. Tidak menjadi masalah, berhenti sebentar bernapas di antara Allah dan Akbar, atau membaca dhammah huruf ra’.
Cabang:
Andaikata
seseorang melakukan takbiratul ihram
berulang kali
dengan niat
memulai salat
pada masing-masing takbir
dianggap sah memasuki salat
ketika takbir
nomor ganjil
dan keluar
dari salat
ketika takbir nomor genap
Masalahnya
ketika ia telah
memasuki salat
pada takbir pertama
berarti ia keluar dari salat
dengan melakukan takbir kedua
sebab sesungguhnya
niat
memulai
salat
dengan takbir kedua itu
berarti ia memutus
yang telah diniatkan pada takbir pertama
Demikian seterusnya
maka jika
tidak niat
seperti itu
lagi pula antara takbir satu dengan lainnya tidak terdapat
hal-hal yang membatalkan salat
misalnya mengulangi
lafal
niat
maka takbir
setelah
yang pertama
adalah zikir
yang tidak membawa pengaruh apa-apa
(فرع) لو كبر مرات ناويا الافتتاح بكل: دخل فيها بالوتر وخرج منها بالشفع، لانه لما دخل بالاولى خرج بالثانية، لان نية الافتتاح بها متضمنة لقطع الاولى. وهكذا، فإن لم ينو ذلك، ولا تخلل مبطل كإعادة لفظ النية، فما بعد الاولى ذكر لا يؤثر.
Cabang:
Andaikata seseorang melakukan takbiratul ihram berulang kali dengan niat memulai salat pada masing-masing takbir, maka ia dianggap sah memasuki salat ketika takbir nomor ganjil dan keluar dari salat ketika takbir nomor genap. Masalahnya, ketika ia telah memasuki salat pada takbir pertama, maka dengan melakukan takbir kedua, berarti ia keluar dari salat. Sebab niat memulai salat dengan takbir kedua itu, berarti ia memutus yang telah diniatkan pada takbir pertama. Demikian seterusnya.Jika tidak niat seperti itu, lagi pula antara takbir satu dengan lainnya tidak terdapat hal-hal yang membatalkan salat, misalnya mengulangi lafal niat, maka takbir setelah yang pertama adalah zikir yang tidak membawa pengaruh apa-apa.
Wajib
mengeraskan suara
yakni
takbir
sampai terdengar diri sendiri
jika
orang tersebut
sehat
pendengarannya
dan di situ tidak terdapat
penghalang
yaitu
semacam
kegaduhan suara
Begitu juga wajib mengeraskan suara
untuk rukun-rukun
yang berupa ucapan (qauliyah)
yaitu Al-Fatihah
tasyahud
dan salam.
dan dipertimbangkan
untuk mendengarkan
kesunahanan
Bacaan
supaya mendapatkan
kesunahan salat
Disunahkan
membaca jazam (sukun)
pada huruf ra’
ketika
takbir
karena menghindari
perselisihan
dengan ulama yang mewajibkannya
mengeraskan suara takbir
hukumnya sunah
Khusus bagi imam salat
sekalipun berupa mengeraskan
takbir
peralihan rukun (intiqal)
) Sunah mengangkat
dua telapak tangan
atau salah satunya
jika sulit
untuk mengangkat
yang lain
dengan membuka
maksudnya
disertai
membuka keduanya
hukumnya makruh
jika tertutup
dan serta
sedikit renggang
jari-jarinya
antara satu
dengan lainnya
membuka keduanya
yakni
setinggi (sejajar)
dua pundak
Praktiknya
sejajar
ujung
jari
dengan
ujung telinga
ibu jari sejajar
dengan putik
telinga
dan kedua tapak tangan sejajar
dengan kedua pundak
karena ittiba’ kepada Nabi saw.
seperti inilah
Cara
yang disunahkan
secara bersamaan
keseluruhan
Pengangkatan tangan
dilakukan
takbiratul ihram
mulai awal
dan menurunkan kembali
dengan berakhir bacaan takbir
dan
Demikian pula
waktu rukuk
sebagai tindak ittiba’ kepada Nabi saw
yang tersebutkan
dari
riwayat
kebanyakan
dan waktu berdiri
darinya
yakni
dari
rukuk
dan
juga bangun
dari
tasyahud
pertama
sebagai tindak ittiba’
kepada Nabi saw
Sunah juga meletakkan kedua tangan
di bawah
dada
dan di atas
pusat
sebagai tindak ittiba’ kepada Nabi saw
tangan kanan
meletakkan
dipegang
pergelangan kiri
dan Kembali dengan meletakkan dua tangan
serta mengangkat
pada
bawah
dada
lebih utama
daripada
melepaskan tangan lurus
ke bawah
lalu
bersedekap lagi
setelah mengangkat tangan bangun
pada
bawah
dada
berpendapat
Imam Al-Mutawalli
yang kemudian dipegangi
oleh ulama lainnya
sebaiknya
melihat
Sebelum
serta mengangkat tangannya
ketika takbir
kepada
tempat
sujud
dan menundukkan
kepala
sedikit
lalu
mengangkatnya
(ويجب إسماعه) أي التكبير، (نفسه) إن كان صحيح السمع، ولا عارض من نحو لغط. (كسائر ركن قولي) من الفاتحة والتشهد والسلام. ويعتبر إسماع المندوب القولي لحصول السنة. (وسن جزم رائه) أي التكبير، خروجا من خلاف من أوجبه وجهر به لامام كسائر تكبيرات الانتقالات، (ورفع كفيه) أو إحداهما إن تعسر رفع الاخرى، (بكشف) أي مع كشفهما، ويكره خلافه. ومع تفريق أصابعهما تفريقا وسطا، (خذو) أي مقابل (منكبيه) بحيث يحاذي أطراف أصابعه على أذنيه، وإبهاماه شحمتي أذنيه، وراحتاه منكبيه، للاتباع. وهذه الكيفية تسن (مع) جميع تكبير (تحرم) بأن يقرنه به ابتداء وينهيهما معا. (و) مع (ركوع) للاتباع الواردد من طرق كثيرة. (ورفع منه) أي من الركوع. (و) رفع (من تشهد أول) للاتباع فيهما. (ووضعهما تحت صدره) وفوق سرته، للاتباع. (آخذا بيمينه) كوع (يساره) وردهما من الرفع إلى تحت الصدر أولى من إرسالهما بالكلية، ثم استئناف رفعهما إلى تحت الصدر. قال المتولي، - واعتمده غيره -: ينبغي أن ينظر قبل الرفع والتكبير إلى موضع سجوده ويطرق رأسه قليلا ثم يرفع.
Wajib mengeraskan suara takbir sampai terdengar diri sendiri, jika memang orang tersebut adalah sehat pendengarannya dan di situ tidak terdapat penghalang semacam kegaduhan suara. Begitu juga wajib mengeraskan suara untuk rukun-rukun yang berupa ucapan (qauliyah), yaitu Al-Fatihah, tasyahud dan salam.
Bacaan yang hukumnya sunah, supaya mendapatkan kesunahan salat, hendaknya dibaca dengan suara keras sampai terdengar diri sendiri. Disunahkan membaca jazam (sukun) pada huruf ra’ ketika takbir, karena menghindari perselisihan dengan ulama yang mewajibkannya (Al-Khuruj minal khilaf mustahab: Menghindari perselisihan, hukumnya adalah sunah -pen).
Khusus bagi imam salat, hukumnya sunah mengeraskan suara takbir, sekalipun berupa takbir peralihan rukun (intiqal) Sunah mengangkat dua telapak tangan atau salah satunya, jika sulit untuk mengangkat keduanya, dalam keadaan terbuka -jika tertutup, hukumnya makruh-, serta jari-jarinya sedikit renggang antara satu dengan lainnya,
setinggi (sejajar) dua pundak. Praktiknya, ujung jari sejajar dengan ujung telinga, ibu jari sejajar dengan putik telinga, dan kedua tapak tangan sejajar dengan kedua pundak, karena ittiba’ kepada Nabi saw. Cara seperti inilah yang disunahkan.
Pengangkatan tangan dilakukan secara bersamaan, mulai awal: takbiratul ihram, dan menurunkan kembali dengan berakhir bacaan takbir. Demikian pula waktu rukuk, sebagai tindak ittiba’ kepada Nabi saw. yang tersebutkan dari beberapa riwayat, dan waktu berdiri dari rukuk: juga bangun dari tasyahud pertama, sebagai tindak ittiba’: kepada Nabi saw. juga. Sunah juga meletakkan kedua tangan di bawah dada dan di atas pusat, sebagai tindak ittiba’ kepada Nabi saw., serta pergelangan kuri dipegang tangan kanan.
Kembali dengan meletakkan dua tangan dh bawah dada dan di atas pusat (bersedekap) setelah mengangkat tangan bangun dan rukuk, adalah lebih utama daripada melepaskan tangan lurus ke bawah, lalu bersedekap lagi. Imam Al-Mutawalli berpendapat, yang kemudian dipegangi oleh ulama lainnya: Sebelum takbirarul ihram serta mengangkat tangannya, sebaiknya melihat ke tempat sujud, menundukkan kepala, lalu mengangkatnya . kembali idan bagi orang yang salat, disunahkan menundukkan kepala, sebab hal ini lebih mendekatkan sikap khusyuk pen).
dan
ketiga
Wajib berdiri
bagi orang yang mampu
saat shalat
dengan sendiri
atau atas pertolongan orang lain
pada
salat fardu
sekalipun salat nazar
atau mengulang salat
bisa terwujud (sah)
Berdiri itu
dengan meluruskan
ruas-ruas
tulang punggungnya
yakni
tulang punggungnya
yang
ia
tegakkan
sekalipun dengan bersandar
pada
sesuatu
jika
tidak ada
ia akan jatuh
Dan hukumnya makruh
bersandar pada sesuatu itu
Tidak sah berdiri dengan cara – membungkuk
jika
cara tersebut
mendekati
pada
paling sedikit
melakukan rukuk
apabila
dia mampu
untuk
sempurna
berdiri tegak
Bagi orang
yang sulit
melakukan shalat
berdiri
dengan cara duduk
salatnya dilakukan
dengan kesulitan
yang amat berat
yaitu sekira
ia amat payah atau Juar biasa
untuk berdiri
masalah tersebut dibatasi
oleh Imam AlHaramain
Keadaan yang dapat
sekira
dapat menghilangkan
karena hal tersebut
kekhusyukan
salatnya
jika berdiri
Begitu juga pengendara
perahu
yang khawatir
semacam
pusing
kepala
jika berdiri
serta orang yang beser kenang
yang tidak mungkin menahan
hadasnya
kecuali
dengan cara duduk (mereka boleh salat sambil duduk)
supaya membungkuk
sedikit
waktu rukuknya
sehingga
sejajar
kening
dengan ujung
lututnya
(و) ثالثها: (قيام قادر) عليه بنفسه أو بغيره (في فرض) ولو مندورا أو معادا. ويحصل القيام بنصب فقار ظهره - أي عظامه التي هي مفاصله - ولو باستناد إلى شئ بحيث لو زال لسقط. ويكره الاستناد - لا بانحناء - إن كان أقرب إلى أقل الركوع، إن لم يعجز عن تمام الانتصاب. (ولعاجز شق عليه قيام) بأن لحقه به مشقة شديدة بحيث لا تحتمل عادة - وضبطها الامام بأن تكون بحيث يذهب معها خشوعه - (صلاة قاعدا) كراكب سفينة خاف نحو دوران رأس إن قام، وسلس لا يستمسك حدثه إلا بالقعود. وينحني القاعد للركوع بحيث تحاذي جبهته ما قدام ركبتيه.
3. Berdiri:
Wajib bagi orang yang mampu berdiri sendiri atau atas pertolongan orang lain, berdiri pada salat fardu, sekalipun salat nazar atau mengulang salat. Berdiri itu bisa terwujud (sah) dengan meluruskan ruas-ruas tulang punggungnya, sekalipun dengan bersandar sesuatu, jika tidak ada ia akan jatuh. Dan bersandar pada sesuatu itu hukumnya makruh.
Tidak sah berdiri dengan cara – membungkuk, jika cara tersebut mendekati. paling sedikit melakukan rukuk, apabila dia mampu untuk berdiri tegak. Bagi orang yang sulit berdiri, salatnya dilakukan dengan cara duduk, yaitu sekira ia amat payah atau Juar biasa untuk berdiri. Masagat tersebut oleh Imam AlHaramain dibatasi dengan: Keadaan yang dapat menghilangkan kekhusyukan salatnya jika berdiri.
Begitu juga pengendara perahu yang khawatir pusing jika berdiri serta orang yang beser kenang, – yang tidak mungkin menahan hadasnya, kecuali dengan cara duduk (mereka boleh salat sambil duduk) Bagi orang yang melakukan salat dengan duduk, waktu rukuknya supaya membungkuk sedikit, sehingga kening sejajar dengan ujung lututnya.
Cabang:
berkata
Guru kami (Ibnu Hajar)
bila mampu
Orang sakit
yang mungkin
berdiri
dengan tanpa kesulitan
jika salat sendirian
tetapi tidak mampu
jika
salat
ketika
berjamaah
kecuali
harus
duduk
sebagian dari salatnya
maka baginya boleh salat berjamaah
dengan
duduk
dalam
sebagian salatnya
Sekalipun
yang lebih utama
adalah salat sendirian
Demikian pula
bagi orang
yang kalau membaca
Al-Fatihah
saja bisa dilakukan
tanpa duduk
tapi
jika disambung dengan surah
terpaksa harus salat
dengan duduk
maka boleh
baginya
membaca surah
dengan
duduk.
Sekalipun
yang lebih utama
tidak membaca surah
Selesai
(فرع) قال شيخنا: يجوز لمريض أمكنه القيام بلا مشقة لو انفرد، لا إن صلى في جماعة إلا مع جلوس في بعضها، الصلاة معهم مع الجلوس في بعضها، وإن كان الافضل الانفراد. وكذا إذا قرأ الفاتحة فقط لم يقعد، أو والسورة قعد فيها جاز له قراءتها مع القعود، وإن كان الافضل تركها. انتهى.
Cabang:
Guru kami (Ibnu Hajar) berkata: Orang sakit yang mampu berdiri jika salat sendirian, tetapi tidak mampu berdiri jika salat berjamaah, kecuali sebagian dari salatnya harus duduk, maka baginya boleh salat berjamaah dan duduk dalam sebagian salatnya. Sekalipun yang lebih utama adalah salat sendirian. Demikian pula bagi orang yang kalau membaca Al-Fatihah saja bisa dilakukan tanpa duduk, tapi jika disambung dengan surah terpaksa harus salat dengan duduk, maka ia boleh membaca surah dengan cara duduk.
Sekalipun yang lebih utama adalah tidak membaca surah. -Selesai-
Yang lebih utama
bagi orang yang salat dengan duduk
urutannya duduk Iftirasy (duduk seperti ketika tasyahud awal)
kemudian
bersila
kemudian
duduk tawarruk (duduk seperti ketika tasyahud akhir)
maka jika
masih tidak mampu
pada shalat
dengan duduk
maka boleh salat
dengan berbaring
miring
menghadap
kiblat
muka
dan bagian
badannya
makruh hukumnya
jika
miringnya
ke arah kiri
bila tanpa uzur
maka salatnya dengan tidur telentang
pada
dua telapak kakinya
menghadap
kearah kiblat
Bagi orang tersebut, wajib
meletakkan
di bawah
kepala
semacam
bantal
agar dapat menghadap
wajahnya
kiblat
ia wajib memberi isyarat (kode)
ke arah
kiblat
Ketika rukuk
dan sujud
dan ketika sujud
isyaratnya harus lebih
ke bawah
daripada rukuk
jika tidak mampu
rukuk dan sujud
maka Jika tidak bisa
memberi isyarat
dengan kepala
hendaknya
dengan pelupuk mata
kalau masih tidak mampu
maka cukuplah
melakukan pekerjaan-pekerjaan
salat
di dalam
hatinya
maka tidak bisa lepas
darinya
salat
selama masih
mempunyai akal
Bagi orang yang sakit
dan sesungguhnya Para fukaha
mengakhirkan (dalam penuturan rukun salat)
berdiri
daripada niat dan takbiratul ihram
padahal
berdiri itu justru lebih dahulu
dilakukan orang yang salat
sebab niat dan takbiratul ihram
merupakan rukun
dalam setiap salat (sekalipun shalat sunnah)
sedang berdiri
menjadi rukun
dalam salat fardu
saja
والافضل للقاعد الافتراش، ثم التربع، ثم التورك، فإن عجز عن الصلاة قاعدا صلى مضطجعا على جنبه، مستقبلا للقبلة بوجهه ومقدم بدنه، ويكره على الجنب الايسر بلا عذر. فمستلقيا على ظهره وأخمصاه إلى القبلة، ويجب أن يضع تحت رأسه نحو مخدة ليستقبل بوجهه القبلة، وأن يومئ إلى صوب القبلة راكعا وساجدا، وبالسجود أخفض من الايماء إلى الركوع، إن عجز عنهما. فإن عجز عن الايماء برأسه أومأ بأجفانه. فإن عجز، أجرى أفعال الصلاة على قلبه، فلا تسقط عنه الصلاة ما دام عقله ثابتا. وإنما أخروا القيام عن سابقيه - مع تقدمه عليهما - لانهما ركنان حتى في النفل، وهو ركن في الفريضة فقط.
Yang lebih utama bagi orang yang salat dengan duduk, urutannya adalah sebagai berikut: duduk Iftirasy (duduk seperti ketika tasyahud awal), bersila, kemudian duduk tawarruk (duduk seperti ketika tasyahud akhir). Jika masih tidak mampu salat dengan duduk, maka boleh salat dengan berbaring miring: muka dan bagian badannya menghadap kiblat. (Tetapi) jika miringnya ke arah kiri, adalah makruh hukumnya bila tanpa uzur. (Jika dengan cara berbaring masih tidak mampu), maka salatnya dengan tidur telentang, yaitu dua telapak kakinya
menghadap kearah kiblat. Bagi orang tersebut, wajib meletakkan semacam bantal di bawah kepala, agar wajahnya dapat menghadap kiblat. Ketika rukuk, ia wajib memberi isyarat (kode) ke arah kiblat, dan ketika sujud isyaratnya harus lebih ke bawah daripada rukuk, jika tidak mampu rukuk dan sujud. Jika tidak bisa memberi isyarat dengan kepala, hendaknya dengan pelupuk mata: kalau masih tidak mampu, maka cukuplah melakukan pekerjaanpekerjaan salat di dalam hatinya. Bagi orang yang sakit, salat tidak bisa lepas darinya, selama masih mempunyai akal.
Para fukaha mengakhirkan . (dalam penuturan rukun salat) berdiri daripada niat dan takbiratul ihram, padahal berdiri itu justru lebih dahulu dilakukan orang yang salat, sebab niat dan takbiratul ihram merupakan rukun dalam setiap salat, sekalipun salat sunah, sedang berdiri menjadi rukun dalam salat fardu saja
Seperti halnya orang yang melakukan salat sunah
maka boleh
baginya
melakukan salat
sunnah
dengan cara duduk
atau berbaring
padahal
ia mampu
untuk
berdiri
atau duduk
maka wajib
Bagi yang melakukan dengan berbaring
duduk
waktu rukuk
dan sujud
Mengenai
orang yang salat sunah dengan telentang
maka salatnya tidak sah
padahal
ia mampu
salat dengan berbaring
Dalam kitab Al-Majmu’
Memperpanjang
berdiri
lebih utama
daripada
memperbanyak
rakaat
Di dalam kitab Ar-Raudhah
Memperpanjang
sujud
lebih utama
daripada
memperpanjang
rukuk
(كمتنفل) فيجوز له أن يصلي النفل قاعدا ومضطجعا، مع القدرة على القيام أو القعود. ويلزم المضطجع القعود للركوع والسجود، أما مستلقيا فلا يصح مع إمكان الاضطجاع. وفي المجموع: إطالة القيام أفضل من تكثير الركعات. وفي الروضة: تطويل السجود أفضل من تطويل الركوع.
Seperti halnya orang yang melakukan salat sunah, ia boleh melakukan salat dengan cara duduk atau berbaring, padahal ia mampu berdiri atau duduk. Bagi yang melakukan dengan berbaring, ia wajib duduk waktu rukuk dan sujud. Mengenai orang yang salat sunah dengan telentang, padahal ia mampu salat dengan berbaring, maka salatnya tidak sah.
Dalam kitab Al-Majmu’ disebu kan: Memperpanjang berdiri adalah lebih utama daripada memperbanyak rakaat. Di dalam kitab Ar-Raudhah: Memperpanjang sujud adalah lebih utama daripada memperpanjang rukuk
dan
keempat
Membaca
Al-Fatihah
pada setiap
rakaat
di bagian
berdirinya
Berdasarkan sebuah hadis
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim
Tidaklah sah shalat
bagi orang
yang tidak membaca
Al-Fatihah
dalam kitab
maksudnya
dalam
setiap
rakaat
Kecuali
rakaat
makmum masbuk
Karena itu, tidak wajib
baginya
membaca Al-Fatihah
sekira
tidak mendapat
tempo
cukup untuk membaca
surah Al-fatihah tersebut
ketika masih berdiri
seorang imam
Sekalipun
terjadi pada
setiap
rakaat
Sebab terlambat
pada
rakaat pertama
dan tertinggal
seorang makmum tersebut
dari imamnya
sebab terlalu sesak
atau lupa
atau lambat
gerakannya
sehingga setiap
bangun
dari sujudnya
pada
setiap
setelahnya
kecuali
imam berada
pada posisi rukuk
Dalam hal ini dapat menanggung
seorang imam
yang suci
pada
selain
rakaat
tambahan
Fatihah
atau sisanya
yang belum terbaca
dan jika
tertinggal
makmum masbuk
bukan karena terikat
melakukan kesunahan
tapi karena menyempurnakan
Fatihah-nya
kemudian tidak
menemui
seorang imam
kecuali
Dia (imam tersebut)
dalam posisi i'tidal
maka tidak dihitung
rakaatnya
(و) رابعها: (قراءة فاتحة كل ركعة) في قيامها، لخبر الشيخين: لا صلاة لمن لم يقرأ بفاتحة الكتاب. أي في كل ركعة. (إلا ركعة مسبوق) فلا تجب عليه فيها حيث لم يدرك زمنا يسع الفاتحة من قيام الامام، ولو في كل الركعات لسبقه في الاولى وتخلف المأموم عنه بزحمة أو نسيان أو بطء حركة، فلم يقم من السجود في كل مما بعدها إلا والامام راكع، فيتحمل الامام المتطهر في غير الركعة الزائدة الفاتحة أو بقيتها عنه. ولو تأخر مسبوق لم يشتغل بسنة لاتمام الفاتحة فلم يدرك الامام إلا وهو معتدل لغت ركعته.
Membaca Al-Fatihah pada setiap rakaat, di bagian berdirinya. Berdasarkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim: “Tidaklah sah orang yang tidak membaca Al-Fatihah“, maksudnya dalam setiap rakaat. Kecuak rakaat makmum masbuk. Karena itu, ia tidak wajib membaca Al-Fatihah, bila tidak mendapat tempo cukup untuk membacanya, keuka imam masih berduri. Sekalipun hal tersebut terjadi pada setiap rakaat.
Sebab terlambat dari imamnya pada rakaat pertama dan tertinggal imam (dalam rakaat selain pertama) -sebab terlalu sesak, lupa atau gerakannya lambat sehingga setiap bangun dari sujudnya, imam selalu sudah rukuk untuk rakaat berikutnya (makmum yang terunggal uga Tukun yang panjang-panjang dan imamnya, adalah dimaafkan -pen). Dalam hal ini, imam yang suci dapat menanggung Fatihah atau sisanya yang belum terbaca dalam rakaat selain tambahan (jika ia mengerti, bahwa rakaat yang ia ikuti adalah rakaat lebihan -umpama dalam salat Asar imam berdiri lagi setelah mendapat 4 rakaat-, maka imam yang semacam ini tidak bisa menanggung Fatihah makmum masbuk, tapi ia wajib mengerjakan satu rakaat “pen).
Jika makmum masbuk tertinggal bukan karena terieka melakukan kesunahan, tapi karena menyempurnakan Fatihah-nya, sehingga imam iktidal, maka rakaatnya tidak sah (tapi, jika terleka melakukan kesunahan, misalnya membaca doa Iftitah, masalah ini akan dijelaskan dalam Bab Salat Berjamaah -pen).
besertaan
Basmalah
maksudnya
harus
dibaca
dengan basmallah
Sebab Basmalah
termasuk ayat
daripadanya
sebab sesungguhnya
Nabi saw.
juga membacanya
kemudian
diikuti dengan Fatihah
dan menghitungnya
termasuk ayat
daripadanya
demikian juga basmallah
termasuk
setiap
surah dalam Al Quran
selain
surah Al-Bara’ah
dan
Berikut
tasydid-tasydidnya
di dalamnya
yang berjumlah
empat belas
sebab sesungguhnya
huruf
yang bertasydid itu
dihitung dua huruf
karena itu, jika tasydid
dihilangkan
berarti menghilangkan
darinya
satu huruf
dan
Demikian juga
harus memperhatikan
huruf-huruf
di dalamnya
dan Jika
pada
dibaca
lafal مَلِكِ
pendek
seratus
empat puluh satu
jumlah huruf
dan jika
disertai
bertasydid dihitung dua huruf
seratus
lima puluh lima
huruf
makhrajnya
sebab huruf
Seperti halnya makhraj
huruf dhad
dan huruf-huruf lainnya
Karena itu jika
mendahulukan
mampu
seseorang
membaca dengan benar
atau belajar
lalu mengganti satu huruf Al-Fatihah
dengan huruf lain
sekalipun
dhad
dengan zha’
atau
beraksi-aksian
membaca yang sampai mengubah
makna kalimatnya
misalnya, membaca kasrah
huruf ت
pada اَنْعَمْتَ
atau dhammah
mengarah
huruf. ك
pada. اِيَّاكَ -
jika huruf tersebut dibaca dhammah, tidak mengubah makna
tapi kalau
sengaja
dilakukan
akan keharamannya
maka menjadi batal
salatnya
Jika tidak mengerti atau tidak sengaja
maka yang batal hanya bacaan Al-Fatihah
Memang begitu
Jika ia mengulangi
untuk membenarkannya
sebelum
lama
berselang
maka sempurna
bacaannya
Mengenai
orang mampu
tidak mungkin
mempelajarinya
maka tidak dihukumi batal
bacaannya
dengan benar
Demikian pula tidak batal
bagi orang yang aksi-aksian membaca
, tetapi tidak sampai mengubah
makna
misalnya membaca fat-hah
huruf د
pada نَعْبُدُ
Tetapi kalau hal itu
sengaja dilakukan
hukumnya haram
kalau tidak
hukumnya makruh
(مع بسملة) أي مع قراءة البسملة فإنها آية منها، لانه (ص) قرأها ثم الفاتحة وعدها آية منها. وكذا من كل سورة غير براءة. (و) مع (تشديدات) فيها، وهي أربع عشرة، لان الحرف المشدد بحرفين. فإذا خفف بطل منها حرف. (و) مع (رعاية حروف) فيها، وهي على قراءة ملك - بلا ألف - مائة وواحد وأربعون حرفا، وهي مع تشديداتها مائة وخمسة. وخمسون من أمكنه التعلم - حرفا بآخر، ولو ضادا بظاء، أو لحن لحنا يغير المعنى، ككسر تاء أنعمت أو ضمها وكسر كاف إياك لا ضمها، فإن تعمد ذلك وعلم تحريمه بطلت صلاته، وإلا فقراءته. نعم. إن أعاده الصواب قبل طول الفصل كمل عليها. أما عاجز لم يمكنه التعلم فلا تبطل قراءته مطلقا، وكذا لاحن لحنا لا يغير المعنى، كفتح دال نعبد، لكنه إن تعمد حرم، وإلا كره.
Basmalah harus dibaca beserta Fatihah
Sebab Basmalah termasuk ayat daripadanya, Nabi saw. juga membacanya, kemudian diikuti dengan Fatihah, dan menghitungnya termasuk ayat dari Fatihah. Demikian juga Basmalah, termasuk dalam rangkaian setiap surah dalam Al Quran selain surah Al-Bara’ah.
Berikut tasydid-tasydidnya yang berjumlah 14. Sebab huruf yang bertasydid itu dihitung dua huruf: karena itu, jika tasydid dihilangkan, berarti menghilangkan satu huruf. Demikian juga harus memperhaukan huruf-hurufnya. Jika lafal مَلِكِ dibaca pendek, maka jumlah huruf dalam Al-Fatihah ada 141. Jika huruf bertasydid dihitung dua huruf, maka jumlah huruf Al-Fatihah ada 155.
Sebab Basmalah termasuk ayat daripadanya, Nabi saw. juga membacanya, kemudian diikuti dengan Fatihah, dan menghitungnya termasuk ayat dari Fatihah. Demikian juga Basmalah, termasuk dalam rangkaian setiap surah dalam Al Quran selain surah Al-Bara’ah.
Berikut tasydid-tasydidnya yang berjumlah 14. Sebab huruf yang bertasydid itu dihitung dua huruf: karena itu, jika tasydid dihilangkan, berarti menghilangkan satu huruf.
Demikian juga harus memperhaukan huruf-hurufnya. Jika lafal مَلِكِ dibaca pendek, maka jumlah huruf dalam Al-Fatihah ada 141. Jika huruf bertasydid dihitung dua huruf, maka jumlah huruf Al-Fatihah ada 155.
dan pendapat
berselisih
antara
Ulama Mutaqaddimin
dan Mutaakhirin
tentang
membaca الْهَمْدُللهِ
dengan huruf ha’
dan
tentang
membaca
huruf ق
dengan makhraj
antara ق
dan antara
huruf ك
dan memantapkan
Guru kami
dalam
kitab Syarah
Minhaj
sebagai yang batal
terhadap dua bacaan tersebut
kecuali
ketika masih
terhadapnya
ketika masih belajar
sebelum
keluar
waktunya
Tetapi
memantapkan
kesahan bacaan
kedua
guru beliau
Imam Zakariya
memantapkan kesahan bacaan pertama
Imam Al-Gadhi Husain
dan Imam Ibnur Rifah
dan Jika seseorang
mampu membaca dengan benar
atau tidak mampu
lantaran tidak mau belajar
menghilangkan tasydid suatu huruf
misalnya seperti
membaca
الَرَّحْمنُ denganاَلْ رَحْمنُ
dengan tanpa
idgham
maka batal
salatnya
bila sengaja melakukan
dan mengerti akibat hukumnya
Kalau tidak sedemikian
maka yang batal adalah bacaan
adalah
kalimat tersebut
dan jika
ia menghilangkan (membaca ringan) tasydid
yang ada pada lafal اِيَّاكَ
dengan sengaja
dan mengerti
maknanya
maka dihukumi kafir
Sebab maknanya
menjadi sinar
matahari
Kalau tidak demikian
maka ia cukup bersujud
sahwi
dan jika
ia menasydid huruf
yang tidak bertasydid
maka tetap sah
Tetapi hal itu haram hukumnya
yang disengaja
misalnya berhenti
sebentar
di antara
sin
dan ta’
pada lafal نَسْتَعِيْنُ
ووقع خلاف بين المتقدمين والمتأخرين في الهمد لله - بالهاء - وفي النطق بالقاف المترددة بينها وبين الكاف. وجزم شيخنا في شرح المنهاج بالبطلان فيهما إلا إن تعذر عليه التعلم قبل خروج الوقت. لكن جزم بالصحة في الثانية شيخه زكريا، وفي الاولى القاضي وابن الرفعة. ولو خفف قادر - أو عاجز مقصر - مشددا - كأن قرأ ال رحمن بفك الادغام بطلت صلاته إن تعمد وعلم، وإلا فقراءته لتلك الكلمة. ولو خفف إياك، عامدا عالما معناه، كفر لانه ضوء الشمس، وإلا سجد للسهو. ولو شدد مخففا صح، ويحرم تعمده كوقفة لطيفة بين السين والتاء من نستعين.
Ulama Mutaqaddimin dan Mutaakhirin berselisih pendapat tentang membaca الْهَمْدُللهِ dengan huruf ha’, dah membaca huruf ق dengan makhraj antara ق dan ك Guru kami dalam kitab Syarah Minhaj memantapkan terhadap dua bacaan tersebut sebagai yang batal, kecali ketika masih belajar. Tetapi guru beliau, Imam Zakariya, memantapkan kesahan bacaan kedua. Begitu juga Imam Al-Gadhi Husain dan Imam Ibnur Rifah memantapkan kesahan bacaan pertama.
Jika seseorang mampu membaca dengan benar atau udak mampu lantaran tidak mau belajar, menghilangkan tasydid suatu huruf, misalnya membaca الَرَّحْمنُ denganاَلْ رَحْمنُ(tidak idgham), maka salatnya batal, bila sengaja melakukan dan mengeru akubat hukumnya. Kalau tidak sedemikian, maka yang batal adalah bacaan kalimat tersebut. Jika ia menghilangkan (membaca ringan) tasydid yang ada pada lafal اِيَّاكَ dengan sengaja dan mengerti maknanya, maka dihukumi kafir. Sebab maknanya menjadi “sinar matahari”. Kalau tidak demikian, maka 1a cukup bersujud sahwi. Jika ia menasydid huruf yang udak bertasydid, maka tetap sah. Tetapi hal itu haram hukumnya yka disengaja, misalnya berhenti sebentar di antara sin dan ta’ pada lafal نَسْتَعِيْنُ
dan
pula
memperhatikan
sambung-menyambung
dalam membaca Al-Fatihah
Dalam hal ini
harus dibaca
secara bersambung antarkalimatnya
dengan jarak waktu
yang
tidak berjarak
antara
sesuatu
dari menghirup udara pernapasan
dan adapun
setelahnya
lebih lama
dari berhenti
menghirup udara pernapasan
karena tersengal-sengal
Karena itu, harus diulang lagi
bacaan
Al-Fatihah
apabila di tengah-tengahnya
diselingi zikir
yang lain
yang tidak-ada kaitannya
dengan salat
sekalipun
hanya sedikit
misalnya menyelipkan sepotong
ayat
dari yang lain
bacaan hamdalah
orang yang bersin
walaupun
hukumnya sunah
di dalamnya
bila di luar salat
sebab penyelipan semacam ini
dapat memalingkan dari bacaan semula.
maka tidak wajib
diulangi lagi
bacaan Al-Fatihah
dengan
yang diselipkan itu
perkara
baginya
ada kaitannya
dengan salat
misalnya
membaca amin
sujud
tilawah
seorang imam
yang membersamainya
doa baik
karena permohonan
anugerah
atau perlindungan
dari siksa
dan ucapan
Benar
kami
terhadap
itu semua
ikut menyaksikan
Keterkaitan bacaan tersebut dengan salat
karena imam
membaca Fatihah
atau
ayat
Sajdah
atau
ayat
yang
disunahkan
dalam ayat tersebut
yang disebutkan
karena ayat tersebut
bagi pembaca
pendengar
makmum
atau bukan
di dalam salat
atau di luarnya
maka jika
membaca
orang yang salat
ayat tersebut
atau
mendengar
ayat
yang didalamnya
memuat nama
Nabi Muhammad
saw
tidak disunahkan
membaca selawat
sebagaimana
baginya
yang telah difatwakan
olehnya
Imam An-Nawawi
dan
tidak perlu
Fatihah
diulang Juga
maksudnya
Mengingatkan imamnya
yang terhenti
karena lupa
sambungan ayat
yang dibacanya
dan bahkan
diserta
Mengingatkan
asal ia niat membaca
Hal ini dilakukan, -seperti
dikemukakan
oleh Guru kami
jika
imam sudah diam
jika ia belum diam
maka peringatan tersebut dihukumi memutus
bersambungnya (bacaan Fatihah makmum)
Mendahulukan bacaan
semacam
maha suci
Allah
sebelum
mengingatkan bacaan
adalah memutus Fatihah
menurut
beberapa tinjauan pendapat
Sebab, tasbih tersebut
diucapkan
bertujuan
mengingatkan
dan
harus diulangi lagi
Bacaan Al-Fatihah
jika dalam membacanya terputus
dengan diam
yang cukup lama
di dalamnya
sekira
melebihi
terhadap
diam
bernapas
jika tanpa ada
uzur
hal ini dilakukan
berupa
tidak mengerti
atau lupa
Karena itu, jika
ada
bacaan
zikir
kalimat lain
lain atau berdiam
yang lama itu dilakukan di tengah-tengah Fatihah
sebab lupa
atau bodoh
atau
ada
diamnya
karena untuk mengingat
ayat seterusnya
maka hal ini tidak menjadi masalah
Sebagaimana halnya tidak batal
jika ia mengulangi
suatu ayat
dari Fatihah
yang terletak
pada tempat berhentinya
sekalipun
tanpa ada
uzur
atau
mengulangi
pada
bacaan ayat
sebelumnya
lalu dibaca terus sampai akhir
atas dasar
beberapa tinjauan pendapat
(و) مع رعاية (موالاة) فيها بأن يأتي بكلماتها على الولاء بأن لا يفصل بين شئ منها وما بعده بأكثر من سكتة التنفس أو العي، (فيعيد) قراءة الفاتحة، (بتخلل ذكر أجنبي) لا يتعلق بالصلاة فيها، وإن قل، كبعض آية من غيرها، وكحمد عاطس - وإن سن فيها كخارجها - لاشعاره بالاعراض. (لا) يعيد الفاتحة (ب) - تخلل ما له تعلق بالصلاة، ك (- تأمين وسجود) لتلاوة إمامه معه، (ودعاء) من سؤال رحمة، واستعاذة من عذاب، وقول: بلى وأنا على ذلك من الشاهدين (لقراءة إمامه) الفاتحة أو آية السجدة، أو الآية التي يسن فيها ما ذكر لكل من القارئ والسامع، مأموما أو غيره، في صلاة وخارجها. فلو قرأ المصلي - آية - أو سمع آية - فيها اسم محمد (ص) لم تندب الصلاة عليه، كما أفتى به النووي. (و) لا (بفتح عليه) أي الامام إذا توقف فيها بقصد القراءة، ولو مع الفتح، ومحله - كما قال شيخنا - إن سكت، وإلا قطع الموالاة. وتقديم نحو سبحان الله قبل الفتح يقطعها على الاوجه، لانه حينئذ بمعنى تنبه. (و) يعيد الفاتحة بتخلل (سكوت طال) فيها بحيث زاد على سكتة الاستراحة (بلا عذر فيهما)، من جهل وسهو. فلو كان تخلل الذكر الاجنبي، أو السكوت الطويل، سهوا أو جهلا، أو كان السكوت لتذكر آية، لم يضر، كما لو كرر آية منها في محلها ولو لغير عذر، أو عاد إلى ما قرأه قبل واستمر، على الاوجه. (فرع) لو شك في أثناء الفاتحة هل بسمل، فأتمها ثم ذكر أنه بسمل أعاد كلها على الاوجه.
Wajib memperhatikan pula sambung-menyambung dalam membaca Al-Fatihah. Dalam hal ini, harus dibaca secara bersambung antarkalimatnya, tidak berjarak lebih lama dari menghirup udara pernapasan atau berhenti karena tersengal-sengal. Karena itu, bacaan Al-Fatihah harus diulang lagi apabila di tengah-tengahnya diselingi zikir “lain yang tidak-ada kaitannya dengan salat, sekalipun hanya sedikit -misalnya menyelipkan sepotong ayat lain, . bacaan hamdalah orang yang bersin, walaupun hal ini hukumnya sunah bila di luar salat-, sebab penyelipan semacam ini dapat memalingkan dari bacaan semula.
Jika perkara yang diselipkan itu ada kaitannya dengan salat, maka bacaan Al-Fatihah tidak wajib diulangi lagi, misalnya membaca amin, sujud tilawah, doa baik karena permohonan anugerah atau perlindungan dari siksa, dan ucapan “Bala wa ana…. (Benar, kami ikut menyaksikan itu semua). Keterkaitan bacaan tersebut dengan salat, karena imam membaca Fatihah, ayat Sajdah atau ayat lain yang karena ayat tersebut disunahkan bagi pembaca, pendengar, makmum atau bukan, di dalam salat atau di luarnya, agar membaca bacaan itu.
Jika orang yang salat membaca atau mendengar ayat yang memuat nama Nabi Muhammad saw., baginya tidak disunahkan membaca selawat, sebagaimana yang telah difatwakan oleh Imam An-Nawawi (karena itu jika ia membacanya, maka akan memutus Fatihahnya -pen). Fatihah tidak perlu diulang Juga, jika seorang makmum Mengingatkan imamnya yang terhenti karena lupa sambungan ayat yang dibacanya, asal ia niat membaca dan bahkan diserta’ Mengingatkan.
Hal ini dilakukan, -seperti dikemukakan oleh Guru kami jika imam sudah diam, jika ia belum diam, maka peringatan tersebut dihukumi memutus. bersambungnya (bacaan Fatihah makmum).
Mendahulukan bacaan “Subhanallah” sebelum mengingatkan bacaan, adalah memutus Fatihah -menurut beberapa tinjauan pendapat-. Sebab, tasbih tersebut diucapkan bertujuan mengingatkan (jika hanya untuk mengingatkan saja,maka batallah salatnya, seperti disebutkan di atas -pen).
Bacaan Al-Fatihah harus diulangi lagi, jika dalam membacanya terputus dengan diam yang cukup lama, sekira melebihi diam bernapas, jika hal ini dilakukan tanpa ada uzur, berupa tidak mengerti atau lupa. Karena itu, jika zikir kalimat lain atau berdiam yang lama itu dilakukan di tengah-tengah Fatihah sebab lupa atau bodoh, atau diamnya karena untuk mengingat ayat seterusnya, maka hal ini tidak menjadi masalah.
Sebagaimana halnya tidak batal, jika ia mengulangi suatu ayat dari Fatihah yang terletak pada tempat berhentinya (misalnya pada ayat اِهْدِنَاالصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْم ia mengulang-ulang -pen), sekalipun tanpa ada uzur, atau mengulangi bacaan ayat sebelumnya, lalu dibaca terus sampai akhir atas dasar beberapa tinjauan pendapat.
Cabang:
Jika seseorang merasa ragu
di tengah-tengah
Fatihah
Sudahkah
membaca Basmalah
Lantas ia meneruskan bacaannya hingga selesai
kemudian
ingat
bahwa ia telah membaca
Basmalah
maka ia wajib mengulang
seluruh surah Al-Fatihah
menurut
beberapa tinjauan pendapat
dan tidaklah berpengaruh
keraguan
atas
peninggalan
satu huruf
atau lebih
dari Fatihah
atau
satu ayat
atau lebih
setelah
pembacaan selesai tidak ada pengaruh apa-apa
maksudnya Al-Fatihah
sebab sesungguhnya
secara lahir
Fatihah
telah dibaca
secara sempurna
mengulang Fatihah dari awal
Wajib
jika keraguan itu
terjadi
sebelumnya
maksudnya sempurna
Seperti halnya
masalah keraguan
apakah
Sudah membaca Fatihah
atau
belum
sebab sesungguhnya
menurut asal
membaca
ia belum
berlaku juga yang berkenaan dengan Fatihah
Masalah-masalah di atas
pada yang lain
rukun-rukun salat
Karena itu, jika
merasa ragu
pada
hakikatnya
Sudah bersujud
atau belum
Maka wajib
bersujud
Atau ragu setelah sujud
pada
sejenis
meletakkan
telapak tangan
Maka ia tidak wajib mengulang
sujudnya
dan Jika
seseorang membaca surah Fatihah
dalam keadaan lupa
dan ia sadar
setelah sampai
di ayat صِرَاطَ الَّذِيْنَ
serta tidak yakin
akan bacaan sebelumnya
maka baginya wajib
mengulangi Fatihah dari permulaan
dan Wajib
secara tertib
membaca Al-Fatihah
seperti
yang tertera
susunannya dalam Alqur-an
yang kita maklumi
bersama tertib
tidak
di dalamnya
dalam membaca tasyahud
asal saja
tidak merusak
maknanya
Namun
disyaratkan
di dalamnya
menjaga (memperhatikan)
tasydid
dan sambung-menyambungnya
sebagaimana dalam Fatihah
dan Barangsiapa
tidak bisa membaca
seluruh
surah Al-Fatihah
dan tidak memungkinkan
mempelajarinya
sebelum
sempit
waktu salat
atau membacanya
lewat
semacam
Mushhaf
maka baginya wajib
membaca
tujuh
ayat (dari Al-quran)
sekalipun secara terpisah urutannya
asal tidak kurang
jumlah hurufnya
dari jumlah huruf
Al-Fatihah
yaitu
dengan menghitung Basmalah
dan huruf-huruf bertasydid
seratus
lima puluh enam
huruf
serta dengan cara menetapkan
alif
lafal مالك
dan Jika ia hanya mampu
pada
membaca separo (sebagian)
Al-Fatihah
maka ia wajib mengulang-ulangnya
sampai mencapai
ukuran Al-Fatihah tersebut
dan jika
ia tidak mampu membaca 7 ayat Alqur-an
yang
sebagai ganti Fatihah
maka baginya wajib
membaca
bentuk zikir
yang jumlah hurufnya tidak kurang dari jumlah huruf Al-Fatihah
Jika membaca zikir masih tidak mampu, maka cukup berhenti
dalam tempo seukuran membaca Al-Fatihah
(فرع) لو شك في أثناء الفاتحة هل بسمل، فأتمها ثم ذكر أنه بسمل أعاد كلها على الاوجه. (ولا أثر لشك في ترك حرف) فأكثر من الفاتحة، أو آية فأكثر منها. (بعد تمامها) أي الفاتحة، لان الظاهر حينئذ مضيها تامة. (واستأنف) وجوبا إن شك فيه (قبله) أي التمام. كما لو شك هل قرأها أو لا ؟ لان الاصل عدم قراءتها. وكالفاتحة في ذلك سائر الاركان. فلو شك في أصل السجود مثلا أتى به، أو بعده في نحو وضع اليد، لم يلزمه شئ. ولو قرأها غافلا ففطن عند * (صراط الذين) * ولم يتيقن قراءتها لزمه استئنافها. ويجب الترتيب في الفاتحة بأن يأتي بها على نظمها المعروف لا في التشهد ما لم يخل بالمعنى. لكن يشترط فيه رعاية تشديدات وموالاة كالفاتحة. ومن جهل جميع الفاتحة ولم يمكنه تعلمها قبل ضيق الوقت، ولا قراءتها في نحو مصحف، لزمه قراءة سبع آيات - ولو متفرقة - لا ينقض حروفها عن حروف الفاتحة، وهي بالبسملة بالتشديدات مائة وستة وخمسون حرفا - بإثبات ألف مالك - ولو قدر على بعض الفاتحة كرره ليبلغ قدرها، وإن لم يقدر على بدل فسبعة أنواع من ذكر كذلك، فوقوف بقدرها.
Cabang:
Jika di tengah-tengah Fatihah, seseorang merasa ragu, Sudahkah membaca Basmalah? Lantas ia meneruskan bacaannya hingga selesai, dan akhirnya ingat, bahwa ia telah membaca Basmalah, maka ia wajib mengulang seluruh surah Al-Fatihah, – menurut beberapa tinjauan pendapat
Keraguan atas peninggalan satu huruf atau lebih dari Fatihah, satu ayat atau lebih, setelah pembacaan Fatihah selesai, adalah tidak ada pengaruh apa-apa. Sebab secara lahir Fatihah telah dibaca secara sempurna. Wajib mengulang Fatihah dari awal, jika keraguan itu terjadi sebelum sempurnanya, Seperti halnya masalah keraguan: Sudah membaca Fatihah atau belum. Sebab menurut asal, ja belum membaca.
Masalah-masalah yang berkenaan dengan Fatihah di atas, adalah berlaku juga pada rukun-rukun salat yang lain. Karena itu, jika merasa ragu: Sudah bersujud atau belum? Maka wajib bersujud, Atau ragu setelah sujud: Apakah telah meletakkan sejenis telapak tangan (yaitu semua anggota tujuh dalam bersujud – pen) atau belum? Maka ia tidak wajib mengulang sujudnya.
Jika seseorang membaca surah Fatihah dalam keadaan lupa, dan ia sadar setelah sampai di ayat صِرَاطَ الَّذِيْنَ serta tidak yakin akan bacaan sebelumnya, maka baginya wajib mengulangi Fatihah dari permulaan. Wajib membaca Al-Fatihah secara tertib, seperti yang tertera susunannya dalam Alqur-an yang kita maklumi bersama. Tertib tidak wajib dalam membaca tasyahud, asal saja tidak merusak maknanya (jika mengubah Maknanya membatalkan salat -pen). Namun disyaratkan menjaga (memperhatikan) tasydid dan sambung-menyambungnya, sebagaimana dalam Fatihah.
Barangsiapa tidak bisa membaca seluruh surah Al-Fatihah dan tidak memungkinkan mempelajarinya sebelum sempit waktu salat atau membacanya lewat semacam Mushhaf, maka bagirrya wajib membaca 7 ayat (dari Alguran), sekalipun secara terpisah urutannya, asal tidak kurang dari jumlah huruf Al-Fatihah. Jumlah huruf Al-Fatihah dengan menghitung Basmalah dan hurufhuruf bertasydid adalah 156, serta dengan cara menetapkan alif lafal مالك
Jika ia hanya mampu membaca separo (sebagian) Al-Fatihah, maka ia wajib mengulang-ulangnya sampai mencapai ukuran Al-Fatihah tersebut. Jika ia tidak mampu membaca 7 ayat Alqur-an yang sebagai ganti Fatihah, maka baginya wajib membaca bentuk zikir yang jumlah hurufnya tidak kurang dari jumlah huruf Al-Fatihah. Jika membaca zikir masih tidak mampu, maka cukup berhenti dalam tempo seukuran membaca Al-Fatihah.
Sunah hukumnya
ada yang mengatakan
wajib
sesudah
takbiratul ihram
pada salat fardu
ataupun sunah
selain
ketika
salat
Jenazah
membaca doa Iftitah
yaitu
dengan suara
pelan
Hal ini jika
tidak khawatir
kehabisan
waktu salat
dan penuh
mempunyai
perkiraan
bagi makmum
masih bisa mengikuti
rukuk
sang imam
kesunahan itu
selagi seseorang tidak tergesa-gesa
dalam
membaca ta’awudz
atau Fatihah
sekalipun
lupa
atau
dalam keadaan duduk
ia tidak mulai bermakmum
bersama
imam
sekalipun makmum
telah membaca amin
bersama
imamnya
Bahkan sekalipun
khawatir
yaitu
makmum
kehabisan
waktu untuk membaca
sekira
yang disunahkan
baginya
sebagaimana
yang telah dipaparkan
oleh Guru kami
dalam
kitab Syarah
‘Ubab
Beliau berkata
karena sesungguhnya
mendapatkan
Iftitah
adalah hal yang sudah nyata
sedangkan ketertinggalannya
adalah belum jelas
dan bahkan kadang-kadang
tidak terjadi
yang ada
Doa Iftitah
sebenarnya
banyak sekali
tapi yang paling utama
adalah riwayat
Imam Muslim
berikut
Kuhadapkan wajahku
maksudnya badanku
maksudnya
ke hadirat
yang
menciptakan
langit
dan bumi
dengan patuh
artinya
dengan menghindari
agama-agama non-Islam
demi agama
yang benar
yaitu Islam
dan bukan
termasuk aku
orang-orang yang menyekutukan Allah
Sesungguhnya
salat
ibadah
hidup
dan matiku
adalah milik Allah
Tuhan
Penguasa alam semesta
Tiada penyekutu
bagi-Nya
seperti itulah
aku diperintah
lagi pula aku
termasuk golongan orang-orang Islam
dan Sunah
bagi makmum
yang mendengar
bacaan
imamnya
agar mempercepat
dalam membaca doa Iftitah
ditambah lagi doa yang sampai kepada kita dari Nabi saw
Doa Iftitah seperti di atas, sunah
bagi orang yang salat sendirian (munfarid)
imam salat jamaah
yang mahshur (jumlahnya terbatas)
yang bukan (terdiri dari)
budak-budak
dan wanita-wanita
bersuami
yang semuanya rela
untuk diperpanjang
lafal-lafal salat
serta tiada yang datang menyusul
makmum lain
meskipun
hanya sedikit
yang menghadirinya
dan bukan
di samping itu
tempat salat tersebut
merupakan jalanan orang
adapun
meliputi
di dalam
Doa
iftitah
Termasuk doa yang datang dari Nabi saw
adalah riwayat yang disampaikan
oleh Imam Bukhari dan Muslim
Ya, Allah
jauhkanlah
dan antara
antara diri
kesalahanku
sejauh
antara
timur
dan barat
Ya, Allah
bersihkan (sucikanlah)
kesalahan diriku
sebagaimana
sebersih
pakaian
putih
dari kotoran
Ya, Allah
bersihkanlah
kesalahan diriku
sebagaimana
yang dicuci
pakaian
dengan air
salju
dan embun
maka
Sesudah
membaca doa Iftitah
dan bertakbir
pada salat
idul fitri dan adha
jika
memang dilakukan
keduanya
hukumnya sunah
membaca Ta’awudz
meskipun
di dalam
salat
Jenazah
dibaca dengan suara pelan
meskipun
dalam salat Jahriyah (sunah mengeraskan suara)
dan bahkan
mulai salat dalam keadaan duduk
bersama
imamnya
pada setiap
rakaat
selagi
tidak tergesa-gesa. (sebab waktu sudah sempit)
dalam
bacaan
yang sekalipun karena lupa
Pembacaan Ta’awudz
pada
rakaat pertama
adalah lebih sunah muakkad
dan makruh hukumnya
apabila meninggalkannya
(وسن) وقيل: يجب (بعد تحرم) بفرض أو نفل، ما عدا صلاة جنازة. (افتتاح) أي دعاؤه سرا إن أمن فوت الوقت وغلب على ظن المأموم إدراك ركوع الامام، (ما لم يشرع) في تعوذ أو قراءة ولو سهوا. (أو يجلس مأموم) مع إمامه، وإن أمن مع تأمينه. (وإن خاف) أي المأموم، (فوت سورة) حيث تسن له. كما ذكر شيخنا في شرح العباب وقال: لان إدراك الافتتاح محقق، وفوات السورة موهوم، وقد لا يقع. وورد فيه أدعية كثيرة. وأفضلها ما رواه مسلم، وهي: وجهت وجهي - أي ذاتي - للذي فطر السموات والارض حنيفا - أي مائلا عن الاديان إلى الدين الحق - مسلما، وما أنا من المشركين. إن صلاتي ونسكي ومحياي ومماتي لله رب العالمين، لا شريك له، وبذلك أمرت، وأنا من المسلمين. ويسن لمأموم يسمع قراءة إمامه الاسراع به، ويزيد – ندبا - المنفرد، وإمام محصورين - غير أرقاء ولا نساء متزوجات - رضوا بالتطويل لفظا ولم يطرأ غيرهم، وإن قل حضوره. ولم يكن المسجد مطروقا. ما ورد في دعاء الافتتاح، ومنه ما رواه الشيخان: اللهم باعد بيني وبين خطاياي كما باعدت بين المشرق والمغرب. اللهم نقني من خطاياي كما ينقى الثوب الابيض من الدنس. اللهم اغسلني من خطاياي كما يغسل الثوب بالماء والثلج والبرد. (ف) - بعد افتتاح وتكبير صلاة عيد - إن أتى بهما - يسن (تعوذ) ولو في صلاة الجنازة، سرا ولو في الجهرية. وإن جلس مع إمامه (كل ركعة) ما لم يشرع في قراءة ولو سهوا. وهو في الاولى آكد، ويكره تركه.
Sunah hukumnya -ada yang mengatakan wajib- sesudah takbiratul ihram pada salat fardu ataupun sunah, selain ketika salat Jenazah, membaca doa Iftitah dengan suara pelan. Hal ini jika tidak khawatir
kehabisan waktu salat dan bagi makmum, mempunyai perkiraan penuh masih bisa mengikuti rukuk sang imam. kesunahan itu selagi seseorang tidak tergesa-gesa dalam membaca ta’awudz atau Fatihah, sekalipuh lupa: atau ia tidak mulai bermakmum dalam keadaan duduk bersama imam. Kesunahan di atas sekalipun makmum telah membaca amin bersama imamnya.
Bahkan sekalipun makmum khawatir kehabisan waktu untuk membaca yang disunahkan baginya, sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Guru kami dalam kitab Syarah ‘Ubab. Beliau berkata: Karena mendapatkan Iftitah, adalah hal yang sudah “nyata, sedangkan ketertinggalannya membaca surah adalah belum jelas, dan bahkan kadang-kadang udak terjadi.
Doa Iftitah yang ada sebenarnya banyak sekali, tapi yang paling utama adalah riwayat Imam Muslim berikut: Wajjahtu wajhiya… (Kuhadapkan wajahku -maksudnya badanku-ke hadirat Pencipta langit dan bumi dengan patuh, artinya dengan menghindari agama-agama non-Islam demi agama yang benar, yaitu Islam, dengan sikap tunduk, serta aku bukan masuk golongan orang-orang yang menyekutukan Allah. Sesungguhnya salat, ibadah, hidup dan matiku, adalah milik Allah, Tuhan Penguasa alam semesta. Tiada penyekutu bagi-Nya, seperti itulah aku diperintah, lagi pula aku termasuk golongan orang-orang Islam).
Sunah bagi makmum yang mendengar bacaan imamnya, agar mempercepat dalam membaca doa Iftitah.
Doa Iftitah seperti di atas, sunah ditambah lagi doa yang sampai kepada kita dari Nabi saw., bagi orang yang salat sendirian (munfarid), imam salat jamaah yang mahshur (jumlahnya terbatas) yang bukan (terdiri dari) budak-budak dan warita-wanita bersuami yang semuanya rela untuk diperpanjang lafal-lafal salat, ‘serta tiada makmum lain yang datang menyusul, meskipun hanya sedikit, di samping itutempat salat tersebut bukan. merupakan jalanan orang. Termasuk doa yang datang dari Nabi saw., adalah riwayat yang disampaikan oleh Imam Bukhari dan Muslim sebagai berikut: Allahumma ba’id baini….. dan seterusnya. (Ya, Allah, jauhkanlah antara diri dan kesalahanku sejauh timur dan barat. Ya, Allah bersihkan (sucikanlah) kesalahan diriku sebersih pakaian putih dari kotoran. Ya, Allah, bersihkanlah kesalahan diriku, sebagaimana pakaian yang dicuci dengan air salju dan embun)
Sesudah membaca doa Ifutah dan bertakbir pada salat Id, kalau memang dilakukan, hukumnya sunah membaca Ta’awudz, walaupun dalam salat Jenazah, dibaca dengan suara pelan, sekalipun, dalam salat Jahriyah (sunah mengeraskan suara), dan bahkan mulai salat dalam keadaan duduk bersama imam: Doa Ta’awudz tersebut dibaca pada setiap rakaat, selagi tidak tergesa-gesa. (sebab waktu sudah sempit) dalam bacaan yang sekalipun karena lupa. Pembacaan Ta’awudz pada rakaat pertama, adalah lebih sunah muakkad, dan meninggalkannya adalah makruh.
dan
sunnah hukumnya
berhenti
pada
depan
setiap
ayat dalam Fatihah
sekalipun
pada
akhir
Basmalah
berbeda pendapat
Segolongan ulama
dengan hal tersebut
yaitu
surat al-fatihah
Meskipun
ayat tersebut masih berkaitan
dengan ayat
setelahnya (dalam. hal makna)
sebab hal ini ittiba’ kepada Nabi saw
Yang lebih utama
adalah
tidak wakaf
pada ayat” أنعمت عليهم “,
sebab sesungguhnya
tiada
wakaf di sini
dan bukan akhir
ayat tersebut
menurut pendapat kami (Asy-Syafi’iyah)
maka jika
terpaksa wakaf
pada
ayat itu
maka tidak disunahkan
mengulang
dari
awal
ayat
dan
disunnahkan
membaca “Amin”
yaitu
seperti perkataan
“Amin”
dengan tanpa tasydid
dibaca panjang
serta akan lebih baik
jika di: tambah
lafal “Rabbal ‘alamin'”
sesudah membacanya
yaitu Fatihah
sekalipun
di luar
salat
setelah
berhenti
sebentar
selagi
belum mengucapkan
sesuatu
selain
“Rabbighfirlii“
dan Sunah pula
mengeraskan suara
dalam membaca amin
pada salat Jahriyah
sehingga
bagi makmum
pada bacaan
imam
dapat mengikuti
terhadapnya
dan
sunah
Bagi makmum
pada salat Jahriyah
membaca amin
bersama-sama
imamnya
jika memang ia mendengar
bacaannya
Hal ini berdasarkan sebuah hadis
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim
Jika
membaca amin
seorang imam
maksudnya
imam mengharapkan
membaca amin
maka bacalah amin kalian semua
maka sesungguhnya
barangsiapa
bersamaan
membaca amin
dengan bacaan Aaminn
malaikat
maka diampuni
baginya
yang telah lewat
semua dosa (dosa-dosa kecil)
Jika ia tidak bisa
bersamaan amin imam
yang disunahkan
di dalamnya
agar berusaha
berbarengan antara makmum
dengan imam
hanyalah dalam hal
pembacaan amin saja
dan Jika
ia tidak bisa bersamaan amin
dengan imam
maka hendaknya
membacanya
setelah
bacaan amin imam
dan jika
menunda
imamnya
sampai di luar waktu
yang semestinya disunahkan
yang didalamnya
membaca amin
maka supaya membaca amin
seorang makmum
dengan suara keras
Lafal امين
adalah isim
fi'il
yang maknanya
“Kabulkanlah”
dengan dimabnikan
pada
fat-hah
serta dibaca sukun
jika
wakaf (berhenti)
(و) يسن (وقف على رأس كل آية) حتى على آخر البسملة، خلافا لجمع (منها) أي من الفاتحة، وإن تعلقت بما بعدها، للاتباع. والاولى أن لا يقف على * (أنعمت عليهم) * لانه ليس بوقف ولا منتهى آية عندنا، فإن وقف على هذا لم تسن الاعادة من أول الآية. (و) يسن (تأمين) أي قوله: آمين. بالتخفيف والمد. وحسن زيادة: رب العالمين، (عقبها) أي الفاتحة - ولو خارج الصلاة - بعد سكتة لطيفة، ما لم يتلفظ بشئ سوى رب اغفر لي. ويسن الجهر به في الجهرية، - حتى للمأموم - لقراءة إمام تبعا له. (و) سن لمأموم في الجهرية تأمين (مع) تأمين (إمامه إن سمع) قراءته، لخبر الشيخين: إذا أمن الامام - أي أراد التأمين - فأمنوا. فإنه من وافق تأمينه تأمين الملائكة غفر له ما تقدم من ذنبه. وليس لنا ما يسن فيه تحري مقارنة الامام إلا هذا. وإذا لم يتفق له موافقته أمن عقب تأمينه. وإن أخر إمامه عن الزمن المسنون فيه التأمين أمن المأموم جهرا. وآمين اسم فعل بمعنى استجب، مبني على الفتح، ويسكن عند الوقف
Sunah wakaf di depan setiap ayat dalam Fatihah, sekalipun di akhir Basmalah: Segolongan ulama berbeda pendapat. Meskipun ayat tersebut masih berkaitan dengan ayat setelahnya (dalam. hal makna), sebab hal ini ittiba’ kepada Nabi saw.
Yang lebih utama adalah tidak wakaf pada ayat” أنعمت عليهم “, sebab tiada wakaf di sini, dan menurut pendapat kami (Asy-Syafi’iyah) ayat tersebut bukan akhir ayat. Jika terpaksa wakaf pada ayat itu, maka tidak disunahkan mengulang dari awal ayat.
Sunah membaca “Amin” dengan: dibaca panjang tanpa tasydid, – serta akan lebih baik jika di: tambah lafal “Rabbal ‘alamin'”,sesudah membaca Fatihah: sekalipun di luar salat, setelah berhenti sebentar, selagi belum mengucapkan sesuatu selain “Rabbighfirlii“.
Sunah pula mengeraskan suara dalam membaca amin pada salat Jahnyah, sehingga bagi makmum dapat mengikuu bacaan imamnya. Bagi makmum pada salat Jahriyah, sunah membaca amin bersama-sama imamnya, jika memang ia mendengar bacaannya. Hal ini berdasarkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim:
“Jika imam membaca amin, maka bacalah amin kalian semua. Karena, barangsiapa membaca amin bersamaan bacaan malaikat, maka semua dosa (dosa-dosa kecil) yang telah lewat diampuni”. Sepanjang pendapat kami (Syafi’iyah), yang disunahkan agar berusaha berbarengan antara makmum dengan imam, hanyalah dalam hal pembacaan amin saja.
Jika ia tidak bisa bersamaan amin imam, maka hendaknya membacanya setelah bacaan amin imam.Jika iman menunda Ta’min sampai di luar waktu yang semesunya disunahkan, maka ruakmum supaya membaca amin dengan suara keras. Lafal امين adalah isim fil, yang maknanya: “Kabulkanlah”, dengan dimabnikan fat-hah, serta dibaca sukun jika wakaf (berhenti),
Cabang:
sunah
Bagi imam
diam sebentar setelah membaca amin
dalam salat Jahriyah
seukuran
bacaan
makmum
membaca Fatihah
jika ia mengerti
bahwa makmum
dalam waktu tersebut
membaca Fatihah
sebagaimana
seperti
yang lahir (jelas)
hendaknya imam terleka
Selama
diam tersebut
dengan berdoa
atau lebih utama lagi membaca
dan membacanya
ayat-ayat lain (secara pelan-pelan)
berkata
Guru kami
Sekarang
jelaslah
bahwa bagi imam sunah
memperhatikan
dan sambung-menyambung
antara ayat
dan antara
yang dibaca selama diam
dengan ayat sesudahnya
(فرع) يسن للامام أن يسكت في الجهرية بقدر قراءة المأموم الفاتحة - إن علم أنه يقرؤها في سكتة - كما هو ظاهر، وأن يشتغل في هذه السكتة بدعاء أو قراءة، وهي أولى. قال شيخنا: وحينئذ فيظهر أنه يراعي الترتيب والموالاة بينها وبين ما يقرؤها وبعدها.
Cabang:
Bagi imam dalam salat Jahriyah, sunah diam sebentar setelah membaca amin, seukuran makmum membaca Fatihah, jika ia mengerti, bahwa makmum dalam waktu tersebut membaca Fatihah, seperti yang lahir (jelas). Selama diam tersebut, hendaknya imam terleka dengan berdoa atau lebih utama lagi membaca – ayat-ayat lain (secara pelanpelan), Guru kami berkata: Sekarang jelaslah, bahwa bagi imam sunah, memperhatikan ketertiban dan sambung-menyambung ayat yang dibaca selama diam dengan ayat sesudahnya
Faedah:
Sunah
diam
sebentar
sepanjang
“Subhanallah”
antara
amin
dan surah
dan antara
akhir surah
dengan takbir
rukuk
dan antara
takbiratul ihram
dengan doa
Iftitah
antara doa Iftitah
dan antara
dengan Ta’awudz
dan antara Ta’awudz
dan antara
dengan Basimalah
فائدة) يسن سكتة لطيفة بقدر سبحان الله، بين آمين والسورة، وبين آخرها وتكبيرة الركوع، وبين التحرم ودعاء الافتتاح وبينه وبين التعوذ وبينه وبين البسملة.
Faedah:
Sunah diam sebentar, sepanjang bacaan “Subhanallah” antara amin dan surah: antara akhir surah dengan takbir rukuk, antara takbiratul ihram dengan doa Iftitahs antara doa Iftitah dengan Ta’awudz, dan antara Ta’awudz . dengan Basimalah. Sunah juga membaca satu ayat atau lebih setelah membaca Al-Fatihah. Yang lebih utama adalah tiga ayat. Bagi yang membaca dari tengah-tengah surah, tetaplah sunah membaca Basmalah.
dan
Sunah juga
membaca satu ayat
atau lebih
Yang lebih utama
adalah tiga ayat
setelah membacanya
yakni
setelah
membaca Al-Fatihah
tetaplah sunah
bagi orang
yang membaca
dari
tengah-tengah
surah
Basmalah
yang telah dinash
Demikianlah
oleh Imam Syafii
dan sudah bisa terwujud
Pokok
kesunahan di sini
dengan cara mengulang
sebuah surah
satu kali
dalam dua rakaat
dengan mengulangi
pembacaan Al-Fatihah lagi
jika
tidak hafal
yang lain
dengan membaca
Basmalah
tanpa bertujuan
bahwa sesungguhnya
yang
sebagai
ayat pertama
dari Al-Fatihah
Membaca satu surah
penuh
sekira
tidak ada riwayat dari Nabi saw
membaca sebagian surah
seperti
dalam salat Tarawih
adalah lebih utama
daripada
membaca sebagian
ayat panjang
sekalipun
ayat yang dibacanya panjang
Makruh
meninggalkan membaca ayat qur-an
Hal tersebut dimaksudkan untuk menjaga
perselisihan dengan ulama
yang menghukumi wajib membaca surah
Terkecualikan
dari ketentuan “dibaca setelah Fatihah“
apabila
dibaca sebelumnya
ayat tersebut
hal ini tidak terhitung mendapatkan kesunahan
bahkan
dihukumi makruh
hal tersebut
Sebaiknya
bagi orang yang jika membaca
selain
Fatihah
bagi orang
yang keliru
dalam membaca
dengan kekeliruan
yang sampai mengubah
makna
sekalipun
terjadi sebab tidak bisa
belajar, agar tidak membaca selain ayat Fatihah itu
karena sesungguhnya
ia akan mengucapkan
sesuatu
yang bukan
Qur-an
padahal. tidak terdapat unsur keterpaksaan
Hukum tidak membaca
Surah itu
boleh
(Tapi) menurut kesimpulan ‘
dari pembicaraan
Imam AlHaramain
adalah haram membaca selain Al-Fatihah bagi orang seperti di atas
(و) سن آية فأكثر، والاولى ثلاث (بعدها) أي بعد الفاتحة. ويسن لمن قرأها من أثناء سورة البسملة. نص عليه الشافعي. ويحصل أصل السنة بتكرير سورة واحدة في الركعتين، وبإعادة الفاتحة إن لم يحفظ غيرها، وبقراءة البسملة لا بقصد أنها التي هي أول الفاتحة، وسورة كاملة - حيث لم يرد البعض، كما في التراويح - أفضل من بعض طويلة وإن طال. ويكره تركها رعاية لمن أوجبها. وخرج ببعدها ما لو قدمها عليها فلا تحسب، بل يكره ذلك. وينبغي أن لا يقرأ غير الفاتحة من يلحن فيه لحنا يغير المعنى. وإن عجز عن التعلم، لانه يتكلم بما ليس بقرآن بلا ضرورة. وترك السورة جائز. ومقتضى كلام الامام: الحرمة.
Sunah juga membaca satu ayat atau lebih setelah membaca Al-Fatihah. Yang lebih utama adalah tiga ayat. Bagi yang membaca dari tengah-tengah surah, tetaplah sunah membaca Basmalah.
Demikianlah yang telah dinash oleh Imam Syafii. Pokok kesunahan di sini sudah bisa terwujud dengan cara mengulang sebuah surah dalam dua rakaat, dengan mengulangi pembacaan Al-Fatihah lagi, jika tidak hafal yang lain, dan dengan membaca Basmalah tanpa bertujuan sebagai ayat pertama dari Al-Fatihah. Membaca satu surah penuh -bila tidak ada riwayat dari Nabi saw. membaca sebagian surah, seperti dalam salat Tarawih (dalam salat Tarawih ada riwayat dari Nabi, bahwa yang sunah adalah menyelesaikan sampai khatam -pen)-, adalah lebih utama daripada
membaca sebagian surah, sekalipun ayat yang dibacanya panjang (bila dibandingkan dengan satu surah penuh). Makruh meninggalkan membaca ayat Our-an setelah membaca Al–Fatihah (dalam salat selain salat Jenazah dan salat orang tidak menemukan air dan debu, di mana ja adalah orang sedang junub -pen). Hal tersebut dimaksudkan untuk menjaga perselisihan dengan ulama yang menghukumi wajib membaca surah.
Terkecualikan dari ketentuan “dibaca setelah Fatihah“, apabila ayat tersebut dibaca sebelumnya, hal ini tidak terhitung mendapatkan kesunahan, bahkan dihukumi makruh. Sebaiknya, bagi orang yang jika membaca selain Fatihah mengalami lahn (aksi-aksian) yang sampai mengubah makna, sekalipun terjadi sebab tidak bisa belajar, agar tidak membaca selain ayat Fatihah itu.
Karena ia akan mengucapkan sesuatu yang bukan Our-an, padahal. tidak terdapat unsur keterpaksaan (sebab membaca surah itu hukumnya hanya sunah – pen). Hukum tidak membaca Surah itu boleh. (Tapi) menurut kesimpulan ‘ dari pembicaraan Imam AlHaramain, adalah haram mem:baca selain Al-Fatihah bagi orang seperti di atas
dan
Membaca surah itu sunah dilakukan
hanya pada
rakaat pertama dan kedua
dalam salat
yang berakaat empat
atau tiga (dasarnya adalah ittiba’ kepada ‘ Nabi saw. -pen)
Tidak disunahkan membaca ayat (surah)
pada
dua rakaat yang akhir (ke-3 dan ke-4)
kecuali
bagi makmum masbuk
yang
tidak mendapatkan
rakaat ke-1 dan ke2
bersama
imamnya
Ia sunah membacanya pada rakaat ke-3 dan ke-4
di dalam
sisa
rakaat shalatnya
jika
ia melanjutkan shalatnya
sedang dirinya belum
dapat
membaca surat tersebut
yang didapat
ketika bersama imam
selagi pembacaan ayat tersebut
tidak gugur
atas dirinya
sebab ia adalah
makmum masbuk
atas yang ditemukan
pada imamnya
sebab sesungguhnya
imam itu
dapat menanggung
makmum masbuk
fatihah tersebut
apalagi bacaan surahnya
di awal
Sunah
memperpanjang
bacaan surah
pada rakaat pertama
dari
rakaat kedua
selagi
tidak terdapat
Nash Nabi saw. yang menganjurkan
memperpanjang bacaan surah
pada rakaat kedua
Sunah juga
membaca surah
secara
tertib
seperti yang ada dalam Mushhaf
dan hal tersebut
beruntung
selagi surah
tidak terdapat
yang berada
di belakangnya
lebih panjang
Jika membaca surah
secara tertib
akan menyebabkan pada rakaat ke-2 lebih panjang
daripada rakaat ke-1
misalnya pada rakaat ke-1
membaca
Al-Ikhlash
lantas untuk rakaat ke-2
membaca
surah Al-Falaq
karena menitikberatkan
aturan “tertib”
atau membaca surah Al-Kautsar
karena menitikberatkan
memperpanjang
rakaat pertama
masalah di atas
masih sama-sama ihtimal (serba kemungkinan).
Tapi yang lebih mendekati kebenaran
adalah yang pertama (yaitu membaca surah Al-Falaq -pen)
seperti yang dikomentarkan
oleh Guru kami
dalam
kitab Syarah
Mimhaj
dan sesungguhnya diatas
Kesunahan
membaca
ayat di atas
hanyalah bagi imam
orang yang salat sendirian
dan
yang tidak
makmum
mendengarkan
bacaan
imamnya
dalam
salat Jahriyah
Jika makmum sudah mendengarkan bacaan imamnya maka makruh membaca ayat
baginya
Bahkan ada yang mengatakan
haram
Mengenai
makmum
yang tidak mendengarkan bacaan imamnya
atau dapat mendengarkan
suara imamnya
tetapi tidak jelas
huruf-hurufnya
maka disunahkan membacanya
secara pelan-pelan
Namun
disunahkan
baginya
sebagaimana
pada
dua rakaat pertama
salat Sirriyah
meletakkan sesudah
fatihahnya
dari
Fatihah
imamnya
Jika ia mengira
masih cukup untuk membaca Fatihah
sebelum
rukuk
Sementara dalam waktu menanti imamnya
baginya sunah terleka
dengan membaca doa
bukan membaca Alqur-an
dan berkata
Imam Al-Mutawalli
kemudian ditetapkan
oleh Imam Ibnur Rifah
Bagi makmum, makruh
membaca Fatihah
di dalamnya
sebelum imam memulainya
sekalipun hal itu
pada
salat Sirriyah
sebab masih diperselisihkan
dalam masalah
sah Fatihah
yang sedemikian itu
dan bahwa hal tersebut menyebabkan
ada pendapat
batal salatnya
jika makmum selesai
dari membaca Fatihah
sebelum imamnya
(و) تسن (في) الركعتين (الاوليين) من رباعية أو ثلاثية، ولا تسن في الاخيرتين إلا لمسبوق بأن لم يدرك الاوليين مع إمامه فيقرؤها في باقي صلاته إذا تداركه ولم يكن قرأها فيما أدركه، ما لم تسقط عنه لكونه مسبوقا فيما أدركه، لان الامام إذا تحمل عنه الفاتحة فالسورة أولى. ويسن أن يطول قراءة الاولى على الثانية، ما لم يرد نص بتطويل الثانية. وأن يقرأ على ترتيب المصحف، وعلى التوالي، ما لم تكن التي تليها أطول ولو تعارض الترتيب، وتطويل الاولى كأن قرأ الاخلاص، فهل يقرأ الفلق نظرا للترتيب ؟ أو الكوثر نظرا لتطويل الاولى ؟ كل محتمل، والاقرب الاول. قاله شيخنا في شرح المنهاج. وإنما تسن قراءة الآية (ل) - لامام ومنفرد و (غير مأموم سمع) قراءة إمامه في الجهرية فتكره له. وقيل: تحرم. أما مأموم لم يسمعها، أو سمع صوتا لا يميز حروفه، فيقرأ سرا. لكن يسن له كما في أوليي السرية تأخير فاتحته عن فاتحة إمامه إن ظن إدراكها قبل ركوعه، وحينئذ يشتغل بالدعاء لا القراءة. وقال المتولي، وأقره ابن الرفعة: يكره الشروع فيها قبله ولو في السرقة، للخلاف في الاعتداد بها حينئذ، ولجريان قول بالبطلان إن فرغ منها قبله
Membaca surah itu sunah dilakukan hanya pada rakaat pertama dan kedua dalam salat yang berakaat empat atau tiga (dasarnya adalah ittiba’ kepada ‘ Nabi saw. -pen). Tidak disunahkan membaca ayat (surah) pada dua rakaat yang akhir (ke-3 dan ke-4), kecuali bagi makmum masbuk yang tidak mendapatkan rakaat ke-1 dan ke2 bersama imamnya. Ia sunah membacanya pada rakaat ke-3 dan ke-4, di mana ia tidak sempat membacanya bersama imam, selagi pembacaan ayat tersebut tidak gugur atas dirinya, (jika sudah gugur, maka ia tidak sunah . membacanya), sebab ia adalah makmum masbuk.
atas yang ditemukan pada imamnya. Sebab, imam itu dapat menanggung Fatihah makmum masbuk: apalagi bacaan surahnya.Sunah memperpanjang bacaan surah pada rakaat pertama dari rakaat kedua, selagi tidak terdapat Nash Nabi saw. yang menganjurkan memperpanjang bacaan surah pada rakaat kedua.
Sunah juga membaca surah secara tertib, seperti yang ada dalam Mushhaf (sebagaimana membaca . surah Al-Falaq, lantas An-Nas -pen) dan beruntun, selagi surah yang berada di belakangnya tidak: lebih panjang.
Jika membaca surah secara tertib akan menyebabkan terjadi bacaan pada rakaat ke-2 lebih panjang daripada rakaat ke-1, misalnya pada rakaat ke-1 membaca surah Al-Ikhlash, lantas untuk rakaat ke-2 apakah membaca surah Al-Falaq, karena menitikberatkan aturan “tertib”, atau membaca surah Al-Kautsar, karena menitikberatkan “memperpanjang rakaat pertama”. Kedua: masalah di atas masih sama-sama ihtimal (serba kemungkinan). Tapi yang lebih mendekati kebenaran, adalah yang pertama (yaitu membaca surah Al-Falaq -pen), seperti yang dikomentarkan oleh Guru kami dalam kitab Syarah Mimhaj (yang Muktamad: Membaca sebagian surah Al-Falaq, karena untuk mengumpulkan antara tertib dan memanjangkan bacaan surah pada rakaat ke-1 – pen).
Kesunahan membaca ayat di atas hanyalah bagi imam, orang yang salat sendirian dan makmum yang tidak mendengarkan bacaan : imamnya dalam salat Jahriyah. Jika makmum sudah mendengarkan bacaan imamnya, maka baginya makruh membaca ayat. Bahkan ada yang mengatakan haram.
Mengenai makmum yang tidak mendengarkan bacaan imamnya atau dapat, tetapi hurulf-huruf:nya tidak jelasmaka disunahkan membacanya secara pelan-pelan. Namun baginya disunahkan sebagaimana pada dua rakaat pertama salat Sirriyah -meletakkan Fatihah sesudah imamnya, Jika ia mengira masih cukup untuk membaca Fatihah sebelum rukuk. Sementara dalam waktu menanti imamnya, baginya sunah terleka dengan membaca doa, bukan membaca Alqur-an. Imam Al-Mutawalli berkata, kemudian ditetapkan oleh Imam Ibnur Rifah: Bagi makmum, makruh membaca Fatihah sebelum imam memulainya, sekalipun hal itu pada salat Sirriyah, sebab masalah sah Fatihah yang sedemikian itu masih diperselisihkan, dan ada pendapat, bahwa hal tersebut menyebabkan batal salatnya. jika makmum selesai membaca Fatihah sebelum imamnya.
Cabang:
Sunah
bagi makmum
yang sudah selesai
membaca Fatihah
pada
rakaat ke-3
atau ke-4
atau
selesai membaca tasyahud
awal
sebelum
imamnya selesai
untuk menyibukkan diri
berdoa
di dalamnya
atau membaca Alqur-an
adalah
lebih utama
daripada
berdoa
(فرع) يسن لمأموم فرغ من الفاتحة في الثالثة أو الرابعة، أو من التشهد الاول قبل الامام، أن يشتغل بدعاء فيهما، أو قراءة في الاولى وهي أولى.
Cabang:
Sunah bagi makmum yang sudah selesai membaca Fatihah pada rakaat ke-3, ke-4, atau selesai membaca tasyahud awal sebelum imamnya selesai, agar berdoa atau membaca Alqur-an: sedang yang terakhir, adalah lebih utama daripada berdoa.
dan
sunah
Bagi orang yang menghadiri
pada
shalatnya
salat Jumat
dan Isyak malam Jumat (pada rakaat ke-1 dan ke2)
membaca surah
Al-Jum’ah
lalu Al-Munaafiquun
atau Al-A’la
lalu Al-Ghaasyiyah
dan
pada
salat Subuhnya
jika
cukup
cukup
sunah membaca surah Alif Laam Tanzil
As-Sajdah
lalu Hal Ataa (Ad-Dahr)
dan
pada
salat Magribnya
sunah membaca surat Al-Kaafiruun
lalu Al-Ikhlaash
Dua surah (Al-Kafiruun dan Al-Ikhlaash) sunah dibaca
pada
salat Subuh
hari Jumat
dan hari lainnya
bagi orang yang sedang bepergian
juga dibaca
pada salat qabliyah
Subuh
Maghrib
Thawaf
Tahiyatul mesjid
Istikharah
dan Ihram
sebagai sikap ittiba’ kepada Nabi saw
dalam
kesemuanya Itu
(و) يسن للحاضر (في) صلاته (جمعة وعشائها) سورة (الجمعة والمنافقون أو سبح وهل أتاك و) في (صبحها) - أي الجمعة - إذا اتسع الوقت (آلم تنزيل) السجدة (وهل أتى و) في مغربها (الكافرون والاخلاص). ويسن قراءتهما في صبح الجمعة وغيرها للمسافر، وفي ركعتي الفجر والمغرب والطواف والتحية والاستخارة والاحرام، للاتباع في الكل.
Bagi orang yang menghadiri salat Jumat dan Isyak malam Jumat (pada rakaat ke-1 dan ke2), sunah membaca surah Al-Jum’ah lalu Al-Munaafiquun, atau Al-A’la lalu Al-Ghaasyiyah, dan pada salat Subuhnya -jika waktunyacukup-, sunah membaca surah Alif Laam Tanzil As-Sajdah lalu Hal Ataa (Ad-Dahr) dan pada salat Magribnya, sunah membaca surat Al-Kaafiruun lalu Al-Ikhlaash. : Dua surah (Al-Kafiruun dan Al-Ikhlaash) sunah dibaca pada salat Subuh hari Jumat dan hari lainnya, bagi orang yang sedang bepergian: juga dibaca pada salat Oabliyah Subuh, Maghrib, Thawaf, Tahiyatul mesjid, Istikharah dan Ihram, sebagai sikap ittiba’ kepada Nabi saw. dalam kesemuanya Itu.
Cabang:
Jika
seseorang meninggalkan bacaan
satu
dari dua surah yang telah ditentukan di atas
pada
rakaat pertama
maka hendaknya
dibaca
kedua-duanya
kalau membaca surah
pada rakaat pertama
yang mestinya sunah
dibaca pada rakaat ke-2
maka membaca surah
yang mestinya dibaca
yaitu
pada rakaat pertama
dan Jika ia terlanjur membaca
pada
yang bukan
surah
ditentukan di atas
sekalipun karena lupa
maka sunah memotongnya
dan membaca surah
yang ditentukan di atas
sebagai pengganti
Dalam keadaan
telah mendesak
waktu
membaca dua surah
yang pendek-pendek
adalah lebih utama
daripada
potongan
dua surah panjang-panjang
yang telah ditentukan di atas
lain halnya dengan pendapat
Imam Al-Fariqi
dan jika
tidak hafal
hanya
sebuah surah saja
yang telah ditentukan
maka hendaknya surah itu dibaca
dan diganti
yang lainnya
dengan surah
yang dihafal
sekalipun
akan menyebabkan
tidak berurutan
dan jika
seseorang mulai bermakmum
pada
rakaat ke-2
salat Subuh
hari Jumat
misalnya
dan mendengarkan
membaca surah
imam
surah Hal Ataa (Ad-Dahr)
maka supaya membaca
pada
rakaat kedua
ketika
berdiri
setelah
salam
seorang imam
surah Alif Laam Tanzil
sebagaimana
yang telah difatwakan
olehnya
Imam AlKamal
Ar-Radad
yang diikuti
oleh Guru kami
dalam
Namun
Fatawa-nya
kesimpulan
dari pembahasan beliau
dalam
kitab Syarah
kitab Syarah
bahwa orang tersebut
supaya membaca surah Hal Ataa (Ad-Dahr)
juga pada rakaat kedua-duanya
Jika
beranjak berdiri
surah Hal Ataa (Ad-Dahr)
dan jika
membaca
imamnya
tadi tidak membaca surah Ad-Dahr
maka nanti supaya membaca surah Alif Laam Miim Sajdah dan Ad-Dahr
makmum
pada rakaat ke-2
dan jika
seorang makmum menemukan
imam
dalam
keadaan rukuk
pada rakaat ke-2
maka seperti halnya imam
baginya
tidak membaca
apa-apa
karena itu supaya membaca
Alif Laam Miim Sajdah
dan Ad-Dahr
pada rakaat kedua-duanya
sebagaimana
yang difatwakan
olehnya
Guru kami.
(فرع) لو ترك إحدى المعينتين في الاولى أتى بهما في الثانية، أو قرأ في الاولى ما في الثانية قرأ فيها ما في الاولى. ولو شرع في غير السورة المعينة، ولو سهوا، قطعها وقرأ المعينة ندبا. وعند ضيق وقت: سورتان قصيرتان أفضل من بعض الطويلتين المعينتين، خلافا للفارقي. ولو لم يحفظ إلا إحدى المعينتين قرأها ويبدل الاخرى بسورة حفظها وإن فاته الولاء. ولو اقتدى في ثانية صبح الجمعة مثلا، وسمع قراءة الامام * (هل أتى) فيقرأ في ثانيته - إذا قام بعد سلام الامام - الم تنزيل. كما أفتى به الكمال الرداد وتبعه شيخنا في فتاويه. لكن قضية كلامه في شرح المنهاج أنه يقرأ في ثانيته إذا قام هل أتى، وإذا قرأ الامام غيرها قرأهما المأموم في ثانيته. وإن أدرك الامام في ركوع الثانية فكما لو لم يقرأ شيئا فيقرأ السجدة وهل أتى في ثانيته. كما أفتى به شيخنا.
Cabang:
Jika seseorang meninggalkan bacaan satu dari dua surah yang telah ditentukan di atas pada rakaat pertama, maka pada rakaat ke-2 hendaknya dibaca kedua-duanya, kalau pada rakaat pertama membaca surah yang mestinya sunah dibaca pada rakaat ke-2, maka pada rakaat ke-2 membaca surah yang mestinya dibaca pada rakaat pertama. Jika ia terlanjur membaca surah yang bukan ditentukan di atas, sekalipun karena lupa,
maka sunah memotongnya dan ganti membaca surah yang ditentukan di atas. Dalam keadaan waktu telah mendesak, membaca dua surah yang pendek-pendek adalah lebih utama daripada potongan dua surah panjang-panjang yang telah ditentukan di atas, lain halnya dengan pendapat Imam Al-Fariqi.Jika hafalnya hanya sebuah surah saja dari yang telah ditentukan, maka hendaknya surah itu dibaca dan yang lainnya diganti dengan surah yang dihafal, sekalipun akan menyebabkan tidak berurutan. Jika misalnya seseorang mulai bermakmum pada rakaat ke-2 salat Subuh hari Jumat dan mendengarkan imam membaca surah Hal Ataa (Ad-Dahr), maka : setelah imam salam dan ia meneruskan salatnya satu rakaat lagi, supaya membaca surah Alif Laam Tanzil, sebagaimana yang telah difatwakan oleh Imam AlKamal Ar-Radad, yang diikuti oleh Guru kami dalam kitab Fatawa-nya. Namun, kesimpulan dari pembahasan beliau dalam kitab Syarah Minhaj, bahwa orang tersebut supaya membaca surah Hal Ataa (Ad-Dahr), juga pada rakaat kedua-duanya.” : Jika imamnya tadi tidak membaca surah Ad-Dahr, maka nanti pada rakaat kedua makmum supaya membaca surah Alif Laam Miim Sajdah dan Ad-Dahr.Jika seorang makmum menemukan imam dalam keadaan rukuk pada rakaat ke-2, maka seperti halnya imam, baginya tidak membaca apa-apa (sehingga imam tidak bisa menanggung bacaan surah makmum – pen), karena itu pada rakaat kedua-duanya supaya membaca surah Ad-Dahr dan Alif Laam Miim Sajdah, sebagaimana yang difatwakan oleh Guru kami.
Peringatan!
disunahkan
dengan suara keras
agar membaca Al-Fatihah dan surah
Bagi selain
makmum
dalam
salat Subuh
Magrib
Isyak
Jumat
dan kadha
yang dikerjakan
antara
terbenam
Matahari
dan terbitnya kembali
dan dalam
dan dalam
salat dua hari raya
berpendapat
dalam hal ini Guru kami
Sekalipun salat hari raya itu kadha
salat Tarawih
Witir
Ramadhan
dan Gerhana
Bulan
dimakruhkan
Bagi makmum
dengan suara keras
sebab ada larangan
membacanya
tidak diperbolehkan mengeraskan suara
Bagi orang yang salat
dan lainnya
bila mengganggu
pada
semacam
orang yang sedang tidur
atau salat
Karena dinyatakan makruh
sebagaimana
di dalam
kitab Al-Majmu’
dan membahas
Sebagian fukaha
adanya larangan
bersuara keras
dalam membaca Algur-an
atau lainnya
yang ada
di hadapan siapa saja
secara mutlak
karena sesungguhnya
mesjid itu
pada asalnya diwakafkan
untuk
orang-orang salat
yakni orang yang shalat
bukan
untuk ahli pidato
dan qiraa
di sunnahkan
antara
mengeraskan
dan memelankan suara
Dalam salat sunah
Mutlak
di malam hari
(تنبيه) يسن الجهر بالقراءة لغير مأموم في صبح وأوليي العشاءين وجمعة، وفيما يقضي بين غروب الشمس وطلوعها، وفي العيدين - قال شيخنا: ولو قضاء - والتراويح ووتر رمضان وخسوف القمر. ويكره للمأموم الجهر، للنهي عنه. ولا يجهر مصل - وغيره - إن شوش على نحو نائم أو مصل، فيكره. كما في المجموع. وبحث بعضهم المنع من الجهر بقرآن أو غيره بحضرة المصلي مطلقا، لان المسجد وقف على المصلين - أي أصالة - دون الوعاظ والقراء، ويتوسط بين الجهر والاسرار في النوافل المطلقة ليلا
Peringatan!
Bagi selain makmum, disunahkan agar membaca Al-Fatihah dan surah dengan suara keras pada rakaat ke-1 dan ke-2 dalam salat Subuh, Magrib, Isyak, Jumat dan kadha yang dikerjakan antara terbenam Matahari
dan terbitnya kembali, salat dua hari raya –dalam hal ini Guru kami berpendapat: Sekalipun salat hari raya itu kadha-, salat Tarawih, Witir Ramadhan dan Gerhana Bulan (sedang salat Gerhana Matahari adalah sunah membaca secara sirri/pelan-pelan -pen). Bagi makmum dimakruhkan membacanya dengan suara keras, sebab ada larangan.
Bagi orang yang salat dan lainnya (misalnya orang yang memberi nasihat, pembaca dan pengajar -pen), tidak diperbolehkan mengeraskan suara, bila mengganggu semacam orang yang sedang tidur atau salat. Karena di dalam kitab Al-Majmu’, dinyatakan makruh. Sebagian fukaha membahas adanya larangan bersuara keras dalam membaca Algur-an atau lainnya, yang ada di hadapan siapa saja secara mutlak (baik menganggu ataupun tidak -pen). Sebab mesjid itu pada asalnya diwakafkan untuk orang-orang salat, bukan untuk ahli pidato dan qiraah.Dalam salat sunah Mutlak di malam hari
dan
Sunah
bagi orang yang salat sendirian
imam
dan makmum
agar bertakbir
pada
setiap
turun
dan bangun kembali
sebagai sikap ittiba’ kepada Nabi saw
Kecuali
pada
waktu bangun
dari
rukuk
tetapi
bangun dari rukuk
di sini
tapi membaca
mendengar
Allah SWT.
bagi orang
yang memuji-Nya
dan
Sunah
memanjangkannya
yaitu takbir
ketika
yang sampai
pada tempat
yang dituju
sekalipun
di pisah
dengan duduk
istirahat
dan
Sunah
mengeraskan
suara
yaitu
takbir
pindah rukun
seperti ketika takbiratul ihram
bagi imam
dan juga
Mubalig (penyambung suara Imam)
kalau memang diperlukan
adanya
Tapi hukum sunah ini
jika
diniati
sebagai: zikir (saja)
atau
zikir sambil memberi pendengaran
Kalau tidak sedemikian adanya
maka batal
salatnya
sebagaimana
yang dikatakan
oleh Guru kami
dalam
kitab Syarah
Minhaj
berkata
Sebagian fukaha
sesungguhnya
Penyambungan suara imam itu
hukumnya adalah Bid’ah
Munkarah
atas kesepakatan
imam
empat mazhab
selama
masih dapat didengar
oleh para makmum
suara
imam
dimakruhkan
yaitu
mengeraskan
suara takbir
bagi orang selain tersebut di atas
yaitu
bagi orang yang salat sendirian
dan makmum
(و) سن لمنفرد وإمام ومأموم (تكبير في كل خفض ورفع) للاتباع، (لا) في رفع (من ركوع)، بل يرفع منه قائلا: سمع الله لمن حمده، (و) سن (مده) - أي التكبير - إلى أن يصل إلى المنتقل إليه، وإن فصل بجلسة الاستراحة. (و) سن (جهر به) - أي بالتكبير - للانتقال كالتحرم (لامام) وكذا مبلغ احتيج إليه، لكن إن نوى الذكر أو والاسماع، وإلا بطلت صلاته. كما قال شيخنا في شرح المنهاج. قال بعضهم: إن التبليغ بدعة منكرة، باتفاق الائمة الاربعة، حيث بلغ المأمومين صوت الامام. (وكره) أي الجهر به. (لغيره) من منفرد ومأموم.
Sunah bagi orang yang salat sendirian, imam dan makmum, agar bertakbir setiap turun dan bangun kembali, sebagai sikap ittiba’ kepada Nabi saw.Kecuali waktu bangun dari rukuk di sini tidak disunahkan bertakbir, tapi membaca: Sami’allah…. dan seterusnya (Allah SWT. mendengar orang yang memuji-Nya). Sunah memanjangkan takbir sampai masuk pada rukun baru, sekalipun antara rukun baru dengan rukun sebelumnya di: pisah dengan duduk istirahat.
Sunah mengeraskan suara takbir pindah rukun, seperti ketika Yakbiratul ihram, bagi imam dan Mubalig (penyambung suara Imam), kalau memang diperlukan adanya. Tapi hukum sunah Jni, jika diniati sebagai: zikir (saja) atau zikir sambil memberi pendengaran, Kalau tidak sedemikian adanya, maka batal salatnya, sebagaimana yang dikatakan oleh Guru kami dalam kitab Syarah Minhaj. Makruh mengeraskan suara takbir bagi orang selain tersebut di atas, yaitu bagi orang yang salat sendirian dan makmum.
Sebagian fukaha berkata: Penyambungan suara imam itu hukumnya adalah Bid’ah Munkarah atas kesepakatan empat mazhab, selama suara imam masih dapat didengar oleh para makmum.
dan
kelima
Rukuk
Yaitu membungkukkan badan
sehingga
kedua
telapak tangannya
adapun keduanya
termasuk
bukan
jari-jari
dapat: mencapai pada lutut
Karena itu, belumlah
cukup
hanya meletakkan
pucuk jari
pada lutut
jika mau
meletakkan tapak tangan
pada lutut
Hal itu jika
anggota badan
seseorang wajar
Demikian ini
adalah batas minimal
dalam rukuk
Sunah
dalam
waktu rukuk
Meratakan
punggung
dengan kuduk
Yaitu : dengan cara menarik ruas-ruas persendiannya sedemikian rupa
sehingga
menjadi
seperti lembaran
sehelai
sebagai tindak ittiba’ kepada Nabi saw.
Memegang
dua lutut
yang
dalam keadaan tegak (tidak bengkok)
tidak berhimpitan
dengan dua telapak tangan
yang
terbuka
dan agak merenggang
jari-jarinya
satu sama
sama lainnya
Membaca
Maha Suci
Tuhanku
Maha Agung
dan dengan pujian. Nya
tiga kali
sebagai tindak ittiba’ kepada Nabi saw.
Bacaan
tasbih
dalam rukuk
serta dalam
sujud
setidaknya sekali
sekalipun
dengan semacam
Maha Suci Tuhanku
dan paling banyak
11 kali
dan menambahkan
Orang
yang tersebut di atas
sunah
Ya, Allah
ke hadirat-Mu
aku rukuk
kepada-Mu
aku beriman
kepadaMu
aku berserah diri
semua tunduk
kepada-Mu
pendengar
penglihatan
sumsum
tulang
urat
rambut
dan kulitku
dan semua
yang ada
adalah dari-Nya
sejak dahulu
yaitu
semua yang ada
di badanku
adalah milik Allah
Tuhan
semesta alam
dan disunahkan
Waktu rukuk
dan dalam
Waktu sujud
Ya, Allah, Maha Suci Engkau
Maha Suci Engkau
Ya, Allah
dengan pujaan kepada Engkau
Ya, Allah
ampunilah
aku
Jika seseorang ingin mencukupkan
pada
bertasbih
atau berzikir
maka tasbih
adalah lebih utama
sebanyak tiga kali
Membaca tasbih yang diteruskan
dengan bacaan
Ya, Allah
ke hadirat-Mu
aku rukuk
sampai
seterusnya
adalah lebih utama
daripada
menambahkan
membaca tasbih
sampai
11 kali
Makruh
dengan batas
pada
minimal saja
melakukan rukuk
demikian juga keterlaluan
dalam
menundukkan
kepala
padapunggung
dibawah garis lurus
dan Sunah
bagi laki-laki
merenggangkan
kedua sikunya
dengan lambung
dan perut
dari
paha
ketika rukuk
dan sujud
Bagi selain laki-laki
sunah menghimpitkannya
ketika rukuk dan sujud
sebagian anggota
dengan sebagian lain
(و) خامسها: (ركوع بانحناء بحيث تنال راحتاه) وهما ما عدا الاصابع من الكفين، فلا يكفي وصول الاصابع (ركبتيه) لو أراد وضعهما عليهما عند اعتدال الخلقة. هذا أقل الركوع. (وسن) في الركوع (تسوية ظهر وعنق) بأن يمدهما حتى يصيرا كالصفيحة الواحدة، للاتباع. (وأخذ ركبتيه) مع نصبهما وتفريقهما (بكفيه) مع كشفهما وتفرقة أصابعهما تفريقا وسطا (وقول سبحان ربي العظيم وبحمده، ثلاثا) للاتباع. وأقل التسبيح فيه وفي السجود مرة، ولو بنحو سبحان الله، وأكثره إحدى عشرة. ويزيد من مر ندبا: اللهم لك ركعت، وبك آمنت، ولك أسلمت. خشع لك سمعي وبصري ومخي وعظمي وعصبي وشعري وبشري، وما استقلت به قدمي - أي جميع جسدي - لله رب العالمين. ويسن فيه وفي السجود: سبحانك اللهم وبحمدك، اللهم اغفر لي. ولو اقتصر على التسبيح أو الذكر فالتسبيح أفضل، وثلاث تسبيحات مع اللهم لك ركعت إلى آخره أفضل من زيادة التسبيح إلى إحدى عشرة. ويكره الاقتصار على أقل الركوع والمبالغة في خفض الرأس عن الظهر فيه. ويسن لذكر أن يجافي مرفقيه عن جنبيه، وبطنه عن فخذيه، في الركوع والسجود. ولغيره أن يضم فيهما بعضه لبعض. .
Rukuk. Yaitu membungkukkan badan, sehingga kedua telapak tangan -bukan jari-jari- dapat: mencapai pada lutut. Karena itu, belumlah cukup hanya meletakkan
pucuk jari pada lutut, jika mau meletakkan tapak tangan pada lutut.Hal itu jika anggota badan se.seorang wajar (normal kejadiannya).Demikian ini adalah batas minimal dalam rukuk. Sunah waktu rukuk: Meratakan punggung dengan kuduk. Yaitu : dengan cara menarik ruas-ruas persendiannya sedemikian rupa, sehingga menjadi seperti sehelai lembaran, sebagai tindak ittiba’ kepada Nabi saw.
Memegang dua lutut yang dalam keadaan tegak (tidak bengkok) tidak berhimpitan, dengan dua telapak tangan yang terbuka dan jari-jarinya agak merenggang satu sama lainnya. Membaca: Subhanallah….. dan seterusnya 3x (Maha Suci Tuhanku, Maha Agung dan dengan pujian. Nya), sebagai tindak ittiba’ kepada Nabi saw.
Bacaan tasbih dalam rukuk serta sujud, setidaknya sekali: sekalipun dengan subhanailah, dan paling banyak 11 kali. Orang yang tersebut di atas (munfarid dan imam salat jamaah mahshurin), sunah menambahkan dengan: Allahumma raka’tu… dan seterusnya. (Ya, Allah, aku rukuk ke hadirat-Mu, beriman kepada-Mu, berserah diri kepadaMu, pendengar, penglihatan, sumsum, tulang, urat, rambut dan kulilku, semua tunduk kepada-Mu, dan semua yang ada di badanku adalah milik Allah, Tuhan semesta alam).
Waktu rukuk dani sujud. disunah| kan membaca: Subhaanaka…. dan seterusnya. (Ya, Allah, Maha Suci Engkau, Ya, Allah, dengan pujuan kepada Engkau, ampunilah aku).
Jika seseorang ingin-mencukupkan bertasbih atau berzikir, maka tasbih adalah lebih utama. Membaca. tasbih sebanyak tiga kali yang diteruskan dengan bacaan Allahumma laka raka’tu seterusnya, adalah lebih utania daripada membaca tasbih sam: pai 11 kali (tanpa ditambah Allahumma dan seterusnya.)
Makruh melakukan rukuk dengan batas minimal saja, demikian juga keterlaluan menundukkan kepala dibawah garis lurus punggung.Sunah bagi laki-laki merenggangkan kedua sikunya dengan lambung dan perut dari paha ketika rukuk dan sujud Bagi selain laki-laki, sunah menghimpitkannya ketika rukuk dan sujud.
Peringatan!
wajib
tidak dimaksudkan
Waktu turun
untuk rukuk
untuk hal lain
maka jika
turunnya
untuk sujud
Tilawah
lalu setelah
sampai
pada batas
rukuk (ia tidak jadi sujud)
ia jadikan sebagai rukuk
maka hal itu tidak mencukupi
Tapi
ia harus berdiri
tegak dulu
kemudian
rukuk
Begitu juga dalam masalah
dengan iktidal
sujud
duduk
antara
dua sujud
dan jika
merasa ragu
selain
makmum (imam dan munfarid)
ketika ia
sujud
Apakah
ia sudah rukuk atau belum
maka ia wajib
secara spontan
berdiri tegak
kemudian
rukuk
dan tidak boleh
baginya
bangkit
dengan posisi rukuk
(تنبيه) يجب أن لا يقصد بالهوي للركوع غيره، فلو هوي لسجود تلاوة فلما بلغ حد الركوع جعله ركوعا لم يكف، بل يلزمه أن ينتصب ثم يركع، كنظيره من الاعتدال والسجود والجلوس بين السجدتين. ولو شك غير مأموم وهو ساجد هل ركع ؟ لزمه الانتصاب فورا ثم الركوع، ولا يجوز له القيام راكعا.
Peringatan!
Waktu turun untuk rukuk, wajib tidak dimaksudkan untuk hal lain. Jika turunnya untuk sujud Tilawah, lalu setelah sampai pada batas rukuk (ia tidak jadi sujud), tapi rukuk, maka rukuknya tidak sah. Tapi ia harus berdiri tegak dulu, baru rukuk. Begitu juga dalam masalah iktidal, sujud dan duduk antara dua sujud (disyaratkan tidak bertujuan selainnya).Jika selain makmum (imam dan munfarid) ketika sujud merasa ragu: Apakah ia sudah rukuk atau belum?, maka secara spontan ia wajib berdiri tegak lalu rukuk, tidak boleh bangkit dengan posisi rukuk.
dan
keenam
Iktidal
sekalipun
pada
salat sunah
menurut
pendapat Muktamad
Iktidal dapat dinyatakan
dengan berdiri kembali
setelah
rukuk
seperti posisi semula
dengan cara
kembali
menuju
posisi
semula
sebelum
rukuk
baik posisi berdiri
beradanya
atau
duduk (bagi orang yang salat dengan duduk)
dan Jika ragu
atas
kesempurnaan
maka kembali
baginya
selain
makmum
harus segera
wajib kembali
Kalau tidak
maka batal
salatnya
Kalau orang yang ragu tersebut adalah makmum
maka ia menambah
satu rakaat
setelah
salam
imam
disunnahkan
mengucapkan
Ketika
sedang bangkit
dari rukuk
Allah menerima pujian
terhadap orang
yang memuji-Nya
maksudnya
Allah menerima
darinya
orang yang memuji-Nya
sunah dengan suara keras
Ucapan tersebut
diucapkan oleh imam
dan mubalig
sebab bacaan itu
termasuk zikir
untuk pindah rukun
dan
sunah mengucapkan
Setelah
berdiri tegak
untuk i'tidal
Ya, Allah
bagi-Mu-lah
ujian
sepenuh
langit
dan sepenuh
bumi
serta sepenuhnya
segala
kehendak-Mu
dari
sesuatu
setelah itu
maksudnya
setelah keduanya
seperti Al-Kursy
dan ‘Arsy
Lafal مِلْء
adalah dibaca rafa’
berstatus sebagai sifat
bisa juga dibaca nashab
berstatus sebagai keterangan hal
berarti
dengan mengira-ngirakan
الثَّنَاءُ lafal (pujian)
sebagai
jisim
sunah ‘ menambah
Bagi orang
di atas (munfarid dan imam jamaah mahshurin)
Wahai, ahli
Pemangku
pujian dan keagungan
yang paling benar
untuk
diucapkan
oleh hamba
Kita semua adalah.
hamba Engkau
adalah hamba
Tiada penghalang
atas apa
yang telah Engkau berikan
dan tiada pemberi
atas apa
yang telah Engkau halangi
dan tiada berguna
yang dimiliki oleh manusia
dari sisi Engkau-lah
sumber keagungan itu
(و) سادسها (اعتدال) ولو في نفل، على المعتمد. ويتحقق (بعود) بعد الركوع (لبدء) بأن يعود لما كان عليه قبل ركوعه، قائما كان أو قاعدا. ولو شك في إتمامه عاد إليه غير المأموم فورا وجوبا وإلا بطلت صلاته. والمأموم يأتي بركعة بعد سلام إمامه. (ويسن أن يقول في رفعه) من الركوع (سمع الله لمن حمده) أي تقبل منه حمده، والجهر به لامام ومبلغ لانه ذكر انتقال. (و) أن يقول (بعد انتصاب) للاعتدال: (ربنا لك الحمد مل ء السموات ومل ء الارض ومل ء ما شئت من شئ بعد) أي بعدهما، كالكرسي والعرش. ومل ء بالرفع صفة، وبالنصب حال. أي مالئا بتقدير كونه جسما، وأن يزيد من مر: أهل الثناء والمجد أحق ما قال العبد، وكلنا لك عبد، لا مانع لما أعطيت ولا معطي لما منعت، ولا ينفع ذا الجد منك الجد
Iktidal, sekalipun pada salat sunah, menurut pendapat Muktamad. Iktidal dapat dinyatakan dengan berdiri kembali dari rukuk, seperti posisi semula sebelum rukuk, baik posisi berdiri atau duduk (bagi orang yang salat dengan duduk). Jika ragu, sudahkah beriktidal dengan sempurna? Maka selain makmum wajib spontan kembali melakukannya. Kalau tidak, maka salatnya batal. Kalau orang yang ragu tersebut adalah makmum, maka setelah salam imam ia menambah satu rakaat.
Ketika sedang bangkit dari rukuk, sunah mengucapkan: Sami’allah… dan seterusnya. (Allah menerima pujian orang yang memujiNya). Ucapan tersebut sunah diucapkan oleh imam dan mubalig dengan suara keras, sebab bacaan itu ter-: masuk zikir untuk pindah rukun. Setelah berdiri tegak, sunah mengucapkan: Rabbana lakalhamdu ….. dan seterusnya. (Ya, Allah, bagi-Mu-lah ujian sepenuh langit dan bumi serta sepenuhnya segala kehendak-Mu setelah itu), maksudnya seperti Al-Kursy dan ‘Arsy. Lafal مِلْءُ adalah dibaca rafa’, berstatus sebagai sifat bisa juga dibaca nashab, berstatus sebagai keterangan hal, berarti dengan mengira-ngirakan الثَّنَاءُ lafal (pujian) sebagai jisim.
Bagi orang di atas (munfarid dan imam jamaah mahshurin), sunah ‘ menambah dengan Ahlatstsana’…… dan seterusnya. (Wahai, ahli Pemangku pujian dan keagungan, yang paling benar untuk diucapkan oleh hamba. Kita semua adalah. hamba Engkau, Tiada penghalang atas apa yang telah Engkau berikan, tiada pemberi atas apa yang telah Engkau halangi, dan tiada berguna keagungan yang dimiliki oleh manusia: dari sisi Engkau-lah sumber keagungan itu.
dan
Sunah
berdoa Qunut
ketika salat Subuh
yakni
ketika iktidal
pada rakaat
kedua
setelah
membaca zikir
termaktub
hal ini berdasarkan
beberapa tinjauan
Zikir tersebut
sampai
pada lafal من شيءبعد
Sunah juga
pada iktidal
rakaat terakhir
terakhir salat Witir
pada Separo
terakhir
bulan Ramadhan
sebagai tindak ittiba’ kepada Nabi saw.
Makruh qunut
pada separo buian
Ramadhan awal (tanggal 1-15)
sebagaimana halnya makruh pada salat-salat
sunah lainnya
disunnahkan pada yang lain
shalat fardhu
dari lima waktu
pada 'itidal
rakaat
terakhir
sekalipun
bagi makmum masbuk
yang sudah berqunut
bersama
imamnya
sebab ada bencana
yang menimpa
orang-orang Muslim
sekalipun
seorang saja
di mana ia
bermanfaat untuk umum
misalnya ada orang
yang alim
atau pemberani
Hal itu
berdasarkan Ittiba’ kepada Nabi saw
dan baik
Dalam masalah bencana itu
berupa gentar menghadapi musuh
sekalipun
sesama
Muslim
kelaparan
atau wabah penyakit menular
Maka terkecualikan
Dengan kata-kata “salat fardu”
salat sunah
Sekalipun salat hari Raya
dan Nazar
Karena itu, doa Qunut tidak
disunahkan
pada kedua salat tersebut (akan tetapi tidak Makruh juga jika dikerjakan Pen).
Qunut dibaca dengan mengangkat
kedua tangan
setinggi
pundak
sekalipun
sedang
membaca pujian
sebagaimana dalam lain
doa-doa
hal ini sebagai tidak ituba’ kepada Nabi saw.
Di kala
berdoa
untuk menghasilkan
sesuatu
misalnya menolak
bencana
terhadapnya
selama
umurnya
supaya menjadikan
bagian dalam
telapak tangan . ditengadahkan
ke arah
langit (atas)
untuk menghilangkan
bencana
yang menimpa
di kala berdoa
supaya membalik
kedua telapak
tangannya
dan hukumnya makruh
mengangkat tangannya
Bagi khotib
di kala
berdoa
Jenis doa Qunut adalah
Ya, Allah
tunjukkanlah aku
seperti orang
yang telah Engkau tunjukkan
sampai
seterusnya
maksudnya
kasihanilah aku
seperti orang
yang telah Engkau kasihi
sejahterakanlah aku
seperti orang
yang telah Engkau : beri kesejahteraan
maksudnya
masukkanlah aku
ke golongan
orang-orang yang Engkau kasihi
Berikanlah
padaku
dengan suatu
anugerah Engkau
jagalah aku
dari jelek
suatu
takdir Engkau
karena sesungguhnya Engkau-lah
Pemasti
dan tidak dapat dipastikan
terhadapmu
dan sesungguhnya
Tiada hina
bagi orang
yang Engkau angkat
Tiada mulia
bagi orang
yang telah Engkau musuhi
bertambah keberkahanmu
wahai Tuhan kami
dan Maha Tinggi Engkau
Bagi
maka bagimu
segala puji
semua
keputusan Engkau
dan aku mohon ampun
dan tobat
kepada Engkau
dan disunnahkan
Setelah doa di atas
membaca salawat
serta salam
buat.
Nabi
saw.
dan kepada
keluarganya
di mana hal ini tidak disunahkan
pada awal doa Qunut
(و) سن (قنوت بصبح) أي في اعتدال ركعته الثانية، بعد الذكر الراتب على الاوجه، وهو إلى من شئ بعد (و) اعتدال آخره (وتر نصف أخير من رمضان) للاتباع، ويكره في النصف الاول، كبقية السنة. (وبسائر مكتوبة) من الخمس في اعتدال الركعة الاخيرة، ولو مسبوقا قنت مع إمامه (لنازلة) نزلت بالمسلمين. ولو واحدا تعدى نفعه - كأسر العالم أو الشجاع – وذلك للاتباع، وسواء فيها الخوف ولو من عدو مسلم، والقحط والوباء. وخرج بالمكتوبة النفل - ولو عيدا - والمنذورة، فلا يسن فيهما. (رافعا يديه) حذو منكبيه ولو حال الثناء، كسائر الادعية، للاتباع، وحيث دعا لتحصيل شئ، كدفع بلاء عنه في بقية عمره، جعل بطن كفيه إلى السماء. أو لرفع بلاء وقع به جعل ظهرهما إليها. ويكره الرفع لخطيب حالة الدعاء، (بنحو: اللهم اهدني فيمن هديت، إلى آخره) أي وعافني فيمن عافيت، وتولني فيمن توليت، أي معهم لا ندرج في سلكهم. وبارك لي فيما أعطيت، وقني شر ما قضيت فإنك تقضي ولا يقضى عليك، وإنه لا يذل من واليت ولا يعز من عاديت. تباركت ربنا وتعاليت، فلك الحمد على ما قضيت، أستغفرك وأتوب إليك. وتسن آخره الصلاة والسلام على النبي (ص) وعلى آله، ولا تسن أوله.
Sunah berdoa Qunut ketika salat Subuh, yakni ketika iktidal pada rakaat kedua, setelah membaca zikir termaktub, hal ini berdasarkan beberapa tinjauan. Zikir tersebut sampai pada lafal من شيءبعد Sunah juga pada iktidal rakaat terakhir salat Witir pada Separo terakhir Pulan Ramadhan, sebagai tindak ittiba’ kepada Nabi saw. Makruh qunut pada separo buian ” Ramadhan awal (tanggal 1-15), sebagaimana halnya makruh nada salat-salat sunah lainnya.
Disunahkan berqunut Nazilah sebabada bencana yang menimpa orang-orang Muslim, sekalipun seorang saja, di mana ia bermanfaat untuk umum, misalnya ada orang alim atau pemberani yang tertawan oleh musuh, ketika salat fardu lima waktu, ketika ikudal rakaat terakhir, sekalipun bagi makmum masbuk yang sudah berqunut bersama imamnya.
Hal itu berdasarkan Ittiba’ kepada Nabi saw. Dalam masalah bencana itu, baik berupa gentar menghadapi musuh, sekalipun sesama Muslim, : kelaparan atau wabah penyakit menular. Dengan kata-kata “salat fardu”, Maka terkecualikan salat sunah, Sekalipun salat hari Raya dan Nazar. Karena itu, doa Qunut tidak disunahkan pada kedua salat tersebut (akan tetapi tidak Makruh juga jika dikerjakan Pen).
Qunut dibaca dengan mengarigkat kedua tangan setinggi pundak, sekalipun sedang membaca pujian, sebagaimana dalam doa-doa lain, hal ini sebagai tidak ituba’ kepada Nabi saw. Di kala berdoa untuk menghasilkan sesuatu, misalnya menolak bencana selama umurnya, supaya menjadikan bagian dalam telapak tangan . ditengadahkan ke arah langit (atas), dan di kala berdoa untuk menghilangkan bencana yang menimpa, supaya membalik telapak tangannya.
Bagi khotib makruh mengangkat tangannya di kala berdoa. Jenis doa Qunut adalah: Allaahummahdinii fiiman hadait … dan seterusnya. (Ya, Allah, tunjukkanlah daku seperti orang yang telah Engkau tunjukkan, sejahterakanlah daku seperti orang yang telah Engkau : beri kesejahteraan, kasihanilah daku seperti orang yang telah Engkau kasihi, -maksudnya, masukkanlah daku ke golongan orang-orang yang Engkau kasihi, Berikanlah anugerah Engkau padaku, jagalah daku dari takdir jelek Engkau, karena sesungguhnya Engkau-lah Pemasti dan tidak dapat dipastikan, Tiada hina bagi orang yang Engkau angkat, Tiada mulia bagi orang yang telah Engkau musuhi: Maha Suci Engkau, wahai, Tuhanku, dan Maha Tinggi Engkau, Bagi Engkau semua keputusan Engkau, daku mohon ampun dan tobat kepada Engkau).Setelah doa di atas, sunah membaca salawat-salam buat. Baginda Nabi saw. dan keluarganya, di mana hal ini tidak disunahkan pada awal doa Qunut.
dan menambahi
sunah menyambung doa di atas
bagi orang
yang disebutkan diatas
doa qunut
sahabat Umar r.a
yang
ada
dengan qunut
yang dibaca
ketika
Subuh
yaitu
Ya, Allah
sesungguhnya
kami mohon pertolongan
ampunan
dan hidayah-Mu
kami beriman
kepada-Mu
dan berserah diri
kepada-Mu
kami memuji
kepada-Mu
dengan kebaikan
segalanya
kami bersyukur
dan tidak kufur kepada-Mu
serta kami tidak kenal
dan meninggalkan
orang
yang lancang kepada-Mu
Ya, Allah
hanya kepada-Mu-lah
kami beribadah
dan kepada-Mu
kami salat
dan sujud
hanya kepada-Mu
kami bergegas
dan berlari
maksudnya
dengan cepat
kami mengharap
rahmat dari-Mu
dan takut
siksa dari-Mu
Sesungguhnya
siksa-Mu
terjadi
pada orang-orang kafir
adalah hal benar
Kemudian, karena
ada
qunut
shubuh
yang disebutkan
pertama tadi
ditetapkan
oleh
Nabi
saw.
maka lebih didahulukan
daripada
qunut sahabat Umar ini
Karena itu
kemudian
jika menginginkan
salah satunya
saja
maka cukuplah
dengan
yang pertama tadi
tidak ditentukan susunan redaksinya
Kalimat-kalimat
doa Qunut itu
Karena itu, sudah cukup
doa Qunut
dengan membaca ayat Alqur-an
yang berisikan
doa
jika dimaksudkan untuk qunut
misalnya akhir
surah Al-Baqarah
Begitu juga
dengan membaca doa
segala bentuk
sekalipun
tidak
bersumber dari Nabi saw.
berpendapat
Guru kami
Pendapat yang
jelas argumentasinya
bahwa
Qunut
Nazilah ‘itu
dilakukan setelah
membaca qunut
salat Subuh
kemudian
ditutup
dengan memohon
supaya menghilangkan
bencana yang sedang menimpa
dan mengeraskan
suaranya
yakni
Dalam membaca qunut
hukumnya Sunnah
bagi imam
sekalipun
dalam salat sirriyah
Sedang bagi makmum
yang tidak mendengar qunut imam
dan orang yang salat sendirian
hendaknya membaca pelan-pelan
suara tersebut
secara mutlak
sunah membaca amin
dengan suara keras
Bagi makmum
yang mendengar
qunut
imam
karena berdoa
atas ‘ bacaan Imamnya
dan Termasuk
doa
adalah membaca salawat
atas
Nabi
saw.
Karena itu makmum agar membaca amin
atas bacaan itu
menurut
beberapa tinjauan pendapat
Mengenai
isi doa qunut
yang. berisi pujian, yaitu
mulai kalimat فَإِنَّكَ تَقْضِى
sampai
akhir
makmum supaya membaca sendiri
dengan suara pelan-pelan.
Sedang
bagi makmum
yang tidak mendengar qunut imam
atau mendengar
suara
tapi tidak paham
supaya membaca qunut
dengan suara pelan
ويزيد فيه - من مر - قنوت عمر الذي كان يقنت به في الصبح، وهو: اللهم إنا نستعينك ونستغفرك ونستهديك، ونؤمن بك ونتوكل عليك، ونثني عليك الخير كله، نشكرك ولا نكفرك، ونخلع ونترك من يفجرك. اللهم إياك نعبد، ولك نصلي ونسجد، وإليك نسعى ونحفد - أي نسرع - نرجو رحمتك ونخشى عذابك إن عذابك الجد بالكفار ملحق. ولما كان قنوت الصبح المذكور أولا ثابتا عن النبي (ص) قدم على هذا، فمن ثم لو أراد أحدهما فقط اقتصر على الاول، ولا يتعين كلمات القنوت، فيجزئ عنها آية تضمنت دعاء إن قصده - كآخر البقرة - وكذا دعاء محض ولو غير مأثور. قال شيخنا: والذي يتجه أن القانت لنازلة يأتي بقنوت الصبح ثم يختم بسؤال رفع تلك النازلة. (وجهر به) أي القنوت، ندبا، (إمام) ولو في السرية، لا مأموم لم يسمعه ومنفرد فيسران به مطلقا، (وأمن) جهرا (مأموم) سمع قنوت إمامه للدعاء منه. ومن الدعاء: الصلاة على النبي (ص)، فيؤمن لها على الاوجه. أما الثناء وهو: فإنك تقضي - إلى آخره - فيقوله سرا. أما مأموم لم يسمعه أو سمع صوتا لا يفهمه فيقنت سرا
Bagi orang yang salat munfarid (sendirian) dan imam jamaah’ Mahshurin, sunah menyambung doa di atas dengan qunut yang dibaca sahabat Umar r.a. ketika salat Subuh, yaitu: Allaahumma innaa…dan seterusnya (Ya, Allah, sesungguhnya kami mohon pertolongan ampunan dan hidayah-Mu, kami beriman dan berserah diri kepada-Mu, kami memuji-Mu dengan segala kebaikan, kami bersyukur dan tidak kufur kepada-Mu, serta kami tidak kenal dan meninggalkan orang yang lancang kepada-Mu. Ya, Allah, hanya kepada-Mu-lah kami beribadah,
salat dan sujud, hanya kepada-Mu kami bergegas dan berlari, kami mengharap rahmat dan takut siksa dari-Mu, Sesungguhnya siksa-Mu adalah hal benar terjadi pada orang-orang kafir). Kemudian, karena qunut yang pertama tadi ditetapkan oleh Nabi saw., maka lebih didahulukan daripada qunut sahabat Umar ini. Karena itu, bagi orang yang mencukupkan diri dengan satu qunut, maka bacalah qunut yang pertama tadi. Kalimat-kalimat doa Qunut itu tidak ditentukan susunan redaksinya. Karena itu, sudah cukup doa Qunut dengan membaca ayat Alqur-an yang berisikan doa, jika dimaksudkan untuk qunut, misalnya akhir surah Al-Baqarah.
Begitu juga, qunut ilu cukup dengan membaca segala bentuk doa, sekalipun tidak bersumber dari Nabi saw. Guru kami berpendapat: Pendapat yang jelas argumentasinya, bahwa Qunut Nazilah ‘itu dilakukan setelah membaca qunut salat Subuh, lalu ditutup dengan memohon supaya bencana yang sedang menimpa
itu lenyap. Dalam membaca qunut. bagi imam sunah mengeraskan suaranya, sekalipun dalam salat sirriyah. Sedang bagi makmum yang tidak mendengar qunut imam dan orang yang salat sendirian, mereka tidak diperintah mengeraskan suara, tapi hendaknya membaca pelanpelan secara mutlak (baik dalam salat jahriyah atau Sirriyah, dan baik salat Subuh atau lainnya -pen). Bagi makmum yang mendengar qunut imam, ia sunah membaca amin dengan suara keras, karena berdoa atas ‘ bacaan Imamnya. Termasuk doa, adalah membaca salawat atas Nabi saw. Karena itu, makmum agar membaca amin atas bacaan itu, menurut beberapa tinjauan pendapat.
Mengenai isi doa qunut yang. berisi pujian, yaitu mulai kalimat فَإِنَّكَ تَقْضِىsampai akhir, makmum supaya membaca sendiri dengan suara pelan-pelan. Sedang bagi makmum yang tidak mendengar qunut imam atau mendengar, tapi tidak paham, supaya membaca qunut dengan suara pelan.
makruh
Bagi imam
mengkhususkan
untuk dirinya sendiri
doa
maksudnya
dalam doa
qunut
sebab ada larangan bagi imam
untuk mengkhususkan
dirinya
seperti ini
supaya membaca
Imam
(ihdinaa)
dan semua lafal
yang di-athafkan
dengannya diucapkan
dengan bentuk
dhamir jamak
Pada dasarnya
sesungguhnya
berlaku
dalam semua bentuk doa
hal yang semacam ini
Yang jelas, kemakruhan
mengkhususkan dirinya
dalam berdoa di atas
adalah diarahkan pada doa
yang tidak datang
dari Nabi
saw
padahal beliau
seorang imam
dengan bentuk
Ifrad
dan hal ini justru
banyak sekali
berkata
Di antara
Ulama Huffazh (ahli ilmu Hadis)
Sesungguhnya
doa Nabi
semua
adalah dengan bentuk
Ifrad (tunggal).
dan dari
sini
Berangkat
sebagian dari mercka
mengkhususkan berdoa
dengan bentuk jamak
hanya dalam berqunut saja
(وكره لامام تخصيص نفسه بدعاء) أي بدعاء القنوت، للنهي عن تخصيص نفسه بالدعاء. فيقول الامام: اهدنا، وما عطف عليه بلفظ الجمع. وقضيته أن سائر الادعية كذلك، ويتعين حمله على ما لم يرد عنه (ص) وهو إمام بلفظ الافراد وهو كثير. قال بعض الحفاظ: إن أدعيته كلها بلفظ الافراد، ومن ثم جرى بعضهم على اختصاص الجمع بالقنوت.
Bagi imam makruh mengkhususkan doa untuk dirinya sendiri, -maksudnya dalam doa qunut-, sebab ada larangan bagi imam untuk mengkhususkan dirinya seperti ini. Imam supaya membaca اِهْدِنَا dan semua lafal yang di-athafkan dengannya diucapkan dengan bentuk dhamir jamak. Pada dasarnya, hal yang semacam ini berlaku dalam semua bentuk doa.
Yang jelas, kemakruhan mengkhususkan dirinya dalam berdoa di atas, adalah diarahkan pada doa yang tidak datang dari Nabi saw. dengan bentuk Ifrad, padahal beliau seorang imam dan hal ini justru banyak sekali (kalau doa itu datang dari Nabi saw. dengan bentuk mufrad, maka bagi imam tidak dimakruhkan mengkhususkan dirinya dengan doa itu -pen). Di antara Ulama Huffazh (ahli ilmu Hadis) berkata: Sesungguhnya semua doa Nabi adalah dengan bentuk Ifrad (tunggal). Berangkat dari sini, sebagian dari mercka mengkhususkan berdoa dengan bentuk jamak hanya dalam berqunut saja.
dan
ketujuh
Sujud
dua kali
untuk tiap-tiap
rakaat
pada sesuatu
yang bukan
bawaan
orang yang salat
sekalipun
ikut bergerak
sebab gerak orang itu
dan sekalipun
bersujud
di atas balai-balai (ranjang)
yang turut bergerak
sebab geraknya
Sebab, barang tersebut
bukan
termasuk bawaan
baginya
Karena itu tidak ada masalah
sujud
di atas tempat semacam itu
sebagaimana
ketika
bersujud
di atas
bawaannya
tetapi tidak bergerak
atas gerak orang itu
pucuk
selendang
yang panjang
Tidak termasuk
dalam keterangan
pada sesuatu
yang bukan
bawaannya
baginya
permasalahan
bila sujud
pada
bawaannya
yang turut bergerak
atas gerak orang yang salat
seperti bersujud pada pucuk
serban
maka sujud ini hukumnya tidak sah
Karena itu
Sujud
di atas pucuk serban
membatalkan
salat
jika disengaja
dan mengerti
akan keharamannya
Kalau tidak sedemikian rupa
maka cukuplah mengulang
sujudnya
dan Sah sujud
di atas
tangan
orang lain
dan pada
semacam sapu tangan
yang dipegang
tangannya sendiri
sebab barang ini
dengan
dihukumi
sebagai terpisah
dan jika
bersujud
pada
sesuatu
yang kemudian melekat
pada keningnya
adalah sah saja
dan wajib
menghilangkan barang tersebut
ketika sujud
kedua
Sujud itu dilakukan
dengan menyungkur
dengan cara mengangkat
pada posisi lebih tinggi bagian pantat
dan sekitarnya
daripada
kepala
dan dua pundaknya
Dasarnya adalah ittiba’ kepada Nabi saw
maka jika
membalik posisi
atau sejajar
maka belumlah bisa dianggap cukup
Memang begitu
jika . ternyata
pada badan
orang itu
ada suatu ciri (cacat)
yang tidak memungkinkan
untuk orang itu
untuk bersujud
kecuali
dengan cara demikian
maka hal itu sudahlah mencukupinya.
(Sujud) dilakukan dengan meletakkan
sebagian
keningnya
dengan keadaan terbuka
maksudnya
dengan
keadaan terbuka
maka jika
ada
pada keningnya
terdapat Penghalang
semacam pembalut
maka sujudnya tidak sah
Kecuali
balutan
luka
yang sulit
untuknya
dilepas
dengan kesulitan
yang luar biasa
maka sujud seperti ini hukumnya sah
dan
dengan
menekankan
keningnya
saja
pada
tempat salat
sehingga tempat itu dapat
terbebani
dengan berat kepala
Hal ini berbeda
dengan pendapat Imam Al-Haramain
Juga
dengan meletakkan
sebagian
sepasang lutut
dan
sebagian
dalam
telapak tangan
yakni dari telapak tangan
dalam
jari-jari tangan
dan
sebagian
dalam
jari-jari
kaki
bukan
sesuatu
yang lain
hal tersebut
misalnya: tepi jari
ujung jari
jari-jari
dan jari samping luarnya
dan jika
telah hilang
jari
kaki
tetapi
dapat
meletakkan
dalam saja
maka hal ini tidak wajib dilakukan
sebagaimana
kesimpulan
dari pembahasan
Guru kami berdua (Imam AnNawawi dan Imam Ar-Raft’i). ,
Tidaklah wajib pula (tapi sunah)
menekankan
anggota-anggota
selain
kening tersebut di atas
sebagaimana sunah membuka
selain
kedua lutut (untuk lutut hukumnya makruh membukanya -pen).
(و) سابعها: (سجود مرتين) كل ركعة، (على غير محمول) له، (وإن تحرك بحركته) ولو نحو سرير يتحرك بحركته لانه ليس بمحمول له فلا يضر السجود عليه، كما إذا سجد على محمول لم يتحرك بحركته كطرف من ردائه الطويل. وخرج بقولي: على غير محمول له، ما لو سجد على محمول يتحرك بحركته، كطرف من عمامته، فلا يصح، فإن سجد عليه بطلت الصلاة إن تعمد وعلم تحريمه، وإلا أعاد السجود. ويصح على يد غيره، وعلى نحو منديل بيده لانه في حكم المنفصل، ولو سجد على شئ فالتصق بجبهته صح، ووجب إزالته للسجود الثاني. (مع تنكيس) بأن ترتفع عجيزته وما حولها على رأسه ومنكبيه، للاتباع. فلو انعكس أو تساويا لم يجزئه. نعم، إن كان به علة لا يمكنه معها السجود إلا كذلك أجزأه، (بوضع بعض جبهته بكشف) أي مع كشف. فإن كان عليها حائل كعصابة لم يصح، إلا أن يكون لجراحة وشق عليه إزالته مشقة شديدة، فيصح. (و) مع (تحامل) بجبهته فقط على مصلاه، بأن ينال ثقل رأسه، خلافا للامام. (و) وضع بعض (ركبتيه و) بعض (بطن كفيه) من الراحة وبطون الاصابع (و) بعض بطن (أصابع قدميه) دون ما عدا ذلك، كالحرف وأطراف الاصابع وظهرهما. ولو قطعت أصابع قدميه وقدر على وضع شئ من بطنهما لم يجب، كما اقتضاه كلام الشيخين. ولا يجب التحامل عليها بل يسن، ككشف غير الركبتين.
Sujud dua kali untuk tiap-tap rakaat, pada sesuatu yang bukan bawaan orang yang salat, sekalipun ikut bergerak sebab gerak orang itu: dan sekalipun bersujud di atas balai-balai (ranjang) yang turut bergerak sebab geraknya. Sebab, barang tersebut bukan termasuk bawaannya. Karena itu, sujud di atas tempat semacam itu tidak ada masalah, sebagaimana bersujud di atas bawaannya, tetapi tidak bergerak atas gerak orang itu, nya, pucuk selendang yang panjang.
Tidak termasuk dalam keterangan “pada sesuatu yang bukan bawaannya”, bila sujud pada bawaannya yang turut bergerak atas gerak orang yang salat, seperti bersujud pada pucuk serban, maka sujud ini hukumnya tidak sah. Sujud di atas pucuk serban itu membatalkan salat, jika disengaja dan mengerti akan keharamannya. Kalau tidak sedemikian rupa, maka cukuplah mengulang sujudnya. Sah sujud
di atas tangan orang lain atau semacam sapu tangan yang dipegang tangannya sendiri, sebab barang ini dihukumi sebagai terpisah. Jika bersujud pada sesuatu yang kemudian melekat pada keningnya, adalah sah saja, dan wajib menghilangkan barang tersebut ketika sujud kedua (barang itu seperti kertas dan sebagainya -Pen). Sujud itu dilakukan dengan menyungkur. Yaitu bagian pantat dan sekitarnya berada pada posisi lebih tinggi daripada kepala: Dasarnya adalah ittiba’ kepada Nabi saw.
Jika kepala lebih tinggi daripada pantat dan sekitarnya, atau sejajar, maka belumlah bisa dianggap cukup. Memang begitu, (tapi) jika . ternyata pada badan orang itu ada suatu ciri (cacat) yang tidak memungkinkan untuk bersujud kecuali dengan cara demikian, maka hal itu sudahlah mencukupinya. (Sujud) dilakukan dengan meletakkan sebagian keningnya-
dengan keadaan terbuka. Jika pada keningnya terdapat Penghalang semacam pembalut, maka sujudnya tidak sah. Kecuali balutan luka yang sulit antuk dilepas, maka sujud bukaan keadaan seperti ini hukumnya sah. Dan dengan menekankan keningnya pada tempat salat, sehingga tempat itu dapat terbebani dengan berat kepala. Hal ini berbeda dengan pendapat Imam Al-Haramain.
Juga dengan meletakkan sepasang lutut, telapak tangan, dalam jari-jari tangan, dan sebagian jari-jari kaki, bukan yang lain, misalnya: tepi jari, ujung jari dan jari samping luarnya. Jika jari kaki telah hilang, tetapi dapat meletakkan bagian dalam saja, maka hal ini tidak wajib dilakukan, sebagaimana kesuupulan dari pembahasan Guru kami berdua (Imam AnNawawi dan Imam Ar-Raft’i). ,
Tidaklah wajib pula (tapi sunah), menekankan anggota-anggota selain kening tersebut di atas, sebagaimana sunah membuka selain kedua lutut (untuk lutut hukumnya makruh membukanya -pen).
sunah
Ketika sujud
meletakkan
hidung
bahkan
hal itu hukumnya sunah muakkad
karena sebuah hadis
sahih
dan dari
hadis tersebut
ada pendapat
yang mewajibkannya
dan disunnahkan
dengan meletakkan
sepasang lutut
memulai
secara merenggang
kira-kira sejarak
satu jengkal
kemudian
dua telapak tangan
sejajar
pundak
dengan terangkat
lengan
di atas tanah
dan saling berhimpitan
jari membentang (tidak menggenggam)
serta menunjuk
ke arah kiblat
kemudian
kening
dan hidungnya
bersama-sama
Juga sunah merenggangkan
kedua tumit
sejarak
satu jengkal
menegakkannya
menghadap
untuk jari-jari
kiblat
dan mengeluarkan tumit
dari pakaian bagian bawah (bagi selain wanita dan khuntsa -pen).
dan disunnahkan
membuka
kedua mata
Di kala
sujud
seperti
yang dikemukakan
oleh Imam Ibnu ‘Abdis Salam
yang kemudian dikukuhkan
oleh Imam Az-Zarkasyi
makruh hukumnya
Tidak menuruti
tata tertib
di atas
Juga makruh, jika tidak
meletakkan
hidung pada tanah (tempat bersujud)
sunah membaca
Maha Suci
Tuhanku
yang maha tinggi
dengan pujian-Nya
dan seterusnya tiga kali
Dalam bersujud
sebagai tindak ittiba’ kepada Nabi saw.
menambahkannya
Bagi munfarid dan imam jamaah Mahshurin
sunah
Ya, Allah
kepada-Mu
kami bersujud
dan kepadamu
kami beriman
dan kepadamu
kami berserah diri
bersujud
wajahku/semua anggota badanku
kepada
Penciptanya
yang membentuk rupa
yang melengkapinya
dengan telinga
dan mata
dengan upaya
dan kekuatan-Nya
Maha Suci Allah
sebagai sebagus-bagus
pencipta
dan disunnahkan
memperbanyak
doa
dalam sujud
Di antara doa
yang datang
dari Nabi saw
Ya, Allah
sesungguhnya aku
berlindung
dengan ridha-Mu
dari murka-Mu
di bawah kesejahteraan-Mu
dari siksa-Mu
dan aku berlindung
dengan-Mu
dari murka-Mu
tak sanggup rasanya aku menghitung
pujian
untuk-Mu
engkau
sebagaimana
Engkau memuji
atas
Dzat-Mu
Ya, Allah
ampunilah
diriku
dosaku
semuanya
yang lembut
dan besar
yang awal
dan akhir
yang tampak jelas
dan yang samar
Imam An-Nawawi berkata
dalam kitab Ar-Raudhah
Memperpanjang
sujud
lebih utama
daripada memperpanjang
rukuk.
(وسن) في السجود (وضع أنف) بل يتأكد لخبر صحيح، ومن ثم اختير وجوبه. ويسن وضع الركبتين أولا متفرقتين قدر شبر، ثم كفيه حذو منكبيه، رافعا ذراعيه عن الارض وناشرا أصابعه مضمومة للقبلة، ثم جبهته وأنفه معا، وتفريق قدميه قدر شبر ونصبهما موجها أصابعهما للقبلة، وإبرازهما من ذيله. ويسن فتح عينيه حالة السجود - كما قاله ابن عبد السلام، وأقره الزركشي -. ويكره مخالفة الترتيب المذكور وعدم وضع الانف، (وقول: سبحان ربي الاعلى وبحمده ثلاثا) في السجود للاتباع. ويزيد من مر ندبا: اللهم لك سجدت، وبك آمنت، ولك أسلمت. سجد وجهي للذي خلقه وصوره وشق سمعه وبصره بحوله وقوته، تبارك الله أحسن الخالقين. ويسن إكثار الدعاء فيه. ومما ورد فيه: اللهم إني أعوذ برضاك من سخطك، وبمعافاتك من عقوبتك. وأعوذ بك منك، لا أحصي ثناء عليك أنت كما أثنيت على نفسك اللهم اغفر لي ذنبي كله، دقه وجله، وأوله وآخره، وعلانيته وسره. قال في الروضة: تطويل السجود أفضل من تطويل الركوع.
Ketika sujud, sunah meletakkan hidung, bahkan karena sebuah hadis sahih, hal itu hukumnya sunah muakkad. Dari hadis tersebut ada pendapat yang mewajibkannya. Sunah memulai bersujud dengan meletakkan sepasang lutut secara merenggang, kirakira sejarak
satu jengkal, lalu dua telapak tangan sejajar pundak dengan lengan terangkat di atas tanah dan jari membentang (tidak menggenggam), tapi saling berhimpitan serta menunjuk ke arah kiblat. Lalu meletakkan kening bersama-sama hidungnya. Juga sunah merenggangkan kedua tumit sejarak satu jengkal, menegakkannya untuk jari-jari menghadap kiblat, dan mengeluarkan tumit dari pakaian bagian bawah (bagi selain wanita dan khuntsa -pen).
Di kala sujud, sunah membuka mata, seperti yang dikemukakan oleh Imam Ibnu ‘Abdis Salam, yang kemudian dikukuhkan oleh Imam Az-Zarkasyi. Tidak menuruti tata tertib di atas, adalah makruh hukumnya. Juga makruh, jika tidak meletakkan hidung pada tanah (tempat bersujud).
Dalam bersujud, sunah membaca: Subhaana … dan seterusnya tiga kali (Maha Suci Tuhanku dengan pujian-Nya) sebagai tindak ittiba’ kepada Nabi saw. Bagi munfarid dan imam jamaah Mahshurin, sunah menambahkannya: Allaahumma… dan seterusnya. (Ya, Allah, kepada-Mu kami bersujud, beriman dan berserah diri, wajahku/semua anggota badanku bersujud kepada Penciptanya, yang membentuk rupa, yang melengkapinya dengan mata dan telinga, dengan upaya dan kekuatan-Nya, Maha Suci Allah sebagai sebagus-bagus pencipta). Sunah memperbanyak doa dalam sujud. Di antara doa yang datang dari Nabi saw. adalah: Allaahumma innii … dan seterusnya. (Ya, Allah, aku berlindung dari murka-Mu dengan ridha-Mu, di bawah kesejahteraan-Mu dari siksa-Mu, dan aku berlindung dengan-Mu “dari murka-Mu, tak sanggup rasanya aku menghitung pujian untuk-Mu sebagaimana Engkau memuji atas Dzat-Mu. Ya, Allah, ampunilah semua dosaku, yang lembut dan besar, yang awal dan akhir, yang tampak jelas dan yang samar). Imam An-Nawawi berkata dalam kitab Ar-Raudhah: Memperpanjang sujud lebih utama daripada memperpanjang rukuk.
dan
ke delapan
Duduk
di antara keduanya
yakni dua sujud
sekalipun
pada
salat sunah
menurut
pendapat Yang Muktamad
Waktu duduk, wajib
tidak dimaksudkan
dengan bangun dari sujud
untuk selain duduk
Karena itu, jika
ia mengangkat (bangun dari sujud)
karena kesakitan
dari
semacam
sengatan
binatang kala
maka ia harus kembali
pada posisi sujud
Diperbolehkan selama duduk
masih tetap
melekat
tangannya
sampai
sujud
yang kedua
hal ini sudah disepakati ulama
Lain halnya
dengan ulama
yang berpendapat
sebaliknya (salat semacam itu hukumnya batal -pen).
supaya tidak diperpanjang Untuk duduk
dan iktidal
Sebab keduanya
bukanlah
dimaksudkan
dengan perbuatan itu sendiri
tapi
hanya dilakukan
sebagai pemisah saja
Karena itu, cukuplah
dengan pendek
maka jika
ia memperpanjang
salah satu dari keduanya
melebihi
zikir
yang telah ditentukan
di situ
seukuran
bacaan Fatihah
dalam iktidal
dan seukuran pendek
bacaan tasyahud
dalam masalah duduk (di antara dua sujud)
padahal ia mengerti
dan tahu
maka batal
salatnya
(و) ثامنها: (جلوس بينهما) أي السجدتين، ولو في نفل على المعتمد. ويجب أن لا يقصد برفعه غيره، فلو رفع فزعا - من نحو لسع عقرب - أعاد السجود. ولا يضر إدامة وضع يديه على الارض إلى السجدة الثانية اتفاقا، خلافا لمن وهم فيه. (ولا يطوله، ولا اعتدالا) لانهما غير مقصودين لذاتهما بل شرعا للفصل، فكانا قصيرين. فإن طول أحدهما فوق ذكره المشروع فيه - قدر الفاتحة في الاعتدال أقل التشهد في الجلوس - عامدا عالما بطلت صلاته.
Duduk di antara dua sujud, sekalipun pada salat sunah, menurut pendapat Yang Muktamad.
Waktu duduk, wajib tidak dimaksudkan untuk selain duduk dengan bangun dari sujud.
Karena itu, jika ia mengangkat (bangun dari sujud) karena kesakitan sengatan semacam binatang kala, maka ia harus kembali pada posisi sujud. Diperbolehkan selama duduk tangannya masih tetap melekat di tanah (tempat sujud) sampai sujud yang kedua, hal ini sudah disepakati ulama. Lain halnya dengan ulama yang berpendapat sebaliknya (salat semacam itu hukumnya batal -pen).
Untuk duduk dan iktidal, supaya tidak diperpanjang. Sebab keduanya bukanlah dimaksudkan dengan perbuatan itu sendiri, tapi hanya dilakukan sebagai pemisah saja. Karena itu, cukuplah dikerjakan dengan pendek. Jika ia memperpanjang melebihi zikir yang telah ditentukan di situ, seukuran bacaan Fatihah dalam ikudal, dan seukuran bacaan tasyahud pendek dalam masalah duduk (di antara dua sujud), padahal ia mengerti dan tahu, maka batal salatnya.
dan sunnah
di dalamnya
yakni duduk
di antara
dua sujud
dan
dalam
tasyahud
awal
duduk
istirahat
begitu juga
dalam
tasyahud
akhir
yang diikuti
sujud
sahwi
agar duduk iftirasy
Yaitu duduk
Yaitu duduk
di atas
tumit
kaki kiri
yang dilipat sedemikian rupa
Sehingga menempel
bagian atas (luar)
tanah
diletakkan
Tapak tangan
pada
kedua paha
dekat
dengan lutut
sehingga
sejajar ujung lutut
dengan ujung
jari
dalam keadaan terbentang
jari-jari
Sambil mengucapkan
Ya, Allah
ampunilah
diriku
sampai
seterusnya
kesempurnaan doanya
kasihanilah aku
angkatlah aku
tambahlah kekuranganku
anugerahilah aku rezeki
berilah aku hidayah
dan kesejahteraan
Sebagai tindak ittiba” kepada Nabi
dan Makruh
mengucapkan اِغْفِرْلِىْ
tiga kali
dan
Sunah
duduk
istirahat
sepanjang
duduk
di antara
dua sujud
sebagai ittiba’
sekalipun
pada
salat sunah
dan sekalipun
tidak mengerjakannya
sang imam
berbeda
dengan pendapat Guru kami
karena akan berdiri
yakni
(Kesunahan duduk tersebut)
dari
sujud
selain
sujud Tilawah
dan disunnahkan
agar berpegangan
dengan
telapak
tangan
untuk
berdiri
dari sujud
atau duduk
(وسن فيه) الجلوس بين السجدتين، (و) في (تشهد أول) وجلسة استراحة، وكذا في تشهد أخير إن تعقبه سجود سهو. (افتراش) بأن يجلس على كعب يسراه بحيث يلي ظهرها الارض، (واضعا كفيه) على فخذيه قريبا من ركبتيه بحيث تسامتهما رؤوس الاصابع، ناشرا أصابعه، (قائلا: رب اغفر لي، إلى آخره) تتمته: وارحمني، واجبرني، وارفعني، وارزقني، واهدني، وعافني. للاتباع. ويكره: اغفر لي، ثلاثا. (و) سن (جلسة استراحة) بقدر الجلوس بين السجدتين - للاتباع -، ولو في نفل، وإن تركها الامام - خلافا لشيخنا - (لقيام) أي لاجله، عن سجود لغير تلاوة. ويسن اعتماد على بطن كفيه في قيام من سجود وقعود.
Sunah dalam duduk di antara dua sujud, dalam tasyahud awal, duduk istirahat dan tasyahud akhir yang diikuti sujud sahwi, agar duduk iftirasy. Yaitu duduk di atas tumit kaki. kiri yang dilipat sedemikian rupa, Sehingga bagian atas (luar) menempel tanah. Tapak tangan diletakkan pada kedua paha, sehingga ujung jari sejajar dengan ujung lutut dalam keadaan jari-jari terbentang tidak mengepal. Sambil mengucapkan: Rabbighfirlii
dan seterusnya. (Ya, Allah, ampunilah daku, kasihanilah daku, tambahlah kekuranganku, angkailah daku, anugerahilah daku rezeki, berilah daku hidayah dan kesejahteraan), Sebagai tindak ittiba” kepada Nabi. Makruh mengucapkan اِغْفِرْلِىْ tiga kali Sunah duduk istirahat sepanjang duduk di antara dua sujud, -sebagai ittiba’sekalipun pada salat sunah, dan sekalipun sang imam tidak mengerjakannya, berbeda dengan pendapat Guru kami.
(Kesunahan duduk tersebut) karena akan berdiri dari sujud, selain sujud Tilawah. Sunah untuk berdiri dari sujud atau duduk, agar berpegangan dengan telapak tangan…
dan
kesembilan
Thuma’ninah
pada
setiap
rukuk
dua sujud
duduk
di antara dua sujud
dan iktidal
sekalipun
ada
pada
salat sunah
Lain halnya dengan pendapat (Imam Al-Ardabili?)
dalam kitab Al-Anwar. (Redaksi kitab tersebut: Jika seseorang meninggalkan iktidal atau duduk di antara. dua sujud pada salat sunah, maka salatnya tidak batal -pen).
Batasan thuma’ninah
adalah: Berhentinya
kembali anggota-anggota badan
sehingga
dapat terpisahkan
antara perbuatan salat yang sudah
dilakukannya
dan yang akan
dilakukan
terhadapnya (diam setelah dua gerak, yaitu gerak dari rukun yang akan dikerjakan -pen).
(و) تاسعها: (طمأنينة في كل) من الركوع والسجودين، والجلوس بينهما، والاعتدال، ولو كانا في نفل، خلافا للانوار. وضابطها أن تستقر أعضاوه بحيث ينفصل ما انتقل إليه عما انتقل عنه..
Thuma’ninah pada setiap rukuk, dua sujud, duduk di antara dua sujud dan iktidal, sekalipun pada salat sunah. Lain halnya dengan pendapat (Imam Al-Ardabili?) dalam kitab Al-Anwar. (Redaksi kitab tersebut: Jika seseorang meninggalkan iktidal atau duduk di antara. dua sujud pada salat sunah, maka salatnya tidak batal -pen). Batasan thuma’ninah adalah: Berhentinya kembali anggotaanggota badan, sehingga dapat terpisahkan antara perbuatan salat yang sudah dan yang akan dilakukan (diam setelah dua gerak, yaitu gerak dari rukun yang akan dikerjakan -pen).
dan
kesepuluh
Tasyahud
Akhir
Paling tidak yang dibaca dalam tasyahud
seperti
yang diriwayatkan
oleh Imam Asy-Syafi’i
dan At-Tirmidzi
Segala penghormatan
bagi Allah
sampai
seterusnya
sempurnanya
Salam seyahtera
kepadamu
wahai
nabi
dan rahmat
Allah
semoga terlimpahkan
Salam
untuk kita semua
dan sekalian
hamba
Allah
yang saleh-saleh
Aku bersaksi
bahwa
tiada
Tuhan
selain
Allah
dan aku bersaksi sesungguhnya
Nabi Muhammad
adalaha utusan
Allah
dan disunnahkan
bagi setiap orang salat (munfarid, makmum dan imam)
menambahnya dengan
Yang diberkah
salawat
dan kebagusan-kebagusan
menambah lafal. وأشهد
pada keduanya
dan memakrifatkan
lafal السلام
pada dua tempatnya
Tidak disunahkan membaca Basmalah
terlebih dahulu
dan Tidak boleh
mengganti
kata-kata
dalam
redaksinya
yang pendek di atas
sekalipun
dengan sinonimnya
Misalnya lafal (an-nabiyyi)
diganti dengan الرَّسُوْلِ
atau sebaliknya
dan lafal محمد
diganti dengan. أحمد
atau lainnya lagi
sudah mencukupi (sah)
Bacaan وَأَنَ مُحَمَّدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
tidak mencukupi (tidak sah)
وَأَنَ مُحَمَّدًا رَسُوْلُهُ
Wajib
sesungguhnya
memperhatikan
di sini
tasydid-tasydidnya
jangan sampai
mengganti
huruf
dengan lainnya
wajib sambung-menyambung antara satu dengan lainnya
tertib tidak wajib
selama
tidak merusak
maknanya
maka Jika
membaca izhhar
nun
yang diidghamkan
ke dalam
lam
pada
lafal. أَنْ لاَإِلهَ إلاَّالله
maka membatalkan bacaan
Sebab di situ meninggalkan
tasydid
pada huruf lam
Sebagaimana halnya
jika meninggalkan
mengidghamkan
dal
lafal مُحَمَّدٍ
ke dalam
ra’
lafal. رَسُوْلُ الله
dan boleh juga
pada
lafal اَلنَّبِىِّ
dengan hamzah
juga tasydid seperti itu
(و) عاشرها: (تشهد أخير، وأقله) ما رواه الشافعي والترمذي: (التيحات لله إلى آخره) تتمته: سلام عليك أيها النبي ورحمة الله وبركاته، سلام علينا وعلى عباد الله الصالحين، أشهد أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله. ويسن لكل زيادة: المباركات الصلوات الطيبات، وأشهد الثاني، وتعريف السلام في الموضعين، لا البسملة قبله، ولا يجوز إبدال لفظ من هذا الاقل ولو بمرادفه، كالنبي بالرسول وعكسه، ومحمد بأحمد وغيره، ويكفي: وأن محمدا عبده ورسوله، لا وأن محمدا رسوله. ويجب أن يراعي هنا التشديدات، وعدم إبدال حرف بآخر، والموالاة لا الترتيب إن لم يخل بالمعنى. فلو أظهر النون المدغمة في اللام في أن لا إله إلا الله أبطل لتركه شدة منه، كما لو ترك إدغام دال محمد في راء رسول الله. ويجوز في النبي الهمزة والتشديد.
Tasyahud Akhir. Paling tidak yang dibaca dalam tasyahud, seperti yang diriwayatkan oleh Imam Asy-Syafi’i dan At-Tirmidzi ialah: Attahiyyaatw hilash … dan seterusnya. (Segala penghormatan bagi Allah. Salam seyahtera dan rahmai-Nya semoga lerlmpahkan kepadamu, wahm, Nah. Salam untuk Irta semua dan sekalian hamba Allah yang saleh-saleh. Aku bersaksi, bahwa hada Tuhan selam Allah, dan aku bersaksi sesungguhnya Nabi Muhammad
adalah pesuruh Allah). Sunah bagi setiap orang salat (munfarid, makmum dan imam) menambahnya dengan:. المباركات الصلوات الطّيّبات (Yang diberkah:, salawat dan kebagusan-kebagusan), menambah lafal. وأشهد , pada keduanya, dan memakrifatkan lafal السلام pada dua tempatnya. Tidak disunahkan membaca Basmalah terlebih dahulu.
Tidak boleh mengganti kata-kata dalam redaksinya yang pendek di atas, sekalipun dengan sinonimnya. Misalnya lafal diganti dengan الرَّسُوْلِ atau sebaliknya: dan lafal محمد diganti dengan. أحمد atau lainnya lagi. Bacaan وَأَنَ مُحَمَّدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ adalah sudah mencukupi (sah). Sedangkan وَأَنَ مُحَمَّدًا رَسُوْلُهُ tidak mencukupi (tidak sah). Wajib memperhatikan tasydidtasydidnya: jangan sampai mengganti huruf dengan lainnya wajib sambung-menyambung antara satu dengan lainnya, tertib tidak wajib, selama tidak merusak maknanya. Jika membaca izhhar nun yang diidghamkan ke dalam lam pada lafal. أَنْ لاَإِلهَ إلاَّالله , maka membatalkan bacaan (dan membatalkan salat, jika bacaan tersebut tidak diulangi dengan benar, tapi diteruskan sampai salam -pen). Sebab di situ meninggalkan tasydid pada huruf lam. Sebagaimana halnya tidak mengidghamkan dal lafal مُحَمَّدٍ ke dalam ra’ lafal. رَسُوْلُ الله boleh lafal اَلنَّبِىِّ dibaca juga dengan gengan bamzah, juga tasydid seperu itu.
dan
kesebelas
Shalawat
kepada
Nabi saw.
saw.
setelah membaca
yakni
setelah
membaca tasyahud
akhir
Berarti tidak boleh
dibaca sebelumnya
Salawat paling tidak yang harus dibaca
Ya, Allah
shalawat kepada Nabi
yakni
berikanlah
rahmat
atas Nabi Muhammad
disertai pengagungan
atau
Semoga Allah memberikan rahmat
kepada
Nabi Muhammad
atau
kepada
RasulNya
atau
kepada
Nabi
tidaklah cukup
dengan menggunakan lafal احمد
Sunah
pada
tasyahud
akhir
ada yang mengatakan
wajib
bersholawat
kepada
keluarga Nabi saw
dengan menambah/menyambung
sesudah
shalawat
Untuk
menjalankan kesunahan di atas
dengan menambah/menyambung
dan keluarganya
besertaan
minimal
shalawat
tidak disunahkan
pada
tasyahud awal
menurut
pendapat Ashah
sebab tasyahud awal, dikerjakan
secara
ringan (cepat)
karena sesungguhnya
Penambahan yang terjadi pada tasyahud awal
adalah pemindahan
rukun
gauli
dalam
suatu pendapat
yang hal ini
membatalkan salat
dalam
Kemudian dipilihlah
pendapat yang berlawanan
dengan Ashah
dengan dasar hadis-hadis
di dalamnya sahih
Sunah membaca selawat
yang paling sempurna
pada
akhir
tasyahud
Yaitu
Ya, Allah
berilah selawat
kepada
Nabi Muhammad
dan kepada
keluarga
Nabi Muhammad
sebagaimana
Engkau telah memberikan
kepada
Nabi Ibrahim
dan kepada
keluarga
Nabi Ibrahim
Berkahilah
kepada
Nabi Muhammad
dan kepada
Nabi Muhammad
keluarga
Engkau berikan
sebagaimana
kepada
Nabi Ibrahim
dan kepada
keluarga
Nabi Ibrahim
Sungguh Engkau
adalah Yang Terpuji
dan Yang Agung
Tentang salam kepada Nabi
telah disebut (dibaca)
dalam tasyahud di atas
Kalau toh tidak
di sini (selawat)
disebutkan (dibaca)
dari salam
hal ini bukan berarti memisahkan salawat
Tidaklah mengapa
menambahkan
lafal سَيِّدِنَ (Tuan kita)
sebelum
lafal. محمد (bahkan hal ini lebih utama -pen).
dan
Sunah
pada
tasyahud
akhir
memanjatkan doa
setelah
membaca
bacaan
tasyahud seluruhnya
Mengenai
tasyahud
awal
dimakruhkan
didalamnya
berdoa
sebab justru dibuat
supaya
ringan
Kecuali
jika sang makmum selesai
sebelum
imamnya
baru disunahkan berdoa
di sinilah
doa yang datang dari Nabi saw.
adalah doa yang paling utama
Yang paling kuat
adalah doa yang diwajibkan
oleh sebagian
ulama
sebagai berikut
Ya, Allah
sungguh aku
berlindung diri
kepada Mu
dan dari
Siksaan
kubur
dan dari
Siksaan
neraka
dan dari
fitnah
hidup
mati
dan dari
fitnah
Masihid
dajal
Dimakruhkan
tidak membaca doa tersebut
Di antara lagi
Ya, Allah
ampunilah
dosa-dosa saya
yang dulu
dan yang akhir
yang saya sembunyikan
dan tampakkan
yang saya melampawi batas
dan apapun
yang Engkau
lebih mengetahui
dengannya
daripada saya
Engkau
Yang Pendahulu
dan Engkau
Yang Terakhir
tiada
Tuhan
selain
engkau
Kedua hadis tersebut diriwayatkan
oleh Imam Muslim
Di antaranya
lagi
Ya, Allah
sungguh saya
telah berbuat zalim
pada diri saya
dengan kedzaliman
dengan sebesar
dan sebanyak-banyaknya
Padahal tiada yang bisa mengampuni
dosa
kecuali
Engkau
Karena itu, ampunilah
diriku
dengan pengampunan
dari
sisi Engkau
sesungguhnya
Engkau
Maha pengampun
Maha penyayang
Hadis riwayat
Bukhari
Sunah
yang harus dibaca
bagi doa
imam
dengan
ukuran minimal
lebih pendek
daripada bacaan tasyahud
dan salawat
atas
Nabi
saw.
berpendapat
Guru kami
Makruh membaca
salawat
kepada
Nabi
saw.
setelah
doa-doa
tasyahud
(و) حادي عشرها: (صلاة على النبي) (ص) (بعده) أي بعد تشهد أخير، فلا تجزئ قبله. (وأقلها: اللهم صل) أي ارحمه رحمة مقرونة بالتعظيم، أو صلى الله (على محمد)، أو على رسوله، أو على النبي، دون أحمد. (وسن في) تشهد (أخير) وقيل: يجب. (صلاة على آله) فيحصل أقل الصلاة على الآل بزيادة وآله، مع أقل الصلاة لا في الاول على الاصح، لبنائه على التخفيف، ولان فيها نقل ركن قولي على قول، وهو مبطل على قول. واختير مقابله لصحة أحاديث فيه. (ويسن أكملها في تشهد) أخير، وهو: اللهم صل على محمد وعلى آل محمد، كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم، وبارك على محمد وعلى آل محمد، كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم، إنك حميد مجيد. والسلام تقدم في التشهد فليس هنا إفراد الصلاة عنه، ولا بأس بزيادة سيدنا قبل محمد. (و) سن في تشهد أخير (دعاء) بعد ما ذكر كله. وأما التشهد الاول فيكره فيه الدعاء لبنائه على التخفيف، إلا إن فرغ قبل إمامه فيدعو حينئذ. ومأثوره أفضل، وآكده ما أوجبه بعض العلماء، وهو: اللهم إني أعوذ بك من عذاب القبر، ومن عذاب النار، ومن فتنة المحيا والممات، ومن فتنة المسيح الدجال. ويكره تركه. ومنه: اللهم اغفر لي ما قدمت وما أخرت، وما أسررت وما أعلنت، وما أسرفت، وما أنت أعلم به مني. أنعت المقدم وأنت المؤخر، لا إله إلا أنت. رواهما مسلم. ومنه أيضا: اللهم إني ظلمت نفسي ظلما كبيرا كثيرا ولا يغفر الذنوب إلا أنت، فاغفر لي مغفرة من عندك، إنك أنت الغفور الرحيم. رواه البخاري. ويسن أن ينقص دعاء الامام عن قدر أقل التشهد، والصلاة على النبي (ص). قال شيخنا: تكره الصلاة على النبي (ص) بعد أدعية التشهد.
Salawat Nabi saw. setelah membaca tasyahud akhir. Berarti tidak boleh dibaca sebelumnya, Salawat paling tidak yang harus dibaca: اَللهُمَّ صَلِّ عَلىَ مُحَمَّدٍ (Ya, Allah, berikanlah rahmat atas Nabi Muhammad),
atau. صلى الله على محمد/ على رسوله/ على النبى (Semoga Allah memberikan rahmat kepada Nabi Muhammad/RasulNya/Nabt): tidaklah cukup dengan menggunakan lafal احمد Sunah -ada yang mengatakan wajib-, pada tasyahud akhir ditambah membaca salawat kepada keluarga Nabi saw. Untuk menjalankan kesunahan di atas, paling tidak dengan menambah/menyambung والهِ sesudah salawat yang paling tidak harus dibaca di atas.
Penambahan itu tidak disunahkan pada tasyahud awal, menurut pendapat Ashah, sebab tasyahud awal, dikerjakan secara ringan (cepat). Bahkan ada suatu pendapat: Penambahan yang terjadi pada tasyahud awal adalah pemindahan rukun gauli, yang hal ini membatalkan salat. Kemudian dipilihlah pendapat yang berlawanan dengan Ashah (yaitu: menambah: salawat kepada keluarga Nabi pada tasyahud awal adalah sunah -pen), dengan dasar hadishadis sahih. Sunah membaca selawat yang paling sempurna pada tasyahud akhir. Yaitu: Allaahumma Shalli …… dan seterusnya.
(Ya, Allah, berilah selawat kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah memberikan kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Berkahilah Nabi Muhammad dan keluarganya, seperti Engkau berikan kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Sungguh Engkau adalah Yang Terpuji dan Yang Agung). Tentang salam kepada Nabi telah disebut (dibaca) dalam tasyahud di atas. Kalau toh di sini (selawat) tidak disebutkan (dibaca), hal ini bukan berarti memisahkan salawat dari salam.
Tidaklah mengapa menambah. kan lafal سَيِّدِنَ (Tuan kita) di depan lafal. محمد (bahkan hal ini lebih utama -pen). Sunah pada tasyahud akhir memanjatkan doa, setelah membaca bacaan tasyahud seluruhnya. Mengenai tasyahud awal, dimakruhkan berdoa, sebab justru dibuat ringan. Kecuali jika sang makmum selesai sebelum imamnya, di sinilah baru disunahkan berdoa. Sedang doa yang paling utama, adalah doa yang datang dari Nabi saw. Yang paling kuat, adalah doa yang diwajibkan oleh sebagian ulama sebagai berikut:
Allaahumma innii… dan seterusnya. (Ya, Allah sungguh aku berlindung diri kepada Mu dari Siksaan kubur, siksa neraka, fitnah hidup, mati dan Masihid dajal). Dimakruhkan tidak membaca doa tersebut.
Di antara lagi: Allaahummaghfirlii … dan seterusnya. (Ya, Allah, ampunilah dosa-dosa saya yang dulu, akhir, yang saya sembunyikan dan tampakkan, yang saya melampawi batas dan yang Engkau lebih mengetahuinya daripada saya, Engkau Yang Pendahulu dan Yang Terakhir, tiada Tuhan selain Engkau). Kedua hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Muslim. Di antaranya lagi: Allaahumma innii … dan seterusnya (Ya, Allah, sungguh saya telah berbuat zalim pada diri saya dengan sebesar dan sebanyak-banyaknya. Padahal tiada yang bisa mengampuni dosa kecuali Engkau. Karena itu, ampunilah saya dengan pengampunan dari sisi Engkau. Sungguh Engkau Maha penyayang) Hadis riwayat Bukhari.
Sunah bagi doa imam, hendaknya lebih pendek: daripada bacaan tasyahud dan salawat atas Nabi saw. yang harus dibaca, ukuran minimal. Guru kami berpendapat: Makruh membaca salawat kepada Nabi saw. setelah doadoa tasyahud.
dan
kedua belas
Duduk
untuk keduanya
yakni
tasyahud
dan salawat
begitu juga
salam
Sunah
duduk tawarruk
di dalamnya
yakni
pada
duduk
tahiyat (tasyahud)
akhir
yaitu
tasyahud yang bersambung
dengan salam
Karena itu tidak disunahkan duduk tawarruk
bagi makmum masbuk
pada
tasyahud
imam
akhir
Begitu juga
orang
yang nanti akan bersujud
sahwi
Praktik duduk tawarruk itu
seperti duduk iftirasy
tapi
dikeluarkan
kaki kiri
dari
arah
lewat kaki kanan
dan pantat
ditempelkan
ke tanah
sunah meletakkan
dua tangan
pada
Waktu duduk
dua tasyahud
pada
pinggir
dua lutut
sehingga
lutut sejajar
dengan ujung
jari
terbentang
jari-jari
kirinya
besertaan
merapat
terhadapnya
terhadapnya
dan mengepal
jari-jari
yang kanan
kecuali
jari telunjuk
dengan dibaca kasrah
Lafal ba’nya
Yaitu jar
yang berada
di sebelah
ibu jari
di mana pun telunjuk tersebut diluruskan
dan
Sunah
mengangkatnya
Yaitu
jari telunjuk
dengan
miring
sedikit
ketika membaca
hamzah
lafal ini
sebagai ittiba’
sunnah melanggengkannya
yakni
mengacungkan terus
maka jangan meletakkannya
tetapi
biarkan
terangkat
sampai
akan berdiri
atau salam
Yang lebih utama
digenggam
ibu jari
di samping jari penunjuk
dengan cara meletakkan
ujungnya
ibu jari
berada
di bawah telunjuk
pada
tepi
telapak tangan
sehingga seperti membentuk
angka 53
dan jika
diletakkan
tapak tangan kanan
pada
selain
yang berdekatan dengan lutut (seperti pada tanah atau paha)
maka ketika mengucapkan
jari telunjuk
supaya diacungkan
Tidak disunahkan
mengacungkan jari tersebut
di luar
salat
ketika
membaca lafal itu
dan
Sunah
memusatkan
terhadapnya
yakni
hanya
memusatkan pandangan
pada jari telunjuk
ketika
mengacungkannya
sekalipun tertutup
dengan semacam
lengan baju
sebagaimana
pendapat
Guru kami
(و) ثاني عشرها: (قعود لهما) أي للتشهد والصلاة، وكذا للسلام. (وسن تورك فيه) أي في قعود التشهد الاخير، وهو ما يعقبه سلام. فلا يتورك مسبوق في تشهد إمامه الاخير، ولا من يسجد لسهو. وهو كالافتراش، لكن يخرج يسراه من جهة يمناه ويلصق وركه بالارض. (ووضع يديه في) قعود (تشهديه على طرف ركبتيه) بحيث تسامته رؤوس الاصابع، (ناشرا أصابع يسراه) مع ضم لها، (وقابضا) أصابع (يمناه إلا المسبحة) - بكسر الباء، وهي التي تلي الابهام - فيرسلها. (و) سن (رفعها) - أي المسبحة - مع إمالتها قليلا (عند) همزة (إلا الله) للاتباع. (وإدامته) أي الرفع. فلا يضعها بل تبقى مرفوعة إلى القيام أو السلام، والافضل قبض الابهام بجنبها، بأن يضع رأس الابهام عند أسفلها على حرف الراحة، كعاقد ثلاثة وخمسين. ولو وضع اليمنى على غير الركبة يشير بسبابتها حينئذ، ولا يسن رفعها خارج الصلاة عند إلا الله. (و) سن (نظر إليها) أي قصر النظر إلى المسبحة حال رفعها، ولو مستورة بنحو كم، كما قال شيخنا.
Duduk untuk tasyahud dan salawat serta salam.
Sunah duduk tawarruk pada tahiyat (tasyahud) akhir, yaitu tasyahud yang bersambung dengan salam. Karena itu, bagi makmum masbuk tidak disunahkan duduk tawarruk pada tasyahud akhir imam, Begitu juga orang yang nanti akan bersujud sahwi.
Praktik duduk tawarruk itu seperti duduk iftirasy, tapi kaki kiri dikeluarkan lewat kaki kanan dan pantat ditempelkan ke tanah. Waktu duduk dua tasyahud, sunah meletakkan dua tangan pada pinggir dua lutut, sehingga lutut sejajar dengan ujung jari, dalam keadaan jarijari terbentang merapat, dan yang kanan mengepal, kecuali jari telunjuk. Lafal
adalah dengan dibaca kasrah ba’nya. Yaitu jar yang berada di sebelah ibu jan, di mana pn telunjuk tersebut diluruska. Sunah mengangkat jari telunjuk dengan sedikit miring kcuka membaca hamzah lafal sebagai ittiba’. Sunah juga mengacungkan terus, sampai akan berdiri atau salam.
Yang lebih utama,
ibu jari digenggam, ujungnya berada di bawah telunjuk dan di tepi telapak tangan, sehingga seperti membentuk angka 53. Jika tapak tangan kanan diletakkan pada selain yang ber.dekatan dengan lutut (seperti pada tanah atau paha), maka ketika mengucapkan jari telunjuk supaya diacungkan.
Tidak disunahkan mengacungkan jari tersebut ketika membaca lafal itu di luar salat. Sunah memusatkan mengacungkan jari tersebut ketika membaca lafal itu di luar salat. Sunah memusatkan pandangan pada jari telunjuk ketika mengacungkannya, sekalipun tertutup dengan semacam lengan baju, sebagaimana pendapat Guru kami.
dan
ketiga belas
Mengucapkan salam
pertama
Paling tidak harus mengucapkan
“Assalaamu’alaikum”
sebagai ittiba’
makruh mengucapkan Salam
dengan: Alaikumus salam
belum mencukupi
“Salaama’alaikum”
dalam salam salat
Begitu juga
SalaamuIlaah
atau Salaami
‘alaikum
Bahkan
hal ini dapat membatalkan
salat
jika disengaja
dan tahu hukumnya
seperti yang termaktub
dalam
Syahrul
Irsyad
karangan Guru kami
Sunah
mengucapkan salam
kedua
sekalipun
tidak membacanya
imamnya
Salam kedua haram
dilakukan
setelah
salam pertama
terjadi hal-hal yang membatalkan salat
misalnya: hadas
ketika habis
waktu
salat Jumat
dan adanya
penutup
aurat
dan
Sunah
menambah
setiap satu
dari kedua salam tersebut
dengan ucapan ورحمة الله
maksudnya
besertaan dengannya
tanpa
lafadz وبركاته
sebagaimana
yang sesuai dengan hadis
untuk
selain
salat Jenazah
Namun
tetap dihukumi
sunah menambah lafal tersebut
pada salam selain salat Jenazah
karena
berdasarkan berbagai
jalan riwayat hadis
dan
juga
hal ini ditetapkan
Dalam kedua salam tersebut disunahkan menoleh
sampai
terlihat
pipi
kanan
ketika salam pertama
dan pipi kiri
ketika salam kedua
(و) ثالث عشرها: تسليمة أولى، (وأقلها: السلام عليكم) للاتباع، ويكره عليكم السلام، ولا يجزئ سلام عليكم - بالتنكير - ولا سلام الله - أو سلامي - عليكم. بل تبطل الصلاة إن تعمد وعلم. كما في شرح الارشاد لشيخنا. (وسن) تسليمة (ثانية) وإن تركها إمامه، وتحرم إن عرض بعد الاولى مناف، كحدث وخروج وقت جمعة ووجود عار سترة. (و) يسن أن يقرن كلا من التسليمتين (برحمة الله) أي معها، دون: وبركاته، على المنقول في غير الجنازة. لكن اختير ندبها لثبوتها من عدة طرق. (و) مع (التفات فيهما) حتى يرى خده الايمن في الاولى والايسر في الثانية.
Mengucapkan salam pertama. Paling tidak harus mengucapkan: “Assalaamu’alaikum” sebagai ittiba’. Sedangkan mengucapkan Salam dengan: Alaikumus salam, adalah makruh
Mengucapkan “Salaama’alaikum” adalah belum mencukupi dalam salam salat. Begitu juga dengan “SalaamuIlaah atau Salaami ‘alaikum“. Bahkan hal ini dapat membatalkan salat, jika disengaja dan tahu hukumnya, seperti yang termaktub dalam kitab Syahrul Irsyad, karangan Guru kami. Sunah mengucapkan salam kedua, sekalipun imamnya tidak membacanya.
Salam kedua haram dilakukan, begitu setelah salam pertama terjadi hal-hal yang membatalkan salat, misalnya: hadas ketika habis waktu salat Jumat dan hilang penutup aurat. Sunah menambah kedua salam tersebut dengan ucapan ورحمة الله tanpa وبركاته sebagaimana yang sesuai dengan hadis, untuk selain salat Jenazah. Namun, tetap dihukumi: sunah menambah lafal tersebut pada salam selain salat Jenazah, karena berdasarkan berbagai jalan riwayat hadis, hal ini ditetapkan.
Dalam kedua salam tersebut, disunahkan menoleh sampai terlihat pipi kanan ketika salam pertama, dan pipi kiri ketika salam kedua.
Peringatan!
Sunah
bagi setiap orang salat
baik imam
makmum
dan munfarid
berniat
salam
pada
orang
yang menoleh
padanya
dengan orang
dari
arah kanannya
dalam salam
pertama
dan dari
arah kirinya
ketika salam
kedua
berniat memberi salam kepada malaikat
dan orang-orang mukmin
baik berupa manusia
ataupun jin
Dan dengan salam
yang mana saja
buat
orang
yang berada di belakang
dan di depannya
Namun dengan salam yang pertama
adalah lebih utama
Bagi makmum
hendaknya berniat
menjawab salam
pada
imamnya
dengan cara
salam mana saja
terserah
bila
bertempat
di belakangnya
dengan salam kedua
pada
bila
bertempat
samping kanan imam
dan dengan salam pertama
bila
bertempat
pada
arah kirinya
Sunah
agar saling niat
bagi sebagian
makmum
menjawab salam
antara
satu dengan lainnya
Untuk. itu berniat
orang
yang
di sebelah kanan
menjawab salam
supaya dengan salam
keduanya
dan orang
yang
ada di sebelah kirinya
dengan salam pertamanya
dan orang
yang berada di belakang musallin
atau depannya
berniat menjawab salam dengan salamnya
yang mana saja
tapi yang lebih utama
adalah dengan salam pertama
(تنبيه) يسن لكل من الامام والمأموم والمنفرد أن ينوي السلام على من التفت هو إليه ممن عن يمينه بالتسليمة الاولى، وعن يساره بالتسليمة الثانية، من ملائكة ومؤمني إنس وجن، وبأيتهما شاء على من خلفه وأمامه وبالاولى أفضل. وللمأموم أن ينوي الرد على الامام بأي سلاميه شاء إن كان خلفه، وبالثانية إن كان عن يمينه، وبالاولى إن كان عن يساره. ويسن أن ينوي بعض المأمومين الرد على بعض، فينويه من على يمين المسلم بالتسليمة الثانية ومن على يساره بالاولى، ومن خلفه وأمامه بأيتهما شاء، وبالاولى أولى.
Peringatan!
Sunah bagi setiap orang salat, baik imam, makmum dan munfarid dalam salam pertama, berniat salam pada orang yang ada di kanannya
dan ketika salam kedua, berniat memberi salam kepada malaikat dan orang-orang mukmin, baik berupa manusia ataupun jin. Dan dengan salam yang mana saja, buat orang yang berada di belakang dan di depannya. Namun dengan salam yang pertama, adalah lebih utama. Bagi makmum, hendaknya berniat menjawab salam imamnya, dengan salam mana saja terserah, bila bertempat di belakangnya: dengan salam kedua, jika ia berada di samping kanan imam, dan dengan salam pertama, jika ia berada di arah kirinya.
Sunah bagi makmum, agar saling niat menjawab salam antara satu dengan lainnya. Untuk. itu, orang yang di sebelah kanan supaya dengan salam keduanya berniat menjawab salam orang yang ada di sebelah kirinya (sebab orang yang memberi salam itu berniat memulai salamnya pada salam pertama -pen): dan orang yang berada di sebelah kiri, supaya berniat menjawab salam orang yang berada di sebelah kanan dengan salam pertamanya: orang yang berada di belakang musallin atau depannya, berniat menjawab salam dengan salamnya yang mana saja, tapi yang lebih utama adalah dengan salam pertama.
Beberapa cabang:
sunah
Hukum niat
keluar
dari
salat
dengan salam
pertama
sebab menghindari
perselisihan
dengan
ulama yang mewajibkannya
Juga sunah bersegera (tidak memperlambat)
salam
Sunah juga memulai mengucapkan salam
dengan menghadap
ke arah
kiblat
dan mengakhirinya
yang
sempurna
dalam keadaan menoleh
memulai salamnya
Sunah bagi makmum
setelah
setelah selesai kedua salam
imam
(فروع) يسن نية الخروج من الصلاة بالتسليمة الاولى خروجا من الخلاف في وجوبها، وأن يدرج السلام، وأن يبتدئة مستقبلا بوجهه القبلة، وأن ينهيه مع تمام الالتفات، وأن يسلم المأموم بعد تسليمتي الامام.
Beberapa cabang:
Hukum niat keluar dari salat adalah sunah dengan salam pertama, sebab menghindari perselisihan dengan ulama yang mewajibkannya. (Yaitu Imam Ibnu Suraij dan lainnya.Di mana Al-Khuruj minal khilaf mustahab -pen). Juga sunah bersegera (tidak memperlambat) salam. Sunah juga memulai mengu. capkan salam dengan menghadap ke arah kiblat, dan mengakhirinya dalam keadaan menoleh yang sempurna. Sunah bagi makmum, memulai salamnya setelah selesai kedua salam imam.
dan
keempat belas
Tertib
dalam
melakukan rukun-rukun salat
yang sebelumnya
sebagaimana
yang tersebut di atas
Karena itu, jika dengan sengaja
Melanggar
tata tertib
yaitu dengan mendahulukan
rukun
Perbuatan (fi’li)
misalnya sujud
sebelum
rukuk
maka batal
salatnya
sedangkan
mendahulukan
rukun
qauli (perkataan)
maka tidak ada masalah
kecuali
berupa salam
Urutan
di antara
sunah-sunah
seperti membaca surah
sesudah
Fatihah
dan doa
sesudah
tasyahud
serta salawat
adalah syarat
untuk mendapatkan
kesunahan salat (bukan syarat sah salat)
dan jika
lupa
selain
makmum (imam dan munfarid)
dalam
masalah tertib
yaitu dengan meninggalkan
rukun
misalnya bersujud
sebelum
rukuk
atau sesudah rukuk
tetapi belum
membaca Fatihah
maka tiada gunanya
apa yang dilakukan itu
sampai
ia mengerjakan
rukun yang tertinggal tersebut
Kemudian, jika ia ingat
sebelum
sampai
rukun serupa tertinggal pada rakaat berikutnya
maka (wajib seketika) mengerjakan
rukun yang tertinggal itu
kalau tidak ingat
maka masalah ini
akan dijelaskan di belakang
atau ragu
yaitu
maksudnya
selain
makmum
atas
suatu rukun
Apakah
sudah mengerjakan
atau
belum
misalnya ketika
ia merasa ragu
ketika Rukuk
Apakah
sudah membaca
Al-Fatihah
atau
ketika bersujud
apakah
sudah rukuk
(iktidal) atau belum
maka mengerjakan
rukun yang diragukan tersebut
bersegera
adalah wajib
Jika
memang
keraguan tersebut
terjadi sebelum
hingga ia sudah mengerjakan
rukun yang sama
maksudnya
yang sama
yang diragukan
terhadap rukun yang diragukan
dari
rakaat
yang lain
dan jika tidak demikian
maksudnya
dan jika
ia tidak ingat
sampai
mengerjakan
yang sama
pada
rakaat
yang lain
maka hal tersebut mencukupi
dari
rukun yang ditinggalkan (diragukan)
dan tidak berarti
yang berada antara keduanya
ini
Semua
bila
ia yakin
terhadap rukun
yang ditinggalkan
dan di mana tempatnya
maka jika
tidak tahu
rukun yang ditinggalkan
tetapi ia mempunyai persangkaan besar
bahwa rukun tersebut
adalah niat
atau takbiratul
ihram
maka batal
salatnya
tidak ada syarat
Di sini
harus lama
berselang
atau telah diselingi
dengan rukun lain
Atau
berprasangka besar, bahwa rukun yang ditinggalkan
adalah salam
maka supaya mengucapkannya
sekalipun
sudah lama
berselang
atas
beberapa tinjauan
Atau
menduga
selain niat, takbiratul ihram dan salam
maka supaya mengambil
yang lebih hati-hati
lalu meneruskan
pada
pekerjaan salatnya
setelah itu penuhilah kekurangan
sisa
dari
salatnya
Benar!
Jika
tidak
ada
persamaan yang dikerjakan itu
dengan
rukun salat
misalnya sujud
Tilawah
maka perkara tersebut tidak bisa
mencukupi rukun yang tertinggal
Mengenai
makmum
yang mengetahui
atau ragu
yang terjadi sebelum
rukuk imam
dan sesudah
rukuk
imam
bahwa
belum
membaca Al-Fatihah
maka ia wajib membacanya
dan segera
mengejar salat imamnya
atau sudah
kedua-duanya rukuk
maka makmum tidak boleh
pada
berdiri
untuk membaca
Al-Fatihah
tetapi
ia harus mengikuti
salat imam
dan shalatlah
satu rakaat
setelah
salam
imam
(و) رابع عشرها: (ترتيب بين أركانها) المتقدمة كما ذكر. فإن تعمد الاخلال بالترتيب بتقديم ركن فعلي، كأن سجد قبل الركوع، بطلت صلاته. أما تقديم الركن القولي فلا يضر إلا السلام. والترتيب بين السنن كالسورة بعد الفاتحة، والدعاء بعد التشهد والصلاة، شرط للاعتداد بسنيتها، (ولو سها غير مأموم) في الترتيب (بترك ركن) كأن سجد قبل الركوع، أو ركع قبل الفاتحة، لغا ما فعله حتى يأتي بالمتروك. فإن تذكر قبل بلوغ مثله أتى به، وإلا فسيأتي بيانه. (أو شك) هو - أي غير المأموم - في ركن هل فعل أم لا، كأن شك راكعا هل قرأ الفاتحة، أو ساجدا هل ركع أو اعتدل، (أتى به) فورا وجوبا (إن كان) الشك (قبل فعله مثله) أي مثل المشكوك فيه من ركعة أخرى (وإلا) أي وإن لم يتذكر حتى فعل مثله في ركعة أخرى (أجزأه) عن متروكه، ولغا ما بينهما. هذا كله إن علم عين المتروك ومحله، فإن جهل عينه وجوز أنه النية أو تكبيرة الاحرام بطلت صلاته. ولم يشترط هنا طول فصل ولا مضي ركن، أو أنه السلام يسلم، وإن طال الفصل على الاوجه. أو أنه غيرهما أخذ بالاسوأ وبنى على ما فعله، (وتدارك) الباقي من صلاته. نعم، إن لم يكن المثل من الصلاة كسجود تلاوة لم يجزئه. أما مأموم علم أو شك قبل ركوعه وبعد ركوع إمامه أنه ترك الفاتحة فيقرؤها ويسعى خلفه، وبعد ركوعهما لم يعد إلى القيام لقراءته الفاتحة بل يتبع إمامه ويصلي ركعة بعد سلام الامام.
Tertib dalam melakukan rukun-rukun salat, sebagaimana yang tersebut di atas. Karena itu, jika dengan sengaja Melanggar tata tertib, yaitu dengan mendahulukan rukun Perbuatan (fi’li), misalnya sujud sebelum rukuk, maka batal salatnya. (Tapi) kalau MC dahulukan rukun qauli (perkataan), maka tidak ada masalah, kecuali berupa salam. Urutan di antara sunah-sunah, seperti membaca surah sesudah Fatihah dan doa sesudah tasyahud serta salawat, adalah syarat untuk mendapatkan kesunahan salat (bukan syarat sah salat).
(Karena itu), apabila selain makmum (imam dan munfarid) lupa dalam masalah tertib, yaitu dengan meninggalkan rukun, misalnya bersujud sebelum rukuk atau sesudah rukuk tetapi belum membaca Fatihah, maka apa yang dilakukan itu tiada gunanya sampai ia mengerjakan rukun yang tertinggal tersebut. Kemudian, jika ia ingat sebelum sampai rukun serupa tertinggal pada rakaat berikutnya, maka (wajib seketika) mengerjakan rukun yang tertinggal itu: kalau tidak ingat, maka masalah ini akan dijelaskan di belakang.
Atau selain makmum merasa ragu atas suatu rukun: Apakah sudah mengerjakan atau belum, misalnya ketika ia merasa ragu, apakah sudah membaca Al-Fatihah atay belum?, atau ketika bersujud merasa ragu, apakah sudah rukuk (iktidal) atau belum?, maka ia wajib seketika menger. jakan rukun yang diragukan tersebut, jika memang ke’raguan tersebut terjadi sebelum sampai pada rukun yang sama dengan yang diragukan pada rakaat berikutnya. Jika orang itu lupa (ragu) hingga ia sudah mengerjakan rukun yang sama dengan yang diragukan (dilupakan) pada rakaat berikutnya, maka rukun yang sedang dikerjakan tersebut sudah mencukupi dari rukun yang dilupakan (diragukan) dan rukun-rukun yang dikerjakan di antara yang ditinggalkan (diragukan) dan yang sama pada rakaat berikutnya, adalah tidak dianggap (dihitung).
Semua ini, bila ia yakin terhadap rukun yang ditinggalkan dan di mana tempatnya (seperti terjadi di rakaat pertama atau kedua -Pen). Jika tidak tahu rukun yang ditinggalkan, tetapi ia mempunyai persangkaan besar, bahwa rukun tersebut adalah niat atau takbiratul ihram, maka batal salatnya. Di sini tidak ada syarat harus berselang lama atau telah diselingi dengan rukun lain.
Atau berprasangka besar, bahwa rukun yang ditinggalkan adalah salam, maka supaya mengucapkannya, sekalipun sudah berselang lama, atas beberapa tinjauan. Atau selairi niat, takbiratul ihram dan salam, maka supaya mengambil yang lebih hatihati. (Jika telah yakin, bahwa ia meninggalkan di antara rukunrukun salat dan berkemungkinan’besar, rukun tersebut satu sujud atau dua sujud, maka ia harus bersikap yang paling hati-hati, yaitu meninggalkan dua sujud -pen), lalu meneruskan pekerjaan salatnya – (umpama, di saat bersujud ia berkemungkinan besar, bahwa ja telah meninggalkan bacaan Al-Fatihah, maka ia harus langsung berdiri dan membacanya, lantas rukuk, iktidal dan seterusnya -pen).
Lalu meneruskan rakaat salatnya. Benar!
Jika yang dikerjakan itu perbuatan yang tidak ada persamaan dengan rukun salat, misalnya sujud Tilawah, maka perkara tersebut (dalam contoh adalah sujud tilawah) tidak bisa mencukupi rukun yang tertinggal. (Umpama: Meninggalkan sujud pada rakaat salat terakhir, lantas berdiri dan membaca Qur-an yang memuat ayat Sajdah, kemudian bersujud tilawah, maka sujud tilawah itu tidak bisa mencukupi sujud rukun salat yang tertinggal tersebut -pen).
Mengenai makmum yang mengetahui atau ragu yang terjadi sebelum dan sesudah rukuk imam, bahwa ia belum membaca Al-Fatihah, maka ia wajib membacanya dan segera mengejar salat imamnya (dalam hal ini dia diampuni atas ketertinggalan tiga rukun yang panjang-panjang -pen): atau kedua-duanya sudah rukuk, maka makmum tidak boleh berdiri untuk membaca Fatihah, tetapi ia harus mengikuti salat imam, dan setelah salam imam, ia harus menambah satu rakaat.
Cabang:
Sunah
masuk
salat
dengan gesit
Sebab sesungguhnya
Allah swt
mencela
orang-orang yang meninggalkan salat
dengan firman: Nya yang artinya
dan apabila
mereka melakukan
terhadap
salat
maka mereka mengerjakannya
dengan bermalas-malas
dan malas
lafadz firman Allah tersebut
bermakna tidak semangat
Dan yang terlepas
dengan hati
dari
urusan-urusan dunia
Sebab hal itu
lebih mendekatkan
pada
kekhusyukan
dan
Sunah
selama dalam salat
maksudnya
dalam
salat
secara keseluruhannya
khusyuk
dalam hatinya
yaitu
jangan sampai berangan-angan
didalamnya
selain
salat
meski hal tersebut
didalamnya
sekalipun
berupa masalah
akhirat
Juga dengan badan yang tenang
jangan sampai tanpa guna
satu anggota badan pun yang bergerak
Yang demikian itu
karena pujian
Allah
swt.
dalam
kitab-Nya
yang mulia
pada
pekerjaannya
melalui firman-Nya
Sungguh
beruntung
orang-orang Mukmin
yaitu orang-orang
mereka
dalam
menunaikan salatnya
yang khusyuk
Juga karena tidak mendapat
pahala
salat
jika dikerjakan tanpa khusyuk
sebagaimana
yang ditunjukkan
oleh
beberapa hadis
Sahih
, serta kita
punya
pendapat
yang dipilih
bahwa khusyuk adalah
merupakan syarat
syarat sah salat
Di antara perkara
yang bisa membawa arah
khusyuk
adalah konsentrasi
bahwa sesunguhnya ia
sedang
berhadapan
dengan Raja
Maha Diraja
Yang
Mengetahui
apa yang samar
dan paling samar
dalam pada itu ia mengadu kepada-Nya
Di samping itu bisa juga
dengan jelas
dapat menurunkan
terhadapnya
siksa-Nya
lantaran tidak
dipenuhi
hak-hak-Nya
sebagai Tuhan
lalu Dia tidak Mau
menerima
salatnya
dan berkata
Sayyid
al-Quthb
Al-Arif
Billah
Muhammad
Al-Bakri
semoga Allah meridhoi beliau
Sebenarnya
termasuk faktor
pembawa
khusyuk
adalah memperpanjang
rukuk
dan sujud
Sunah mencamkan
bacaan-bacaan
maksudnya
merenungkan
makna bacaan-bacaan salat
telah berfirman
Allah swt.
Adakah mereka tidak
mencamkan
Alqur-an
dan dengan cara
tersebut
sempurnalah
maksud (tujuan)
khusyuk
dan
Sunah mencamkan
makna zikir dalam salat
karena dikiaskan
dengan
giraah (bacaan salat)
dan
Sunah
agar selalu
memandang
ke tempat
sujud
sebab dengan cara
demikian
lebih mendekatkan
pada
khusyuk
Meskipun
orang yang salat itu buta
sekalipun
berada
di sisi
Ka’bah
atau
dalam
kegelapan
atau
dalam
salat
Jenazah
Memang benar
sunah
untuk selalu
memandang ke arah tempat sujud
tetapi lebih
Sunah memandang ke arah jari tersebut
ketika
mengangkat jari telunjuk
dalam
tasyahud
karena berdasarkan hadis
sahih
di dalamnya
Tidak makruh (tapi khilaful aula)
memejamkan
mata
jika
tidak khawatir
akan bahaya.
(فرع) (سن دخول صلاة بنشاط) لانه تعالى ذم تاركيه بقوله: * (وإذا قاموا إلى الصلاة قاموا كسالى) والكسل: الفتور والتواني. (وفراغ قلب) من الشواغل لانه أقرب إلى الخشوع. (و) سن (فيها) أي في صلاته كلها، (خشوع بقلبه) بأن لا يحضر فيه غير ما هو فيه وإن تعلق بالآخرة. (وبجوارحه) بأن لا يعبث بأحدها، وذلك لثناء الله تعالى في كتابه العزيز على فاعليه بقوله: * (قد أفلح المؤمنون الذين هم في صلاتهم خاشعون) * ولانتفاء ثواب الصلاة بانتفائه، كما دلت عليه الاحاديث الصحيحة. ولان لنا وجها اختاره جمع أنه شرط للصحة. ومما يحصل الخشوع استحضاره أنه بين يدي ملك الملوك الذي يعلم السر وأخفى. يناجيه، وأنك ربما تجلى عليه بالقهر لعدم القيام بحق ربوبيته فرد عليه صلاته. وقال سيدي القطب العارف بالله محمد البكري رضي الله عنه: إن مما يورث الخشوع إطالة الركوع والسجود (وتدبر قراءة) أي تأمل معانيها. قال تعالى: * (أفلا يتدبرون القرآن) * ولان به يكمل مقصود أن يقصر نظره على مسبحته عند رفعها في التشهد لخبر صحيح فيه، ولا يكره تغميض عينيه إن لم يخف ضررا.
Cabang:
Sunah masuk salat dengan gesit. Sebab Allah swt. mencela orang-orang yang meninggalkan salat dengan firman: Nya yang artinya: “Apabila mereka melakukan salat, maka mereka mengerjakannya dengan bermalas-malus.” Dan dengan hati yang terlepas dari urusan-urusan dunia. Sebab hal itu lebih mendekatkan pada kekhusyukan. Sunah selama dalam salat, berhati khusyuk, yaitu jangan sampai berangan-angan selain salat, sekalipun berupa masalah akhirat (misalnya ingat neraka dan siksanya, dan selainnya -pen). Juga dengan badan yang tenang, jangan sampai satu anggota badan pun yang bergerak tanpa guna. Yang demikian itu, karena pujian Allah swt. dalam kitabNya melalui firman-Nya (yang artinya): “Sungguh beruntung orang-orang Mukmin, yaitu orang-orang yang khusyuk dalam menunaikan salatnya” Juga karena salat tidak berpahala, jika dikerjakan tanpa khusyuk, sebagaimana yang ditunjukkan oleh beberapa hadis Sahih, serta kita punya pendapat yang dipilih oleh segolongan ulama (misalnya Imam Al-Ghazali), bahwa khusyuk adalah merupakan syarat sah salat. Di antara perkara yang bisa membawa arah khusyuk, adalah konsentrasi, bahwa ia sedang berhadapan dengan . Raja Maha Diraja Yang Mengetahui apa yang samar dan paling samar, dalam pada tu ia mengadu kepada-Nya. Di samping itu
bisa juga Dia dengan jelas dapat menurunkan siksa-Nya (atas orang. yang Udak khusyuk -pen), lantaran tidak dipenuhi hak-hak-Nya sebagai Tuhan, lalu Dia tidak Mau menerima salatnya. al-Quthb Al-Arif Billah. Muhammad Al-Bakri r.a. berkata:
Sebenarnya termasuk faktor pembawa khusyuk, adalah memperpanjang rukuk dan sujud. Sunah mencamkan makna bacaan-bacaan salat. Allah swt. telah berfirman: “Adakah mereka tidak mencamkan Alqur-an“, dan dengan cara tersebut maksud khusyuk menjadi sempurna. Sunah mencamkan makna zikir dalam salat, karena dikiaskan dengan giraah (bacaan salat). Sunah agar selalu memandang ke tempat sujud, sebab dengan cara demikian lebih mendekatkan khusyuk. Meskipun orang yang salat itu buta, sekalipun di sisi Ka’bah, di kegelapan atau dalam salat Jenazah. Memang benar, tapi ketika tasyahud dan mengangkat jari telunjuk, sunah memandang ke arah jari tersebut, karena berdasarkan hadis sahih. Tidak makruh (tapi khilaful aula) memejamkan mata, jika tidak khawatir akan bahaya.
Faedah:
Makruh
bagi orang yang salat
baik laki-laki
atau perempuan (imam, makmum dan munfarid)
meninggalkan
suatu
kesunahan
salat
berkata
Guru kami
dan dalam
Penetapan secara umum tersebut
perlu peninjauan
Menurut
pendapat yang beralasan
Kemakruhan meninggalkan kesunahan di atas
adalah untuk
ditinggalkan
kesunahan yang ada
larangan
atau
bertentangan (khilaf)
dengan
ulama yang menetapkan hukum wajib padanya
(فائدة) يكره للمصلي الذكر وغيره ترك شئ من سنن الصلاة. قال شيخنا: وفي عمومه نظر. والذي يتجه تخصيصه بما ورد فيه نهي أو خلاف في الوجوب
Faedah:
Makruh bagi orang yang salat, baik laki-laki atau perempuan (imam, makmum dan munfarid), meninggalkan suatu kesunahan salat. Guru kami berkata: Penetapan secara umum tersebut perlu peninjauan. Menurut pendapat yang beralasan: Kemakruhan meninggalkan kesunahan di atas, adalah untuk kesunahan yang ada larangan ditinggalkan, atau bertentangan (khilaf) dengan ulama yang menetapkan hukum wajib padanya.
dan
sunah
membaca Zikir
dan doa
dengan suara pelan-pelan
Setelah salat
yaitu
salat
Maksudnya
sunah
dengan suara pelan
Zikir dan doa
bagi munfarid
makmum
dan imam
yang tidak bermaksud
menuntun
hadirin
agar diamini oleh mereka
doanya
memperdengarkan
yang menerangkan
doa dan zikir
hadis-hadis
yang banyak kami
sebutkan
keseluruhan
darinya
dalam
kitab kami
Irsyadul
‘Ibad
maka silakan membacanya
karena: hal ini
sangat pening
meriwayatkan
Tirmidzi
dari
Abi Umamah
ia berkata
Ditanyakan
kepada Rasulullah saw
saw.
Manakah
doa
yang lebih terdengar
maksudnya
yang lebih dekat
untuk
terkabulkan
Jawab beliau
Yaitu doa yang dipanjatkan
di tengah malam
dan setelah
tiap-tiap salat
wajib lima
meriwayatkan hadis
Imam Bukhari dan Muslim
dari
Abi Musa
ia berkata
Kami sedang
bersama
Nabi
saw.
maka dengan kita
Ketika
Kami dekat
dengan
lembah
maka kami bertahlil
bertakbir
dan mengeraskan
suara
Maka bersabdalah
Nabi
saw
Wahai
manusia
kasihanilah
pada
dirimu
sebab engkau semua
tidak berdoa
kepada Dzat Yang Tuli
tidak pula kepada Dzat Yang Tidak Hadir
Sesungguhnya
Dia Maha Bijaksana
maha mendengar
dan Maha Dekat
berhujah
Dengan hadis di atas
Imam Al-Baihaqi
dan lainnya
agar pelan-pelan
dalam membaca zikir
dan doa
berkata sebagai berikut
Imam Asy-Syafi’i
dalam
kitab Al-Um
Kami memilih
bagi imam
dan makmum
agar berzikir
Allah swt
subhanahu wa ta'ala
setelah
salam
dari
salatnya
dilakukan dengan suara tidak keras
zikir tersebut
kecuali
bagi seseorang
imam
yang bermaksud
mengajar
jamaahnya
karena itu, ia agar mengeraskan suaranya
setelah
mengetahui
bahwa makmumnya
telah
mengikuti
dari imam tersebut
lalu
ia kembali pelan-pelan
sebab sesungguhnya
Allah
swt.
berfirman
Janganlah engkau bersuara keras
dalam shalatmu (doamu)
dan jangan pula dengan terlalu pelan
dalam berdoa
Maksudnya
Allah swt.
Maha Mengetahui
doa
jangan engkau ucapkan dengan suara keras
sampai
terdengar
oleh orang lain
dan jangan terlalu pelan
sampai
tidak mendengar
engkau sendiri
Selesai
(و) سن (ذكر ودعاء سرا عقبها) أي الصلاة. أي يسن الاسرار بهما لمنفرد ومأموم وإمام لم يرد تعليم الحاضرين ولا تأمينهم لدعائه بسماعه. وورد فيهما أحاديث كثيرة ذكرت جملة منها في كتابي إرشاد العباد فاطلبه فإنه مهم. وروى الترمذي عن أبي أمامة قال: قيل لرسول الله (ص): أي الدعاء أسمع ؟ أي أقرب إلى الاجابة ؟ قال: جوف الليل، ودبر الصلوات المكتوبات. وروى الشيخان عن أبي موسى قال: كنا مع النبي (ص) فكنا إذا أشرفنا على واد هللنا وكبرنا وارتفعت أصواتنا، فقال النبي (ص): يأيها الناس اربعوا على أنفسكم فإنكم لا تدعون أصم ولا غائبا، إنه حكيم سميع قريب. احتج به البيهقي وغيره للاسرار بالذكر والدعاء. وقال الشافعي في الام: أختار للامام والمأموم أن يذكرا الله تعالى بعد السلام من الصلاة، ويخفيا الذكر، إلا أن يكون إماما يريد أن يتعلم منه فيجهر حتى يرى أنه قد تعلم منه ثم يسر، فإن الله تعالى يقول: * (ولا تجهر بصلاتك ولا تخافت بها) * يعني - والله أعلم - الدعاء، ولا تجهر حتى تسمع غيرك، ولا تخافت حتى لا تسمع نفسك. انتهى.
Setelah salat, sunah membaca Zikir dan doa dengan suara pelan-pelan.Maksudnya, sunah melakukan dengan suara pelan bagi munfarid, makmum dan imam yang tidak bermaksud
menuntun hadirin atau memperdengarkan doanya, agar diamini oleh mereka.Banyak hadis yang menerangkan doa dan zikir, yang banyak kami, sebutkan dalam kitab kami, Irsyadul ‘Ibad, maka silakan membacanya, karena: hal ini sangat pening. Imam At-Tirmidzi meriwayatkan dari Abi Umamah, ia berkata: “Ditanyakan kepada Rasulullah saw.: Manakah doa yang lebih terkabulkan?” Jawab beliau: “Yaitu doa yang dipanjatkan di tengah malam dan setelah tiap-tiap salat wajib lima.”
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadis dari Abi Musa, ia berkata: “Kami sedang bersama Nabi saw.: Ketika dekat dengan lembah, maka kami bertahlil, bertakbir dan mengeraskan suara” Maka bersabdalah Nabi saw.: “Wahai, manusia, kasihanilah dirmu!, sebab engkau semua tidak berdoa kepada Dzat Yang Tuli, tidak pula kepada Dzat Yang Tidak Hadir. Sesungguhnya Dia Maha Bijaksana dan Maha Dekat.” Dengan hadis di atas, Imam Al-Baihaqi dan lainnya berhujah, agar pelan-pelan dalam membaca zikir dan doa.
Imam Asy-Syafi’i dalam kital Al-Um berkata sebagai berikut: Kami memilih, bagi imam dan makmum, agar berzikir setelah salam dari salatnya: zikir tersebut dilakukan dengan suara tidak keras, kecuali bagi imamyang bermaksud mengajar jamaahnya, karena itu, ia agar mengeraskan suaranya, setelah mengetahui, bahwa makmumnya telah mengikuti, lalu ia kembali pelan-pelan. Sebab Allah swt. berfirman:. “Janganlah engkau bersuara keras dalam berdoa dan jangan pula dengan terlalu pelan.” Maksudnya: Allah swt. Maha Mengetahui doa, jangan engkau ucapkan dengan suara keras sampai terdengar oleh orang lain, dan jangan terlalu pelan sampai engkau sendiri tidak mendengarnya. -Selesai-.
Faedah:
berkata
Guru kami
Mengenai
dengan sangat
mengeraskan
suara zikir dan doa
dalam
mesjid
sekira
sampai
mengganggu
pada
orang yang sedang salat
maka seyogianya
dihukumi haram
(فائدة) قال شيخنا: أما المبالغة في الجهر بهما في المسجد بحيث يحصل تشويش على مصل فينبغي حرمتها.
Faedah:
Guru kami berkata: Mengenai mengeraskan dengan sangat suara zikir dan doa dalam mesjid yang sampai mengganggu orang yang sedang salat, maka seyogianya dihukumi haram.
Beberapa cabang:
Sunah
memulai
doa
dengan segala puji
bagi Allah
dan salawat
atas
Nabi
saw
serta menutupnya
dengan kedua lafal tersebut
dan amin
Sunah amin
bagi makmum
yang mendengar
doa
sang imam
sekalipun
ia sendiri hafal
akan doa itu
Sunah mengangkat
kedua tangan
yang suci
yang sejajar
dengan kedua bahunya
lalu menyapukan
ke muka
keduanya
selesai berdoa
Sunah menghadap
kiblat
di kala
zikir
dan berdoa
jika
ia seorang
munfarid
atau makmum
Bagi
imam
jika
tidak
berdiri
dari
tempat salatnya
di mana
berdiri
adalah lebih utama
baginya
maka yang lebih utama
menjadikan
arah kanannya
ke arah
hadapan makmum
dan samping kirinya
ke arah
kiblat
menambahkan berkata
Guru kami
Sekalipun
pada
saat berdoa
Kepindahan imam dari tempat salatnya
adalah tidak
menghapus
kesunahan
zikir
baginya
sesudah salat
sebab ia dapat
melakukan
baginya
dalam
tempat
yang
dipindahi
terhadapnya
Dan kesunahan zikir itu tidak hilang (habis)
sebab telah melakukan
salat Rawatib
dan sesungguhnya hanya
yang hilang
terhadapnya
adalah kesempurnaannya
bukan
yang lain
Kesimpulan
dari pembicaraan ulama
bahwa tetap
berpahala
zikir
sekalipun
orang itu tidak mengerti
akan maknanya
berpendapat lain
Dalam hal ini
Imam Al-Asnawi
dan tidaklah
dapat disamakan
Masalah zikir ini
dengan
Al-qur'an
sebab suatu ibadah
adalah membacanya
sehingga akan mendapat pahala
orang yang membacanya
sekalipun
ia tidak mengerti
Lain halnya
dengan zikir
agar bisa mendapat pahala
harus mengerti maknanya
sekalipun tidak mendetail
selesai
(فروع) يسن افتتاح الدعاء بالحمد لله والصلاة على النبي (ص)، والختم بهما وبآمين. وتأمين مأموم سمع دعاء الامام، وإن حفظ ذلك. ورفع يديه الطاهرتين حذو منكبيه، ومسح الوجه بهما بعده. واستقبال القبلة حالة الذكر أو الدعاء، إن كان منفردا أو مأموما. أما الامام إذا ترك القيام من مصلاه الذي هو أفضل له فالافضل جعل يمينه إلى المأمومين ويساره إلى القبلة. قال شيخنا: ولو في الدعاء. وانصرافه لا ينافي ندب الذكر له عقبها لانه يأتي به في محله الذي ينصرف إليه، ولا يفوت بفعل الراتبة، وإنما الفائت به كماله لا غيره. وقضية كلامهم حصول ثواب الذكر وإن جهل معناه، ونظر فيه الاسنوي. ولا يأتي هذا في القرآن للتعبد بلفظه فأثيب قارئه وإن لم يعرف معناه، بخلاف الذكر لا بد أن يعرفه ولو بوجه
Beberapa cabang:
Sunah memulai doa dengan hamdalah dan salawat atas Nabi saw., serta menutupnya dengan kedua lafal tersebut dan amin. Sunah bagi makmum yang mendengar doa sang imam, sekalipun ia sendiri hafal akan doa itu, mau membaca amin. Sunah mengangkat kedua tangan yang suci ketika berdoa, yang sejajar dengan kedua bahunya, lalu menyapukan ke muka selesai berdoa. Sunah menghadap kiblat di kala
zikir dan berdoa, jika ia seorang munfarid atau makmum. Bagi imam, jika tidak berdiri dari tempat salatnya, di mana berdiri adalah lebih utama baginya, maka yang lebih utama menjadikan arah kanannya di hadapan makmum dan samping kirinya di arah kiblat. Guru kami menambahkan: Sekalipun pada saat berdoa. Kepindahan imam dari tempat salatnya, adalah tidak menghapus kesunahan zikir sesudah salat, sebab ia dapat melakukannya di tempat yang dipindahi. Dan kesunahan zikir itu tidak hilang (habis) sebab telah melakukan salat Rawatib. Hanya yang hilang, adalah kesempurnaannya, bukan yang lain.
Kesimpulan dari pembicaraan ulama, bahwa zikir tetap berpahala, sekalipun orang itu tidak mengerti akan maknanya. Dalam hal ini Imam Al-Asnawi berpendapat lain: Masalah zikir ini tidaklah dapat disamakan dengan membaca Algur-an, sebab membacanya adalah suatu ibadah, sehingga orang yang membacanya akan mendapat pahala, sekalipun ia tidak mengerti maknanya. Lain halnya dengan zikir, agar bisa mendapat pahala, harus mengerti maknanya, sekalipun tidak mendetail (misalnya mengerti bahwa tasbih, tahmid . dan sesamanya adalah tujuan untuk mengagungkan Allah dan memuji-Nya -pen) -selesai-.